Sabtu, 17 Desember 2011

Elegi Menggapai Sepi

Oleh Marsigit

Ramai:
Aku adalah suaraku. Aku diucapkan dengan sepenuh dayaku oleh subyekku. Tiadalah orang di luar diriku mendengar suaraku, karena aku menutup bibirku. Aku juga menutup mulutku. Aku juga menutup leherku. Aku tidak menggunakan hanya hatiku yang satu. Aku tidak hanya menggunakan hatiku yang tiga. Aku tidak hanya menggunakan seluruh tubuhku sebagai hatiku. Tetapi aku juga menggunakan seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku sebagai hatiku. Anehnya aku mulai mendengar suaraku di dalam telingaku. Aku juga juga mulai mendengar suaraku di dalam mulutku. Aku juga mulai mendengar suaraku di leherku. Aku juga mulai mendengar suaraku di hatiku yang satu. Aku juga mulai mendengar suaraku di hatiku yang tiga. Aku tidak hanya mendengar suaraku di seluruh tubuhku. Tetapi aku mendengar suaraku di seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku. Jika aku sebut seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku adalah hatiku maka aku mendengar suaraku di semua hatiku. Aku mendengar suaraku di hatiku yang tersebar di seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku.
Padahal aku tahu suara apakah yang aku ucapkan itu. Maka ketika aku suaraku itu dengan segenap daya, upaya, jiwa dan ragaku, aku mendengar suara yang ramai membahana luar biasa. Suara itu terdengar tidak hanya di seluruh sel-sel tubuhku tetapi suara itu juga aku dengar di seluruh lingkunganku sampai batas pikiranku. Maka aku merasa menemukan dunia dan di luar duniaku penuh dengan suaraku itu. Di dalam kesepian aku telah menemukan ramai luar biasa.
Wahai sepi, aku ingin bertanya benarkan semua pengakuan-pengakuan itu?
Apakah ramaiku itu sepi?
Apakah perbedaan ramai dan sepi?
Bagaimanakah menggapai sepi itu?

Sepi:
Wahai suara, menurut kesaksianku, tiadalah engkau mampu menggapai sepi jikalau engkau masih mengaku-aku dirimu itu. Sekali saja engkau membuat pengakuanmu, maka setidaknya sekali itu pula dirimu telah membuat tidak sepi. Itu artinya engkau tidak akan pernah bisa menggapai sebenar-benar sepi.

Ramai:
Contoh konkritnya bagaimana?

Sepi:
Ulangi saja ucapanmu tadi, tetapi tanpa menyebut-nyebut dirimu.

Ramai:
Baiklah akan aku coba.
Adalah suara. Diucapkan dengan sepenuh daya. Tiadalah orang di luar diri mendengar suara, karena bibir ditutup. Mulut juga ditutup. Leher juga ditutup. Tidak menggunakan hanya hati yang satu. Tidak hanya menggunakan hatiku yang tiga. Tidak hanya menggunakan seluruh tubuh sebagai hati. Tetapi juga menggunakan seluruh lingkungan sampai batas pikiran sebagai hati. Anehnya mulai terdengar suara di dalam telinga. Juga mulai terdengar suara di dalam mulut. Juga mulai terdengar suara di leher. Juga mulai terdengar suara di hati yang satu. Juga mulai terdengar suara di hati yang tiga. Suara tidak hanya terdengar di seluruh tubuh. Tetapi terdengar di seluruh lingkungan sampai batas pikiran. Jika disebut seluruh lingkungan sampai batas pikiran adalah hati maka suara terdengar di semua hati. Suara terdengar di hati yang tersebar di seluruh lingkungan sampai batas pikiran.
Padahal tahu suara apakah ucapkan itu. Maka ketika suara itu diucapkan dengan segenap daya, upaya, jiwa dan raga, terdengar suara yang ramai membahana luar biasa. Suara itu terdengar tidak hanya di seluruh sel-sel tubu tetapi suara itu jugaterdengar di seluruh lingkungan sampai batas pikiran. Maka terasa ditemukan dunia dan di luar dunia penuh dengan suara itu. Di dalam kesepian telah ditemukan ramai luar biasa.

