Selasa, 13 Desember 2011

Elegi Ritual Ikhlas II: Cantraka Sakti Berkonsultasi kepada Muhammad Nurikhlas.

Oleh Marsigit

Cantraka Sakti:
Wahai Muhammad Nurikhlas, saya ingin bertanya apa yang menyebabkan engkau diijinkan mengikuti Ritual Ikhlas berikutnya? Apa yang menyebabkan engkau dianggap lebih ikhlas dibanding aku?

Muhammad Nurikhlas:
Saya sendiri tidak mengetahuinya. Aku juga tidak terlalu peduli apakah boleh lanjut atau tidak. Aku hanya berusaha berserah diri seraya berdoa dan memohon ampunan kepada Allah SWT. Aku hanya berusaha supaya dikasihi oleh Allah SWT. Oleh karena itu, setiap ada waktu luang aku selalu gunakan untuk berZikir sebanyak-banyaknya. Di samping itu yang terpenting adalah juga mengikuti semua petunjuk yang diberikan para Santri secara ikhlas dan disiplin. Saya berusaha mengikuti semua kegiatan tanpa kecuali dengan tawakal, termasuk berjamaah Salat wajib.

Cantraka Sakti:
Bagaimana engkau bisa disiplin mengikuti semua kegiatan yang diprogramkan?

Muhammad Nurikhlas:
Semua pekerjaan itu terikat dengan ruang dan waktunya. Setinggi-tinggi nilai moral itu adalah komitmen. Jikalau engkau telah niatkan dan telah putuskan untuk mengikuti kegiatan ini untuk beberapa hari, padahal engkau itu syaratnya harus fokus, konsentrasi, dan menepati waktu, maka laksanakan sebaik-baiknya. Tetapi jikalau engkau ragu dikarenakan ada pekerjaan lain, ya jangan ikut saja, atau di tunda atau mengambil kegiatan yang sebentar. Tetapi walaupun kegiatan hanya sebentarpun memerlukan komitmen yang tinggi.

Cantraka Sakti:
Bagaimana menurutmu perihal pikiranmu? Apakah ketika engkau melakukan semua kegiatanmu tersebut di atas itu tidak menemukan hal-hal yang bertentangan dengan pikiranmu. Misalnya larangan mengobrol keras-keras, minum sambil buang angin, tidak mengikuti satu atau beberapa kegiatan karena capai, nyambi mengerjakan tugas-tugas kantor atau proyek karena dikejar dateline, dsb?

Muhammad Nurikhlas:
Ketika aku sedang mengolah hatiku, maka aku berangkat dari niat awalku. Niatku datang ke sini hanyalah ingin menggapai keridaan Allah SWT. Sedang aku yakin bahwa berdasarkan pengalaman, para Santri di sini sudah terbukti secara ikhlas dapat membantu saya untuk melakukan hal itu. Oleh karena itu maka tidak ada keraguan satupun bahwa saya mengikuti semua program yang ada. saya melakukan tersebut dengan rasa senang, bahkan lebih dari senang, tetapi haru karena saya merasakan datangnya karunia yang melimpah-limpah dari Allah SWT melalui kegiatan Ritual Ikhlas ini. Oleh karena itu pikiranku aku fokuskan bagaimana bisa menjalankan ibadat dengan benar seraya beramal atau berZikir sebanyak-banyaknya. Aku berusaha mengendalikan pikiranku yang beraneka ragam dan tidak perlu. Akupun tidak terlalu mencari sebab-sebab mengapa suatu klegiatan itu mesti perlu dilakukan. Bukankah Salat berjamaah itu sudah sejak jaman nabi itu pahalanya berlipat-lipat. Mengapa musti engkau selalu tanyakan dan persoalkan. Ada waktunya tersendiri ketika aku memang harus membahasnya sebagai kajian pikiranku, yaitu ketika aku sedang melakukan olah pikir. Tetapi di sini, yaitu pada kegiatan Ritual Ikhlas, ini adalah kegiatan olah hati. Maka hatimulah yang perlu diolah.

Cantraka Sakti:
Saya sudah bertahun-tahun hidup di Negara Barat. Setiaphari berdiskusi. Jikalau sebentar saja tidak berdiskusi maka dunia ini seakan gelap. Dimanapun, kapanpun dan tentang apapun aku harus terus berdiskusi, berdiskusi dan berdiskusi. Teramasuk kegiatan Ritual Ikhlas ini harus aku diskusikan dengan tuntas..setuntas...tuntasnya.

Muhammad Nurikhlas:
Allah memberikan rezekinya masing-masing kepada umatnya yang dikehendaki-Nya sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

Cantraka Sakti:
Maksudnya? Rezeki apa? Aku tidak merasa kurang rezeki? Bahkan aku membawa banyak perbekalan kalau perlu akan saya bagikan kepada teman-teman di sini.

