Jumat, 07 Oktober 2011

Elegi Menggapai Matematika Yang Tidak TUNGGAL

Berikut adalah Jawaban saya terhadap pertanyaan perihal Hakekat Matematika dari seorang dosen ITB pada milinglist INDOMS.Groups@yahoo.com

Ass. Wr. Wb.
Maaf masih meneruskan perihal Hakekat/Definisi Matematika.

Pertanyaan perihal Hakekat Matematika sebetulnya sudah sejak setua pertanyaan tentang Hakekat Ilmu atau Hakekat Pengetahuan.

Mengapa? Karena sebagaian Matematikawan maupun Filsuf memandang Matematika sebagai Ilmu.

Pernah saya persoalan mengenai Kriteria apakah Matematika itu merupakan Ilmu. Menurut Immanuel Kant, Matematika bisa menjadi Ilmu jika dia bersifat SINTETIK A PRIORI.

Sejak Jaman Yunani Kuno, pertanyaan tentang Hakekat Matematika dapat dijawab dari segi apakah OBYEKNYA dan apakah METODENYA.

Menurut Plato, obyek Ilmu (Matematika) itu BERADA DI DALAM PIKIR. Sedangkan menurut Aristoteles, obyek Ilmu (Matematika) itu berada DI LUAR DIRI PIKIRAN KITA.

Menurut Plato, Matematika itu SUDAH ADA LENGKAP DARI SONONYA. Oleh karena itu, maka tugas manusia berikutnya adalah TINGGAL MENEMUKANNYA. Plato berpendapat bahwa tidak semua orang mampu menemukan matematika. Sebagian orang tidak mampu menemukan matematika dikarenakan JIWANYA/PIKIRANNYA TERPENJARAKAN OLEH BADANNYA.

Menurut Plato, Matematika adalah ABSOLUT, IDEAL, ABSRAK dan BERSIFAT TETAP. Menurutnya, TIDAK ADALAH BAHWA MATEMATIKA ITU CACAT, KURANG SEMPURNA ATAU SALAH. Pendapat Plato ini kemudian melahirkan ALIRAN ABSOLUTISME atau IDEALISME dalam MATEMATIKA. Singkat kata, aliran PLATONISME inilah yang dianut sebagian besar MATEMATIKAWAN MURNI (di Perguruan Tinggi).

Sedangkan Aristoteles mendefinisikan MATEMATIKA SEBAGAI PENGALAMAN. Menurutnya, tiadalah Ilmu atau Matematika yang tidak berdasarkan pengalaman. Dengan demikian ciri-ciri Matematika menurut Aristoteles adalah KONGKRIT DAN RELATIF. Pendapat Aristoteles inilah yang kemudian menjadi cikal bakal munculnya ALIRAN EMPIRICISM.

Puncak pertentangan pendapat antara PLATO dan muridnya Aristoteles ini terjadi pada Awal Jaman Modern antara Rene Descartes dan David Hume. Rene Descartes sang pengikut PLato akhirnya melahirkan Aliran RASIONALISME; sedangkan David Hume tetap melangengkan EMPIRICISM.

Oleh karena itu pada Jaman Sekarang (Kontemporer), maka selalu saja minimal ADA DUA PENDAPAT TENTANG HAKEKAT MATEMATIKA. Paling tidak mereka adalah PLATONISM di Perguruan Tinggi dan Aristotelian di SEKOLAH.

Dalam sejarahnya Hilbert pernah mencoba MENYATUKAN MATEMATIKA, dengan MEMBUAT SATU SISTEM MATEMATIKA YANG TUNGGAL. Yaitu bahwa Hakekat Matematika adalah TUNGGAL saja, yang disebut sebagai MATEMATIKA FORMAL.

Tetapi begitu hampir selesai membangun yang dianggap Matematika yang Tunggal, muridnya yang bernama GODEL menemukan dan membuktikan bahwa TIDAKLAH MUNGKIN BISA DICIPTAKAN MATEMATIKA YANG TUNGGAL.

Menurut GODEL, jika MATEMATIKA BERSIFAT TUNGGAL MAKA DIA AKAN TERTUTUP. JIKA MATEMATIKA TERTUTUP MAKA MATEMATIKA TIDAKLAH LENGKAP.

Menurut GODEL, agar Matematika bersifat LENGKAP maka dia HARUSLAH TERBUKA. JIKA MATEMATIKA TERBUKA MAKA DIA TIDAKLAH KONSISTEN.

Kesimpulannya adalah AGAR MATEMATIKA TETAP KONSISTEN MAKA DIA TIDAKLAH TUNGGAL.

Perjalanan dan penjelajahan panjang Kampiun Matematikawan Indonesia Almarhum Prof Ir RMJT Soehakso, akhirnya TERPAKSA HARUS MENGAKUI BAHWA MATEMATIKA HARUSLAH BERSIFAT MULTIFACET atau MULTIMUKA.

Itulah sebabnya, sekarang ini TIDAKLAH MUNGKIN kita mampu berdiskusi sekedar untuk memperoleh kesepakatan mengenai Hakekat atau Definisi Matematika yang TUNGGAL.

Jika pada akhirnnya dianggap terdapat atau bisa diterapkan Hakekat Matematika yang Tunggal, itu berarti telah terjadi DISTORSI atau Pengabaian Hakekat Matematika yang lainnya.

Kaum Socio Constructivist akhirnya Harus mengembangkan Matematika sesuai dengan Konteks diri Subyek yang mempelajarinya.