Sepi:
Bagaimanakah ramai. Apakah engkau mulai bisa merasakan bedanya bersuara tanpa partisipasi dirimu?

Ramai:
Aku agak merasakan bedanya. Setidaknya aku merasa telah kehilangan keakuanku.

Sepi:
Ulangi lagi saja ucapanmu bagian akhir, tetapi tanpa menyebut-nyebut dirimu.

Ramai:
Baiklah akan aku coba:
"Padahal tahu suara apakah ucapkan itu. Maka ketika suara itu diucapkan dengan segenap daya, upaya, jiwa dan raga, terdengar suara yang ramai membahana luar biasa. Suara itu terdengar tidak hanya di seluruh sel-sel tubuh tetapi suara itu jugaterdengar di seluruh lingkungan sampai batas pikiran. Maka terasa ditemukan dunia dan di luar dunia penuh dengan suara itu. Di dalam kesepian telah ditemukan ramai luar biasa"

Sepi:
Bagaimanakah ramai. Apakah engkau mulai bisa merasakan bedanya bersuara tanpa partisipasi dirimu?

Ramai:
Wahai sepi. Ampunilah diriku. Aku telah merasakan bedanya yang luar biasa. Aku telah merasakan diriku itu tiada daya dan upaya. Maka aku tidak tahu dari manakah suara itu. Aku terasa sangat lemah. Aku tidak mampu berpikir bahkan aku hampir lupa siapa diriku itu. Tak terasa air mataku mulai mengalir membasahi pipiku. Tubuhku mulai terasa bergemetar.

Sepi:
Wahai ramai, mengapa masih saja engkau ucapkan dirimu itu? Maka jika engkau masih saja ucapkan dirimu itu, maka sepi itu tidaklah akan datang menghampiri dirimu. Maka ulangilah ucapanmu yang terakhir, tetapi janganlah ucapkan dirimu itu.

Ramai:
"Ampunilah. Telah terasa bedanya yang luar biasa. Telah dirasakan diri itu tiada daya dan upaya. Maka tidaklah diketahui dari manakah suara itu. Terasa sangat lemah. Tidak mampu berpikir bahkan hampir lupa siapa diri itu. Tak terasa air mata mulai mengalir membasahi pipi. Tubuh mulai bergemetar"

Sepi:
Wahai ramai. Sia-sialah dirimu itu. Mengapa tidak engkau gunakan kata-katamu itu untuk sebenar-benar berdoa? Sebenar-benar sepi ialah doa-doamu tanpa keakuanmu. Sepi adalah doa-doaku tanpa keakuanku.

Ramai:
Wahai sepi, ampunilah diriku. Oh maaf ampunilah diri. Aku ingin menangis. Oh maaf ingin menangis.

Sepi:
Wahai ramai, sebenar-benar sepi adalah doa-doamu tanpa keakuanmu. Sebenar-benar sepi adalah doa-doaku tanpa keakuanku. Tangisanmu itulah kecerdasan hatimu. Maka marilah kita berdoa kepada Tuhan.

Sepi dan Ramai bersama-sama berdoa:
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada Mu keselamatan pada agama, kesehatan badan, tambahan ilmu pengetahuan, keberkahan rizqi, taubat sebelum mati, rahmat ketika mati dan ampunan setelah mati. Ya Allah, ringankanlah sekarat-maut (kami), selamat dari neraka dan ampunan pada hari diperhitungkan amal. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau berikan petunjuk, dan karuniakanlah kami rahmat dari sisi-Mu, karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi (karunia). Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta hindarkanlah kami dari siksa neraka. Maha Suci Tuhanku, Tuhan Pemilik kemuliaan, dari apa yang mereka (orang-orang kafir) katakan. Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada para Utusan. Segala puji bagi Allah, Tuhan Pemelihara alam semesta. Amien

Tidak ada komentar:

Posting Komentar