Rabu, 21 September 2011

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 12: Apakah Matematika Kontradiktif? (Bagian kedua) Oleh Marsigit

Seperti yang telah saya katakan bahwa pertanyaan ini hanyalah menyangkut "skala ketelitian memandang dan menguji konsistensi logika dan bentuk formal matematikanya".

Seperti kita ketahui bahwa secara filosofis, semua Logicist dan Formalist tanpa kecuali adalah seorang Foundamentalist. Artinya bahwa Sistem atau Struktur Matematika yang dikembangkan berawal dari Anggapan atau Pra-anggapan (Assumption or Pre-assumption) yang contohnya bisa berupa Unsur Primitif (Primitive Element), Kesepakatan (Convention/Agreement), Pengandaian (Assumption) atau Definition.

Sistem Matematika yang terbuka terancam oleh Ketidaklengkapannya; dan Sistem Matematika yang tertutup terancam Ketidakkonsistenannya (Teorema Kelengkapan dan Teorema Ketidaklengkapan dari Godel). Artinya, agar tetap terjamin Konsistensi logika matematikanya maka kaum Logicist-Formalist-Foundationalist cenderung membangun Sistem Matematika yang bersifat Tertutup.

Skala ketelitian memandang dan menguji konsistensi dan Ketidak-kontrakdisian Sistem Matematika berkenaan dengan Awal-Akhirnya Sistem, Sub-sistem, atau Unsur-unsur atau Elemennya.

Tidak dibantah bahwa jika Sistem Matematika mencakup Asumsi Dasar, Definisi, Aksioma, Teorema sampai pada Lema-lemanya, maka selama ini kaum Logicist-Formalist-Foundationalist telah berhasil membuktikan kokohnya Konsistensi dan Tiadanya Kontradiksi (menurut istilah almh Prof. Ir RMJT Soehakso, sebagai Rigor).

Lantas dimanakah relevansi pertanyaan "Apakah Matematika Kontradiktif"? Relevansinya adalah bahwa pertanyaan ini berusaha Menguji adanya Kontradiksi pada setiap Unsur-unsurnya dari sistem matematika yang ada.

Hasilnya sangat mengejutkan, karena DITEMUKAN BAHWA SETIAP UNSUR PEMBENTUK SISTEM MATEMATIKA TERNYATA BERSIFAT KONTRADIKTIF. Anehnya, unsur-unsur kontradiktif demikian telah berhasil membangun Sistem Matematika yang diklaim oleh Logicist-Formalist-Foundationalist sebagai KONSISTEN dan TIDAK KONTRADIKTIF.

Bagimana kita menemukan Kontradiksi dari setiap unsur-unsur itu? Akan saya uraikan pada Bagian Ketiga.
Posted by Dr. Marsigit M.A

1 komentar:

  1. Assalamu’alikum Guru Pikiranku
    Hakekat:
    Perlu diakui anggapan dan pra anggapan para Logicist dan Formalist dan seluruh pengikut-pengikutnya sangat fundamental berdasarkan konvensi (kesepakatan) dan pengandaianpun berdasarkan konvensi. Kenyataan ini tidak bisa dipungkiri sebagian besar para pecinta matematika yang tidak meningkatkan dimensi berpikir matematika dan terbebas dari ruang dan waktu akan terkukung dalam kekakuan, egoism, cenderung tertutup, bahkan tidak toleran terhadap cara berpikir kontradiksi walau sudah tahu bahwa matematika yang dipelajari selama ini bisa kontradiksi jika menembus ruang dan waktu.
    Metode
    Sebagai pengikut para Logicist dan Formalist yang telah meletakkan cara-cara berpikir matematika tanpa kontradiksi, perlu adanya peningkatan cara berpikir lintas ruang dan waktu, supaya tidak tergantung pada keakuan bahwa aku (matematika tanpa kontradiksi) yang paling benar, padahal kebenaran itu hanyalah kebenaran berdasarkan kesepakatan (koherensi), walau ada kebenaran korespondensi, dan kebenaran relative. Apapun keyakinan yang diajarkan paraLogicist dan Formalist itu tetap harus ditempatkan pada posisi yang tetap berdasarkan ruang dan waktu, yang penting bisa menjadi partisi-partisi logos yang membawa para pengikut para Logicist dan Formalist menuju kebenaran mutlak (absolute) yaitu kebenaran Tuhan.
    Manfaat
    Elegi ini mengarahkan para pengikut Logicist dan Formalist matematika tanpa kontradiksi untuk selalu waspada terhadap kesombongan (keakuan) selama ini, padahal matematika hamper semua dibangun atas unsur-unsur yang kontradiksi, terbukalah pada ruang dan waktu, atau para Logicist dan Formalist tanpa kontradiksi hidup dalam kekakuan atau lambat laun matematika akan ditinggalkan pengikut yang akan datang.
    Terima kasih guru Pikiranku atas pencerahan ini.

    BalasHapus