Jumat, 14 Oktober 2011

Elegi Menggapai Pengetahuan Obyektif

Oleh Marsigit

Subyek1:
Wahai pengetahuansatu dimanakah engkau sekarang?

Pengetahuansatu:
Aku sekarang berada di dalam dirimu. Aku di dalam pikiranmu. Aku telah menjadi persepsimu. Aku telah menjadi imajinasimu. Aku telah menjadi analisismu. Aku telah menjadi tesismu. Aku telah menjadi
pendapatmu. Aku telah menjadi kesimpulanmu. Aku telah menjadi metodemu. Aku telah menjadi hak ciptamu. Itulah keadaanku sekarang, yaitu aku telah menjadi subyektifmu. Aku adalah dirimu yang subyektif, yaitu aku yang menurut ukuranmu sendiri.

Subyek1:
Tetapi mengapa engkau tampak gelisah.

Pengetahuansatu:
Aku mulai gelisah karena sedang memikirkanmu. Aku merasa tidak baik jika terus menerus tetap tinggal di dalam dirimu. Aku merasa iba terhadapmu jika nama baikmu tercemar gara-gara aku terlalu lama tinggal di dalam pikiranmu.

Subyek1:
Kemudian apa maumu.

Pengetahuansatu:
Aku ingin keluar dari dirimu. Aku ingin keluar dari dalam pikiranmu. Aku ingin mengadakan pameran. Dengan aku mengadakan pameran maka aku berharap banyak orang-orang akan mengetahui tentang diriku. Jika orang-orang banyak, mengetahui tentang diriku, maka mereka juga akan mengetahui tentang dirimu. Maka ijinkanlah aku mengadakan pameran, dan aku berjanji akan kembali masuk ke dalam dirimu, ketika sudah sampai saatnya.

Subyek1:
Baiklah kalau begitu, aku ijinkan engkau keluar dari dalam diriku dan silahkan mengadakan pameran.

Pengetahuansatu:
Terimakasih subyek1ku. Wahai orang banyak, aku berasal dari subyek1ku. Aku telah lama di dalam pikiran subyek1ku. Aku telah lama menjadi persepsi subyek1ku. Aku telah lama menjadi imajinasi subyek1ku. Aku telah lama menjadi analisis subyek1ku. Aku telah lama menjadi tesis subyek1ku. Aku telah lama menjadi pendapat subyek1ku. Aku telah lama menjadi kesimpulan subyek1ku. Aku telah lama menjadi metode subyek1ku. Aku telah lama menjadi hak cipta subyek1ku. Itulah keadaanku masa lalu, yaitu aku telah menjadi subyek1tif dari subyek1ku. Aku sekarang sudah berada di luar subyek1ku, yaitu aku telah bersiap untuk tidak menjadi ukuran dari subyek1ku sendiri. Aku siap mengadakan pameran. Maka silahkan engkau semuanya melihat diriku. Silahkan engkau semuanya meneliti diriku. Silahkan engkau semuanya mengoreksi diriku secara terbuka. Silahkan engkau semuanya menganalisis diriku. Silahkan engkau semuanya menilai diriku. Silahkan engkau semuanya memperbaikiku.

Subyek2:
Wahai pengetahuansatu maafkanlah jika aku nanti membuatmu kecewa karena aku telah menemukan bahwa ada beberapa hal darimu yang tidak sesuai dengan kebenaran umum.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah melakukan kesalahan persepsi.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah melakukan kesalahan analisi.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah membuat tesis yang salah.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah menyampaikan pendapat yang salah.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah membuat kesimpulan yang salah.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah menggunakan metode yang salah.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah lama menganggapmu sebagai benar, padahal senyatanya engkau itu adalah salah.

Subyek3:
Wahai pengetahuansatu maafkanlah jika aku nanti membuatmu kecewa karena aku telah menemukan bahwa ada beberapa hal darimu yang tidak sesuai dengan kebenaran umum.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah melakukan kesalahan persepsi.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah melakukan kesalahan analisi.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah membuat tesis yang salah.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah menyampaikan pendapat yang salah.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah membuat kesimpulan yang salah.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah menggunakan metode yang salah.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah lama menganggapmu sebagai benar, padahal senyatanya engkau itu adalah salah.

..

Subyekn:
Wahai pengetahuansatu maafkanlah jika aku nanti membuatmu kecewa karena aku telah menemukan bahwa ada beberapa hal darimu yang tidak sesuai dengan kebenaran umum.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah melakukan kesalahan persepsi.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah melakukan kesalahan analisi.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah membuat tesis yang salah.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah menyampaikan pendapat yang salah.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah membuat kesimpulan yang salah.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah menggunakan metode yang salah.
Aku menemukan bahwa subyekmu telah lama menganggapmu sebagai benar, padahal senyatanya engkau itu adalah salah.

Pengetahuansatu:
Waduh, bagaimanakah nasibku ini? Padahal selama ini aku telah menjadi kebanggaan subyek1. Aku telah menjadi pedoman subyek1. Aku telah lama menjadi anak emas dari subyek1. Padahal sekarang aku tahu sebenar-benar diriku tidaklah sesuai dengan pandangan orang-orang. Aku hanya benar sesuai subyektifitas subyek1. Padahal aku ternyata salah bagi subyek2, subyek3, subyek4, ..., subyekn. Wahai para subyek semuanya, kecuali subyek1, aku minta tolonglah kepadamu. Bagaimana caranya agar aku juga benar bagi engkau semuanya.