Dari dulu hingga sekarang, di tingkat Dunia, Platonism telah mendominasi Dunia bahkan sampai ke Indonesia. Sedangkan Aristotelian dengan kemudian Socio-Constructivisnya telah menjadi ALTERNATIF BARU bagi Pandangan tentang Hakekat Matematika.

Oleh karena itu, mohonkan maaf saya untuk menyampaikan bahwa sebagian besar Matematikawan kita di Universitas adalah Kaum Platonism. Sedangkan Implementasi Kebijakan Pendidikan Matematika di Indonesia juga dipengaruhi dan ditentukan oleh mereka (Platonism yang berada di ITB, UI, IPB dan UGM) maka tidaklah mungkin UJIAN NASIONAL dapat dihapus TANPA RIDLO dan KEIKHLASAN dari mereka.

Saya, Marsigit dalam kesendiriannya, merasakan sebagai mewakili ARUS BAWAH, yaitu Arusnya Kebutuhan Siswa Belajar Matematika yang bersesuaian dengan Aristotelian.

Saya menyadari BETAPA GERAHNYA dan TIDAK NYAMAN teman-teman Platonism dari ITB, UGM, IPB dan UI, atas segala IDE dan Usaha saya untuk membela Generasi Muda belajar matematika.

Dengan ini kami ingi sampaikan PERMOHONAN KEIKHLASAN AGAR SUDILAH KIRANYA TEMAN-TEMAN PLATONISM DARI 4 PT tsb UNTUK SEKEDAR MEMBUKA PINTU HATI AGAR SEDIKIT BERSEDIA MENDENGAR JERITAN HATI DAN RATAPAN NASIB KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA SD DAN SMP.

Jikalau KEJADIAN ATAU AMBISI ATAU HEGEMONI INI TETAP DITERUSKAN, MAKA Alih Generasi sampai TUJUH TURUNAN pun, TIDAKLAH MUNGKIN KITA MAMPU MEMPERBAIKI PENDIDIKAN MATEMATIKA DI SEKOLAH.

Paling tidak saya mengharapkan adanya KOMPROMI, atau sedikit KESEDIAAN untuk sekedar MENGAKUI BAHWA SEKARANG TELAHLAH MULAI ADA KESADARAN BAHWA MATEMATIKA TIDAKLAH TUNGGAL. MATEMATIKA TIDAKLAH HANYA PLATONISM, SEBUAH KERAJAAN DIMANA ENGKAU WAHAI SAUDARAKU YANG TELAH, SEDANG DAN AKAN TERUS MEMBANGUN HEGEMONINYA DI TANAH AIR INI.

Salam dan Maaf

Marsigit, UNY

1 komentar:

  1. Assalamu’alikum Guru Pikiranku
    Aspek Ontologi
    Sebagai “pengikut” PLATONISM karena secara langsung waktu di perguruan tinggi mendapatkan bimbingan dan arahan juga dari pengikut PLATONISM, setelah membaca elegi-elegi ini sangat membantu untuk meluluhkan EGOISME yang munculkan selama ini. Perilaku ingin menang sendiri, kurang terbuka, bahkan kurang kreatif sangatlah terasa, sebahagian besar hidupku dininabobokan oleh PLATONISM, padahal sebagai pendidik harusnya banyak mendapatkan arahan dan bimbingan dari ARISTOTELISM. Memang disadari bahwa antara PLATONISM dan ARISTOTELISM akan sangat sulit disatukan persepsinya karena berbeda kepentingan, orientasi, bahkan ambisi.
    Sebagai ARUS BAWAH, yaitu Arusnya Kebutuhan Siswa Belajar Matematika yang sudah mulai bersesuaian dengan Aristotelian, kami merasa perlu untuk mendukung apa yang dilakukan oleh Bapak Dr. Marsigit. Matematika sudah harus mendapatkan tempat yang semestinya dan menjadikannya sebagi LOGOS oleh generasi muda dan tidak hanya menjadikannya sebagai MITOS belaka.
    UN di tingkat SMP dan SMA bahkan sekarang di SD, menurut hemat kami matematika dijadikan sebagai MAINAN belaka bahkan terkesan DIPAKSAKAN untuk disukai oleh siswa padahal sebenarnya tidak, berdasarkan analisa hasil UN dari tahun ke tahun unsur MANIPULASI hasil UN sangat jelas dilihat dari siswa sama menjawabnya salah dan sama menjawabnya benar, soal dalam bentuk berurutan 100% jawannya benar, masih banyak indikasi-indikasi lain yang perlu jadi perhatian para ARISTOTELIAN. UN sepertinya hanya menjadi lahan basah bagi sekelompok orang, jangan heran bagi kita orang kecil MATEMATIKA dan teman-temannya hanya menjadi alat untuk mencapai KESENANGAN pribadi dan kelompok.
    Aspek Epistimologi
    Sebagai pengajar matematika sekolah perlu kerja keras untuk mengkonstruk kembali matematika yang akan disampaikan pada siswa, perlu memantapkan strategi pembelajaran agar matematika bisa mendapatkan tempat yang baik di pembelajar matematika dan tidak terkesan terpaksa menyukai matematika hanya untuk kepentingan sesaat yaitu LULUS UN.
    Aspek Aksiologi
    Setelah membaca Elegi ini, saya bisa merasakan pikiran dan perasaanku selama ini bercampur baur tidak jelas, sepertinya ada energy baru yang membangunkanku dari SEOLAH_OLAH TIDUR, dengan kesadaran yang terbangun mudah-mudah bisa memulai sesuatu untuk mengembangkan matematika menjadi lebih dicintai dan dirindukan siswa.

    BalasHapus