Minggu, 01 Januari 2012

MEMAHAMI HAKEKAT INTERAKSI SALAH SATU KEGIATAN BELAJAR SISWA DI RSBI

Oleh Muhammad Yusuf Bima

Dalam rangka memenuhi kebutuhan nasional akan sumber daya manusia yang unggul dan dapat bersaing secara internasional, pemerintah telah mencanangkan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional atau RSBI. RSBI ini merupakan calon dari Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).
RSBI didefinisikan sebagai sekolah rintisan yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan standar pendidikan lainnya (baik standar pendidikan dari dalam maupun luar negeri) yang mempunyai reputasi secara internasional. (Panduan Penyelenggaraan Rintisan SMA Bertaraf Internasional, 2007: 7).
Sedangkan menurut Pedoman Penjamin Mutu Sekolah/ Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional merupakan “Sekolah/Madrasah yang sudah memenuhi seluruh Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development dan/atau negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional”. Pada prinsipnya, Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional harus bisa memberikan jaminan mutu pendidikan dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Nasional Pendidikan (Pedoman Penjamin Mutu Sekolah/ Madrasah Bertaraf Internasional pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, 2007: 12)
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional adalah realisasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN 20/2003) Pasal 50 ayat 3 yang menyebutkan bahwa Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.
Adapun tujuan umum pengembangan program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional selain untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional juga sebagai sarana yang memberikan peluang baik kepada siswa maupun sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas dan prestasi bertaraf nasional dan internasional.
Interaksi merupakan syarat utama tejadinya aktivitas sosial, dari interaksi akan tumbuh jalinan kerjasama, saling membutuhkan dan sebagainya. Sekolah sebagai lembaga yang di dalamnya terdapat reaksi dan interaksi dituntut untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk siswanya. Perbedaan latar belakang sangat berpengaruh terhadap interaksi yang terjadi. Di SMA RSBI terdapat dua kelas yaitu kelas RSBI dan kelas regular dimana keduanya mempunyai latar belakang proses pendidikan yang berbeda. Siswa kelas RSBI lebih diarahkan untuk menjadi siswa yang mempunyai standar internasional, sedang siswa kelas regular tidak. Latar belakang proses pengajaran yang berbeda tersebut berimbas pada perbedaan fasilitas. Kelas RSBI mempunyai fasilitas yang lengkap dibanding kelas regular, yaitu AC dan LCD proyektor di setiap ruang kelas, kapasitas kelas dengan sedikit siswa sehingga kondusif untuk belajar mengajar, proses pembelajaran mata pelajaran tertentu menggunakan Bahasa Inggris, dan setiap siswa RSBI mendapat pinjaman laptop dari sekolah. Lain dengan siswa kelas regular yang hanya mendapat fasilitas AC dan LCD proyektor di setiap ruang kelas, siswa kelas regular tidak dituntut untuk menjadi siswa yang memilki standar internasional.
Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap interaksi sosial yang ada antara siswa kelas RSBI dengan kelas regular, dan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi interaksi antara siswa kelas RSBI dengan kelas regular. Fokus pembicaraan ini berupa : interaksi sosial antara siswa kelas RSBI dan regular dan faktor yang mempengaruhi interaksi. Beberapa hasil penelitian yang say abaca menunjukan bahwa siswa kelas RSBI lebih intensif berinteraksi dengan teman satu kelasnya (in-group) karena adanya fasilitas kelas yang lengkap, sedang kelas regular lebih bisa membaur baik dengan in-group ataupun out-group (kelas lain). Dari interaksi yang terjadi antar siswa kelas RSBI dan reguler muncul dua bentuk interaksi yaitu interaksi asosiatif yang berupa kerjasama antar siswa dalam acara-acara sekolah, dan interaksi disosiatif yang berupa persaingan dalam bidang akademik. Faktor pendukung interaksi adalah kesamaan tenaga pendidik yang mengampu mata pelajaran, serta rasa solidaritas yang terjalin kuat sehingga antar siswa membaur tanpa membawa perbedaan status. Faktor penghambat adalah adanya perbedaan fasilitas antar kelas RSBI dan reguler, serta perbedaan paradigma antar individu dalam memandang suatu hal.
Kesimpulan dalam tulisan ini adalah interaksi antar kelas RSBI dan reguler kelihatannya banyak dipengaruhi adanya perbedaan fasilitas yang berdampak pada intensitas terjadinya interaksi antar kedua kelas tersebut . Interaksi dipengaruhi oleh adanya hambatan seperti perbedaan fasilitas dan perbedaan paradigma pada masing-masing individu siswa dalam menanggapi suatu hal. Pendukung interaksi berupa adanya kesamaan tenaga pendidik yang mengampu mata pelajaran serta rasa solidaritas yang tinggi dan keinginan untuk berinteraksi tanpa membedakan latar belakang.
Semoga siswa kelas RSBI maupun regular sering melakukan kerjasama dalam acara yang diadakan sekolah, karena meski berbeda latar belakang proses pendidikannya, mereka mempunyai tujuan yang sama yaitu menuntut ilmu dan membawa nama baik sekolah di dunia luar, yang kedua, ikut serta dalam ekstrakulikuler untuk menambah intensitas interaksi diantara siswa.
Semoga menjadi bahan pemikiran buat kita semua. Amin.

Komentar untuk Forum Tanya Jawab 14: Filsafat Pendidikan Matematika

Komentar untuk Forum Tanya Jawab 14: Filsafat Pendidikan Matematika
Assalamu'alaikum Wr...Wb...
Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika. Mengikuti alur berpikir Bapak, bahwa pengertian Matematika merentang pada dimensinya. Pengertian matematika itu ada banyak sekali, sebanyak orang yang memikirkannya. Secara implicit, menurut Socrates matematika adalah pertanyaan, menurut Plato matematika adalah ide, menurut Arstoteles, matematika adalah pengalaman, menurut Descartes matematika adalah rasional, menurut Kant matematika adalah sintetik a priori, menurut Hegel matematika itu mensejarah, menurut Russell matematika adalah logika, menurut Wittgenstain matematika adalah bahasa, menurut Lakatos matematika adalah kesalahan, dan menurut Ernest matematika adalah pergaulan. Pada tataran Spiritual, Matematika adalah Rakhmat dan Karunia Tuhan. Pada tataran Filsafat atau tataran Normatif, Matematika adalah sumber-sumber ilmu, macam-macam ilmu dan pembenaran ilmu. Maka pada tataran Filsafat atau Normatif, Matematika adalah Pikiran Para Filsuf; dia meliputi metode berpikir dan pembenarannya. Pada tataran Filsafat maka Matematika itu tidak lain tidak bukan adalah Epistemologi itu sendiri.
Filsafat Pendidikan Matematika berusaha merefleksikan Pendidikan Matematika dalam konteks Ruang dan Waktunya. Obyek dari Filsafat Pendidikan Matematika adalah semua yang ada dan yang mungkin ada dalam Pendidikan Matematika. Jadi obyeknya bisa meliputi Guru Matematika, Metode Mengajar matematika, Siswa Belajar Matematika, Evaluasi Pembelajaran matematika, Sumber Belajar Matematika, dst. Tanpa Filsafat, Pendidikan Matematika Menjadi Lemah. Menurut pendapat Prof Dr Maman A Djauhari guru besar dari ITB bahwa “Lemahnya pendidikan matematika di Indonesia merupakan akibat tidak diajarkannya filsafat atau latar belakang ilmu matematika. Dampaknya, siswa, bahkan mahasiswa, pandai mengerjakan soal, tetapi tidak bisa memberikan makna dari soal itu. Matematika hanya diartikan sebagai sebuah persoalan hitung-hitungan yang siap untuk diselesaikan atau dicari jawabannya”.

Forum Tanya Jawab 69: Logika bukanlah Logicism

Oleh Marsigit

Ass, saya ingin mengklarifikasi bahwa LOGIKA bukanlah LOGICISM, sebagai berikut:

LOGICISM adalah Filsafat Matematika yang didirikan oleh Gottlob Frege dan Sir Bertrand Russell. LOGICISM adalah Filsafat Matematika yang berpendirian bahwa Matematika dapat dianggap sebagai logika. Seperti dikatakan oleh Irvine A.D Logicism is the doctrine that Mathematics is reducible to Logic".

Dalam filsafat LOGICISM, nilai Kebenaran suatu Konsep Matematika ditentukan oleh Nilai Kebenaran konsep yang terdahulu. Kaum Logicist, yaitu para pengikut LOGICISM menghendaki dan percaya bahwa Semua Matematika dapat dibangun di atas prinsip Logika.

Filsafat LOGICISM berdasarkan Buku karya Sir Bertrand Russell yang berjudul Principia of Mathematica. Setelah mempelajari buku tersebut Eves H. and Newsom C.V. kemudian mengatakan bahwa Russell di dalam buku Principia of Mathematica "is to develop mathematical concepts and theorems from these prίmitive ideas and propositions, starting with a calculus οf propositions, proceeding up through the theory of classes and relations tο the establishment of the natural number system, and thence to all mathematics derivable from the natural number system"

Sebagaisuatu Filsafat, LOGICISM kemudian menemukan sendiri kelemahannya setelah ditemukan Paradox Himpunan. Dikatakan oleh Folkerts M. (2004) bahwa "Logicist program was dealt an unexpected blow by Bertrand Russell in 1902, who points out unexpected complications with the naive concept of a set"

Pemahaman Logika dapat dibedakan pada berbagai level yang berbeda: Percakapan sehari-hari (common sense), Logika Matematika, dan Kajian Filsafat. Logika dalam pengertian sehari-hari dikonotasikan dengan Berpikir Logis. Logika Matematika adalah cabang matematika yang mempelajari Nilai Kebenaran kalimat-kalimat. Dalam Filsafat, maka Logika diperlakukan sebagai Transcendental Doctrine dibahas panjang lebar oleh I Kant dalam bukunya “Critique of Pure Reason”.

Kesimpulan:
Dalam kehidupan sehari-hari, metode berpikir yang benar sering disebut sebagai Logis. Maka berpikir Logis tidak dapat dipisahkandari semua aspek kehidupan sehari-hari. Tetapi jaraknya sangat jauh untuk sampai pada pengertian dan membedakan adanya LOGICISM. Karena LOGICISM itu adalah cabang dari Filsafat Matematika seperti yang telah saya uraikan di atas. Maka semua Filsafat tentulah mengandung unsur logika, tetapi tidaklah mereka serta merta menjadi LOGOCISM.
Misal tentang CONTEXTUAL. Contextual sebetulnya lebih tepat termasuk ke dalam ranah Psikologi. Sejauh itu sebagai kreativitas, boleh saja kita memikirkan adanya Filsafat Contextualism.

Jadi sangatlah jauh jika kita Membandingkan antara CONTEXTUAL dengan LOGICISM.

Demikian penjelasan saya, semoga bermanfaat.

Amin