Senin, 05 Desember 2011

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 23: Logicist-Formalist-Foundationalist (Jawaban utk Prof Sutarto Bgn kedua)

Oleh Marsigit

Prof Sutarto, dan yang lain

Jelaslah bahwa para Matematikawan kita di Perguruan Tinggi adalah Kaum Logicist-Formalist-Foundationalist. Hal ini bisa dilihat dari Kurikulumnya, riset dan hasil-hasilnya serta pandangan-pandangannya.

Kalau ditambah gelar untuk para matematikawan kita maka lengkapnya adalah para Absolutist-Platonist-Logicist-Formalist-Foundationalist.

Setiap gelar tersebut telah menggambarkan karakteristiknya, dan mereka hidup di Dunia yang terbebas dari Ruang dan Waktu, terbebas dari Kontradiksi, terjamin Konsistensinya, tetapi terancam kedudukannya bukan sebagai Ilmuwan.

Mereka gagal bergaul dengan generasi muda sibelajar matematika secara substansi, tetapi unggul dalam bentuk formalnya. Tetapi mereka adalah harapan bagi pengembangan pure-mathematics ke depan.

Sementara Dunianya Ruang dan Waktu dihuni oleh para Intuitionist-Realist-Aristotelianist-Empiricist-Relativist, yang bergandengan tangandengan kaum Fallibist-Socio-Constructivist.

Mereka penuh dengan Kontradiksi, tidak Konsisten, bersifat relatif, mengerjakan matematika yang belum benar dan subyektif, tetapi terjamin kedudukannya sebagai Ilmuwan Sejati.

Ketika bergaul dengan siswa sibelajar matematika mereka menjelma menjadi Para Educationist seperti Realistics Mathematicist, Contextualist, Psycho-mathematicist, Psycho-therapist.

Bersambung...

2 komentar:

  1. Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 23: Logicist-Formalist-Foundationalist (Jawaban utk Prof Sutarto Bgn kedua)

    BalasHapus
  2. Assalamu’alaikum Guru Pikiranku

    Rasanya yang saya baca ini benar adanya dan saya setuju, walau ini benar menurut pikiran Bapak, sebagai orang yang baru mengenal filsafat dan Bapak sebagai Guru Pikiranku mencoba terus untuk menelaah, walau aku tahu ini benar dalam pikiran kita, mudah-mudah kita tidak menjadi sombong dengan pikiran kita, dan masih terbuka dengan pikiran orang lain yang bisa menjadi wawasan lain atau bahkan semakin memperkuat apa yang kita yakini.
    Matematika sering dianggap momok bagi sebagian besar pembelajarnya (siswa) karena substansi belajarnya hanya sebatas isi dan sangat formal karena pengajar yang mengaku diri educationist masih kental dengan ajaran kaum Kaum Logicist-Formalist-Foundationalist waktu duduk di bangku kuliah.
    Para educationist yang sekarang sedang bermesraan dengan murid-murdnya di sekolah perlu terus mendapat sentuhan Realistics Mathematicist, Contextualist, Psycho-mathematicist, Psycho-therapist, sehingga matematika benar-benar terasa sebagai LOGOS dan sebagai sahabat bagi siswa kita.

    BalasHapus