Selasa, 27 September 2011

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 22: Apakah Mat Kontradiktif (Jawaban utk Prof Sutarto Bgn Kesatu)

Oleh Marsigit

Pertanyaan Prof Sutarto:
Bisakah kita menyebut matematikawan sbg kaum logicist-formalist-foundationost?
Apakah memang harus dibedakan mathematian math dan students math? Bgm menjembataninya?

Tanggapan saya (Marsigit):

Terimakasih Prof Sutarto. Untuk menjawab pertanyaan Bapak saya mengemukakan Tiga Kutub besar yaitu Mathematician, Philosopher, dan Educationist.

Bagi Mathematicians, "3+4=7" is a true statement without requiring a human mind to state the problem. Sementara the Philosophers assuming it as transcending from the context of the human mind. Dan tidak semua mathematicians would strictly agree with this.

Jika the Mathematicians just try to research maka the Philosopher try to reflect. Maka the philosophy of mathematics contains several viewpoints on this case. Sementara para Educationists sangat menaruh perhatian kepada apa yang terjadi pada diri siswa.

Pandangan tentang matematika dapat dibelah menjadi 2 (dua) saja. Pertama, memandang obyek matematika sebagai IDE dalam pikirannya (Absolutism-Idealism-Platonism); kedua memandang obyek matematika di luar pikirannya (Intuitionism-Realism-Aristotelianism).

Absolutism-Idealism-Platonism kemudian melahirkan Logicist-Formalist-Foundationlist. Sedangkan Realism-Relativism-Aristotelianism kemudian melahirkan Empiricism-Fallibism-SocioConstructivism. Yang saya sebut semua itu adalah masih dalam kategori sebagai the Philosophy yang menaungi baik Philosopher maupun Mathematician.

Matematika di Perguruan Tinggi pada umumnya adalah Pure Mathematics yang merupakan karya Logicist-Formalist-Foundationalist, khususnya adalah karya-karya Formalist Hilbert. Jadi hampir semua Matematikawan sekarang ini sebetulnya adalah kaum Hilbertianism.

Walaupun karya-karya Hilbert telah mendapat kritik dari muridnya sendiri Godel, tetapi karena the Mathematical System yang berhasil dibangun dianggap sebagai monumental, maka the followernya sangat membanggakannya seakan tidak ada matematika yang lainnya.

The Mathematical System yang dibangun oleh Logicist-Formalist-Foundationalist mempunyai sifat-sifat seperti yang disampaikan oleh saudari Kriswianti al bersifat abstrak, konsisten, ...dst. Dalam mana hal demikian telah dikritik oleh Intuitionist-Fallibist-SocioConstructivist sebagai MITOS belaka.

Bersambung..
Posted by Dr. Marsigit M.A.

1 komentar:

  1. Assalamu’alaikum Guru Pikiranku

    Kekhawatiran perbedaan cara pandang Mathematician, Philosopher, dan Educationist semakin dirasa setelah matematika dihadapkan pada pembelajar matematika, apakah matematika ini dianggap sebagai MITOS belaka atau sebagai LOGOS seperti yang diharapkan, jika The Mathematical System yang dibangun oleh Logicist-Formalist-Foundationalist tidak bisa diusik oleh siapapun rasanya matematika akan semakin ditinggalkan yang tertinggal hanya puing-puing MITOS. Sebagai educationist rasanya saya lebih cenderung memandang obyek matematika sebagai Intuitionism-Realism-Aristotelianism walau kita tidak bisa menafikan memandang obyek matematika sebagai Absolutism-Idealism-Platonism. Perubahan kurikulum yang terjadi konon mayoritas digodok oleh kaum Logicist-Formalist-Foundationalist, bahkan diminta saran mereka untuk perbaikan, sementara kita tahu seharusnya kurikulum matematika sekolah perlu lebih banyak mendapatkan sentuhan dari kaum educationist secara teknik, metode, pendekatan, jenis, model pembelajaran, dan kaum mathematicians menyentuh substansi isinya, dan philosopher menyentuh keterkaitan antara dunia nyata dengan mind siswa artinya mau dibawa ke mana, mau diapakan, untuk apa matematika ini.
    Menurut hemat saya ketidakharmonisan hubungan antara Mathematician, Philosopher, dan Educationist, sampai sekarang khusus matematika sekolah masih dianggap susah menemukan metode yang tepat untuk membelajarkan siswa karena mind set, motivasi siswa terhadap matematika ini berbeda karena disampaikan oleh yang notabene kaum Educationist, juga disampaikan oleh Mathematicians. Mudah-mudahan “AKUR” diilhamkan pada Mathematician, Philosopher, dan Educationist sehingga masa depan matematika dan followernya bisa mendapatkan tempat yang layak, walau akau tahu itu semua masih mimpi karena kalau keegoan itu masih bercokol di hati jangankan kebenaran dari orang lain bahkan kebenaran Tuhan yang merupakan Absolutly Consisten bisa dianggap angin lalu. Na’udzubillah.
    Jangan dilupakan Matematika adalah salah satu cabang ilmu Tuhan yang diturunkan ke bumi, untuk mempermudah manusia mengenal dan mencapai Tuhan nya, mari kita perlakukan matematika dan followernya dengan sentuhan yang santun dan manusiawi dengan cara saling terbuka dan menerima saran yang konstruktif tanpa memperuncing perbedaan.

    BalasHapus