Muhammad Nurikhlas:
Persoalanmu yang engkau rasakan sebagai penderitaanmu itulah rezeki yang belum engkau dapatkan. Tiadalah setiap hal mampu engkau pikirkan. Sifatmu yang berkeinginan untuk mendiskusikan segala hal kapanpun dan dimanaun itulah merupakan ketidakikhlasanmu atau kesombonganmu. Jikalau engkau dengan nasehat-nasehatku ini belum juga mampu mengubah sikapmu, maka aku menyimpulkan bahwa engkau sudah terkena penyakit hati. Maka jika engkau sudah terkena penyakit hati seperti itu, tiadalah manusia yang dapat menolongmu kecuali Tuhan mu. Syaitan telah merentang dan meregang mulai dari hatimu, pikiranmu hingga bibirmu. Kehendakmu untuk berdiskusi terus menerus tiada henti tentang segala sesuatu itulah merupakan perilaku Syaitan yang ada di dalam dirimu. Itulah mungkin Syaitanyang engkau bawa dari Luar Negeri?

Cantraka Sakti:
Uheh...penyakit hati? Baru mendengar kali ini saya ada yang namanya penyakit hati. Ah..aku tidak terlalu percaya. Tetapi ini sebagai wacana saja, jika memang betul-betul aku terkena penyakit hati, lantas bagaimana solusinya.

Muhammad Nurikhlas:
Istigfar itu adalah obat dari segala kesombongan.

Cantraka Sakti:
Lho aku sudah istigfar itu?

Muhammad Nurikhlas:
Istighfar itu tidak perlu di pamer-pamerkan. Jika engkau memamerkan istighfarmu maka itu berarti istighfarmu hanya sebagai hiasan bibir saja dan belum ikhlas. Itulah juga perilaku Syaitanmu.

Cantraka Sakti:
Wahah...mau jadi orang ikhlas saja kok sulitnya bukan main? Kenapa engkau bisa berdoa lama sekali dan Zikir banyak sekali dan kelihatannya tidak capai-capai. Sedangkan aku wah luar biasa, baru Zikir dapat seratus saja punggungku seperti digebugin. Pundakku seperti memikul rel kereta api. Wah yang paling berat bagiku itu Salat Subuh, bayangkan masih kantuk-kantuk dingin lagi, dibangunin untuk berjamaah. Salat Dhuhur itu juga berat bagi saya. Salat Ashar itu juga berat. Salat Maghrib apalagi itu kan pas dengan berita TV. Salat Isya ya berat juga sih. Wah dihitung-hitung kok berat semua aku menjalankan Salat?

Muhammad Nurikhlas:
Jika kita ikhlas dalam doa dan memohon dengan tawakal kepada Allah SWT insyaAllah Allah akan rida kepada kita. Jika Allah sudah rida maka tiadalah rasa capai dalam engkau berdoa, tiadalah waktu lama dalam engkau berdoa, tiadalah rasa susah dalam engkau berdoa, tiadalah waktu dan ruang sempit dalam engkau beribadat.

Cantraka Sakti:
Oh..oh...bagaimana aku. Ternyata ilmuku dari luar negeri itu belum ada apa-apanya. Oh Muhammad Nurikhlas..tolonglah aku. Kenapa diriku sekeras dan sebengal ini? Kenapa? Aku harus bagaimana? Umurku sudah empatpuluh tetapi kalah dengan mereka yang baru berumur duatiga? Ya Allah..ya Robbi..ampunilah atas kesombonganku ini. Ampunilah diriku yang telah sangat lama mendholimi diri-Mu ya Allah. Oh terimakasih Muhammad Nurikhlas atas peringatanmu. Oh terimakasih ya Tuhan atas kesempatan aku mengikuti Ritual Ikhlas ini. Wahai temanku, tolong bawalah pulang semua perbekalanku yang banyak itu. Aku tidak memerlukan perbekalan itu. Aku hanya memerlukan keikhlasan hatiku dan niatku semata-mata memperoleh rida dari Allah SWT. Ternyata aku menemukan bahwa pikiranu itu tidak mampu menyelesaikan semua hal. Oh pikiran...pikiran...oh diriku...oh Muhammad Nurikhlas aku harus bagaimana?

Muhammad Nurikhlas:
Baiklah Cantraka Sakti aku tidak mempunyai kapasitas apapun di sini. Ada yang lebih mampu sesuai dengan bidangnya. Marilah engkau akau bawa ke Santri Kepala untuk memperoleh solusi atas persoalanmu itu.

Santri Kepala:
Wahai Cantraka Sakti dan engkau Muhammad Nurikhlas..marilah berdoa dengan membaca Al Fatihah. Bismilahir rahmaanir rahiim, dengan ini engkau aku beri nama baru sebagai Siti Nurikhlas. Alhamdu Lillaahi Rabbil Alamiin. Arrahmaaniraahim. Maaliki Yaumiddiin. Iyyaaka Na’budu wa Iyyaaka Nasta’iin. Ihdinash Shiraathal Mustaqiim. Shiraathal Ladziina An’amta ‘Alaihim Ghairil Maghdluubi ‘Alaihim Walazhzhaaalliin. Amin ya robbil alamin. Cantraka Sakti engkau istirahatlah dulu. Tenangkanlah pikiranmu. Kalau perlu mandi, ambil air wudlu, dan Salat sunatlah terlebih dulu sebelum nanti kita bersama berjamaah Salat Maghrib. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar