Oleh Marsigit
Akar:
Wahai rumput, apakah engkau mengikuti konferensi internasional imajiner baru-baru ini. Jika engkau mengikuti apakah hasil-hasilnya. Bolehkah aku sebagai akarmu memperoleh sedikit pengalaman darimu.
Rumput:
Wahai akarku, jangankan aku, orang-orang yang lain yang lebih penting saja tidak dapat mengikuti karena terbatasnya kapasitas. Tetapi aku hanya menyaksikan para tamu lalu lalang kesana kemari. Aku juga sempat melihat dan mendengar percakapan mereka.
Akar:
Kalau boleh aku tahu apakah tema dari konferensi internasional imajiner itu?
Rumput:
Temanya adalah hakekat ilmu
Akar:
Wah...wah. Ini tidak adil.
Rumput:
Kenapa?
Akar:
Wahai rumput, bukankah engkau tahu bahwa ilmu itu bukan monopoli orang-orang penting saja. Bukankah untuk sekedar menjadi akar seperti aku ini juga memerlukan ilmu.
Rumput:
Benar apa katamu. Lalu kalau begitu, apa maksudmu?
Akar :
Begini saja. Daripada mengharap terlalu besar, kita mengadakan sendiri konferensi dengan tema yang sama yaitu hakekat ilmu, tetapi dengan peserta kelompok umum, kelompok awam, kelompok jalanan, kelompok sepele, kelompok sederhana dan kelompok pinggiran bahkan kelompok terpencil.
Rumput:
Ide yang bagus. Aku setuju itu. Baik kalau begitu aku akan undang semuanya untuk hadir besok dilapangan berumput ini untuk mengadakan konferensi daerah dengan tema “hakekat ilmu” juga.
Dari pada susah-susah mencarinya, maka engkau akar rumput saya jadikan moderatornya.
Konferensi Daerah Imajiner di Gelar
Akar Rumput:
Wahai pedagang klontong, bank plecit, tukang bakso, tukang becak, guru ngaji, petani, sopir bus, dukun pijat, prt, teknisi komputer, pemancing ikan, siswa sekolah, menurutmu apakah yang engkau maksud dengan ilmu itu?
Pedagang klontong:
Menurutku, ilmu adalah laku jualanku. Sebenar-benar diriku adalah bisa menjual sebanyak-banyak daganganku. Maka aku tidaklah perlu yang lain-lain. Maka laku daganganku itulah ilmuku.
Bank plecit:
Menurutku, ilmu adalah sebesar-besar laba modalku. Tiadalah peduli aku bagaimana mereka mengembalikan uangku, tetapi hidupku adalah laba-laba modalku. Itulah sebenar-benar ilmuku yaitu laba-labaku.
Tukang bakso:
Menurutku, ilmu adalah habis terjuallah bakso ku ini. Bagiku tiadalah yang lebih penting dari pada bagaimana menjajakan bakso ini sampai habis. Maka itulah sebenar-benar ilmuku.
Guru ngaji:
Menurutku, ilmu adalah membaca kitab suci dan mengamalkannya. Tiadalah kegiatanku dan kegiatan mereka melebihi yang lain kecuali membaca kitab dan mengamalkannya. Itulah sebenar-benar ilmuku.
Tukang becak:
Menurutku, ilmu adalah sebanyak-banyak aku bisa menghantar orang bebergian, tidak terlalu dekat dan juga tidak terlalu jauh. Maka sehari-hari yang aku pikir adalah bagaimana orang mau ku antar dengan becakku ini dalam bebergiannya. Itulah sebenar-benar ilmuku.
Petani:
Menurutku, ilmu adalah panen. Siang dan malam aku berpikir bagaimana pada musim ini aku bisa panen dengan baik, karena jika tidak maka habis sudah harapanku. Itulah sebenar-benar ilmuku yaitu bagaimana bisa panen dengan baik.
Sopir bus:
Menurutku, ilmu adalah setoran. Aku selalu berusaha bagaiman setoranku terpenuhi, syukur-syukur pendapatanku bisa melebihi setoran. Terkadang aku harus ngebut dan menanggung resiko tabrakan di jalan, itu semua demi setoran. Itulah sebenar-benar ilmuku.
Dukun pijat:
Menurutku, ilmu adalah bagaiman pijatanku bisa terasa enak dan nyaman, sehingga orang yang aku pijat dapat kembali ke sini. Syukur-syukur jika orang yang ku pijat itu bisa menyampaikan kehebatan pijatanku ini. Itulah sebenar-benar ilmuku.
Prt:
Menurutku, ilmu adalah bagaiman bos atau juraganku tidak marah dengan aku dan tetap terjamin memberi gaji bulanan kepadaku. Itulah sebenar-benar ilmuku.
Teknisi komputer:
Menurutku, ilmu adalah komputer dan jaringannya tidak ngadat. Listriknya juga tidak padam, virus-virus didalam komputer bisa aku hilangkan. Itulah sebenar-benar ilmuku.
Pemancing Ikan:
Menurutku, ilmu adalah kesabaranku menunggu datangnya ikan. Jika aku tidak sabar maka ikan-ikan itu tidak mau datang dan tidak mau memakan umpanku. Itulah sebenar-benar ilmuku.
Siswa sekolah:
Menurutku, ilmu adalah nilai UAN. Tiadalah yang lebih penting dari hidupku kecuali nilai UAN. Maka siang dan malam aku berusaha berpikir bagaimana aku memperoleh nilai yang tinggi pada UAN.
Semua peserta konferensi daerah imajiner, bersama-sama bertanya kepada rumput. Wahai rumput, lha kalau engkau. Menurutmu ilmu itu apa?
Rumput:
Menurutku, ilmu adalah kesaksianku. Siang malam aku hanya bisa melihat dan menyaksikan segala macam ucapan dan perbuatanmu. Maka setinggi ilmuku adalah menyaksikan engkau semua. Itulah sebenar-benar ilmuku. Itulah sebabnya aku selalu bergoyang-goyang agar aku selalu bisa menyaksikanmu. Maka bolehlah engkau panggil aku sebagai rumput yang bergoyang.
Sebelum aku menutup kenferensi ini, perkenankanlah juga aku ingin bertanya kepada moderator, wahai akar rumput, lha kalau menurutmu apakah ilmu itu?
Akar rumput:
Menurutku, ilmu adalah kewajibanku melayanimu. Siang dan malam kegiatanku hanyalah melayanimu agar engkau tidak kurang satu apapun, agar engkau sebagai rumputku bisa tetap hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar