Rabu, 21 September 2011

Elegi Pemberontakan Pendidikan Matematika 16: Apakah Matematika Kontradiktif (Bagian Keenam) Oleh Marsigit

Unsur Dasar terkecil pembentuk Sistem Matematika tidak bersifat Singular, artinya karena unsur singular tidak memberikan makna apapun. Tetapi unsur singular ini merupakan pembentuk Unsur Dasar melalui penciptaan Definisi atau Aksioma. Oleh karena itu untuk menemukan apakah matematika kontradiktif, kita mengujinya pada Unsur Dasar tersebut.

Secara filosofis Unsur Dasar pembentuk Sistem Matematika merupakan relasi atau hubungan sifat antara dua atau lebih unsur singular. Maka Unsur Dasar Sistem Matematika merupakan suatu SIFAT satu atau lebih unsur singular yang diterangkan oleh SIFAT dari satu atau lebih unsur yang lain.

Secara bahasa relasi antar unsur singular sebagai pembentuk Unsur Dasar Pembentuk Sistem Matematika dapat dinyatakan sebagai hubungan antara SUBYEK dan PREDIKAT. Contoh Unsur-unsur Dasar X=0, Xi=1, Y pengikut X, A=A+1, X anggota R, ...dst.

Pada X=0, X sebagai Subyek dan 0 sebagai Predikat. Pada Xi=1, Xi sebagai Subyek dan 1 sebagai Predikat. Pada Y pengikut X, X sebagai Subyek dan Y sebagai Predikat. Pada A=A+1, A sebagai Subyek dan A+1 sebagai Predikat. Pada X anggota R, R sebagai Subyek dan X sebagai Predikat.

Tanda "=" secara bahasa bisa dibaca "adalah". Kalimat "Y pengikut X" secara bahasa dapat dibaca "Y adalah pengikut X". Kalimat "X anggota R" secara bahasa dapat dibaca "X adalah anggota R".

Secara bahasa maka term "adalah" itulah yang menghubungkan Subyek dan Predikat. Dalam Sistem Matematika maka "adalah" itulah term Pembentuk Relasi antar unsur-unsur singular atau Pembentuk Definisinya. Dalam filsafat, term "adalah" merupakan Pembentuk Unsur Dunia, baik Dunia yang terbebas atau yang terikat oleh Ruang dan Waktu. Lebih lanjut, term "adalah" inilah sebagai penghubung unsur-unsur dasar Pembentuk Prinsip Dunia.

Seperti yang telah saya sampaikan bahwa Hanyalah Ada Dua Prinsip atau Hukum Dasar Dunia yaitu HUKUM IDENTITAS dan HUKUM KONTRADIKSI. Hukum Identitas berbunyi "SUATU DIRI UNSUR ADALAH DIRI UNSUR ITU SENDIRI"; secara matematika dinyatakan sebagai "A=A". Semua hukum yang tidak sesuai dengan hukum identitas disebut HUKUM KONTRADIKSI.

Secara Bahasa, Hukum Identitas dapat dipahami sebagai "Predikat yang sama dengan Subyeknya dan Subyeknya yang sam dengan Predikatnya". Secara Filsafat, Hukum Identitas dapat dipahami sebagai "Predikat yang termuat dalam Subyeknya dan Subyeknya yang termuat dalam Predikatnya"; jikalau tidaklah demikian maka berarti kita telah menemukan Hukum Kontradiksinya.

Bagaimana kita menemukan Kontradiksinya?

Akan saya posting Bagian Ketujuh. Amin
Posted by Dr. Marsigit M.A

1 komentar:

  1. Assalamu’alikum Guru Pikiranku
    Hakekat:
    Matematika terbentuk dari unsure-unsur non singular, unsure-unsur matematika yang primitive, awalnya dianggap tidak bermakna bahkan tidak penting, seiring berkembangnya waktu dibangunkan kesepakatan (konvensi) akhirnya dianggap bermakna setelah dipertemukan dengan unsure-unsur lain yang dianggap serupa, terbentuklah definisi yang tidak bisa diganggu gugat dalam pandangan kaum Logicist-Formalist-Foundationalist, terbentuklah teorema yang bisa dibuktikan merujuk pada definisi yang disepakati, inilah keterbatasan matematika atau yang dikenal SIFAT matematika. Unsur sama dengan “=” mempunyai peranan yang sangat penting dalam menghubungkan antara SUBYEK dan OBYEK, padahal “=” atau kata lain “adalah” sebagai unsure pembentuk definisi, teorema, postulat, dalil yang notabene bisa terpegaruh oleh perubahan waktu dan ruang atau bahkan tidak terpengaruh oleh ruang dan watu. Inilah yang dipahami sebagai MATEMATIKA KONTRADIKSI.
    Metode
    Perlu sensitive memahami perubahan bahwa semakin terus diperluas dan diperdalam system dalam matematika, akan semakin menemukan keterpaduan antara prinsip identitas dan prinsip kontradiksi, luar biasa menjadi satu kesatuan membangun dunia, seperti ADA dan TIDAK ADA yang saling melengkapi untuk menunjukkan eksistensi ADA atau TIDAK ADA.
    Manfaat
    Keakuanku selama ini sebagai pengikut kaum Logicist-Formalist-Foundationalist sedikit demi sedikit mengalami perubahan dimensi berpikir tentang matematika, pikiran tidak dimonopoli lagi oleh ajaran kaum Logicist-Formalist-Foundationalist, aku merasakan bebas mengembangkan cara bepikirku yang dipadukan dengan BASIC KNOWLEDGE dari ajaran kaum Logicist-Formalist-Foundationalist sebagai cikal bakal pemahaman matematika tanpa ruang dan waktu.
    Terima kasih Guru Pikiranku.

    BalasHapus