Subyek2, subyek3, subyek4, ..., subyekn bersama-sama menjawab:
Wahai pengetahuansatu, sungguh berat caranya. Sungguh panjang perjalanannya. Jika engkau menginginkan agar engkau juga benar bagi kita semua, termasuk benar bagi subyek1, maka subyek1 harus bersedia memperbaiki banyak hal.
Subyek1 harus memperbaiki persepsinya.
Subyek1 harus memperbaiki analisinya.
Subyek1 harus memperbaiki tesisnya.
Subyek1 harus memperbaiki pendapatnya.
Subyek1 harus memperbaiki metodenya.
Subyek1 harus memperbaiki kesimpulannya.

Subyek1:
Wahai subyek2, subyek3, subyek4, ..., subyekn , terimakasih atas saran dan koreksimu. Aku dengan ikhlas telah menerima semua saran dan perbaikanmu.
Aku akan memperbaikki persepsiku.
Aku akan memperbaikki analisisku.
Aku akan memperbaikki tesisku.
Aku akan memperbaikki pendapatku.
Aku akan memperbaikki metodeku.
Aku akan memperbaikki kesimpulanku.
Maka inilah persepsiku yang baru. Inilah analisisku yang baru. Inilah pendapatku yang baru. Inilah metodeku yang baru. Inilah kesimpulanku yang baru.

Pengetahuansatu:
Wahai subyek2, subyek3, subyek4, ..., subyekn , kelihatannya subyek1 tidak lagi mengakuiku. Lalu bagaimana nasibku?

Subyek2, subyek3, subyek4, ..., subyekn bersama-sama menjawab:
Wahai pengetahuansatu, itulah sebenar-benar nasibmu. Engkau telah berubah menjadi pengetahuan obyektif. Maka namamu juga telah berubah. Jika engkau tidak keberatan maka engkau akan aku sebut sebagai pengetahuandua.

Pengetahuandua:
Wahai subyek1, subyek2, subyek3, subyek4...subyekn, terimakasih aku ucapkan, karena aku telah engkau angkat menjadi pengetahuan obyektifmu. Tetapi aku merasa malu jika aku engkau angkat begitu saja tanpa engkau uji kehandalanku. ku juga merasa malu kepada pengetahuansatu, karena walaupun pengetahuansatu bersifat subyektif dan serba salah, tetapi berani mengadakan pameran. Maka aku bersedia menjadi pengetahuan obyektifmu semua dengan syarat aku diperbolehkan presentasi di seminar dan bergaul dengan orang-orang. Hal demikian juga aku maksudkan agar subyek1 bisa secara ikhlah menerimaku kembali dengan demikian aku berharap nantinya juga bisa menjadi pengetahuan subyektif dari subyek1.

Seminar dan pergaulan:
Wahai para hadirin semuanya, marilah kita bersama menguji pandatang baru kita ini, yaitu pengetahuandua, dan mengadakan diskusi dan pergaulan. Setelah kita berdiskusi, bergaul maka seminar ini mengambil kesimpulan bahwa ternyata:
Kita memutuskan bahwa pengetahuan2 adalah persepsi yang benar.
Kita memutuskan bahwa pengetahuan2 adalah analisi yang benar.
Kita memutuskan bahwa pengetahuan2 adalah tesis yang benar.
Kita memutuskan bahwa pengetahuan2 adalah pendapat yang benar.
Kita memutuskan bahwa pengetahuan2 adalah metode yang benar.
Kita memutuskan bahwa pengetahuan2 adalah kesimpulan yang benar.

Pengetahuan2:
Wahai semuanya, aku terharu mendengar semua kesaksianmu. Aku telah engkau angkat menjadi pengetahuan obyektif bagi semuanya. Bahkan aku telah divalidasi dalam seminar dan melalui pergaulanpergaulan. Aku merasa netral dan tidak berpihak. Aku adalah benar bagi semuanya tanpa kecuali. Inilah sebenar-benar diriku. Aku adalah pengetahun obyektifmu semuanya.

Pengetahuan2 bertanya kepada subyek1:
Wahai subyek1, bagaimanakah menurut pendapatmu. Bagaimanakah kondisiku. Apakah engkau bersedia menerima diriku untuk menjadi pengetahuan subyektifmu sekaligis pengetahuan obyektifmu?

Subyek1:
Aku merasa terharu melihat betapa jauh pengembaraanmu. Engkau bahkan telah merubah wajah dan isimu demi menggapai kebenaran obyektif. Aku merasa sangat bersyukur, bahwasanya aku telah diberikan rakhmat dan hidayah Nya. Maka dengan serta merta aku dengan tangan terbuka dan dengan hati ikhlas, aku bersedia menerimamu kembali. Dengan ini engkau telah menjadi pengetahuanku baik secara obyektif maupun subyektif.

Orang tua berambut putih:
Dari berbagai pertanyaanmu itu sebetulnya aku telah hadir di sisimu. Aku telah menyaksikan bagaimana subyek1 sebenar-benar belajar. Itulah usahamu menggapai pengetahuan. Amien.

1 komentar:

  1. Assalamu’alaikum Guru Pikiranku
    Setiap orang, naluri nya ingin diketahui orang lain keberADAannya, sehingga muncullah orang gila hormat, tahu sedikit seolah-olah tahu segalanya, bahkan sampai orang lain dianggap tidak tahu apa-apa, padahal itu semua baru dalam pikirannya sendiri. Kesadaran haruslah dibangun dalam diri bahwa apa yang ada dalam pikiran kita belum tentu benar pada pikiran orang lain, cara bicara kita belum tentu sama dengan cara bicara orang lain, pemahaman kita belum tentu sama dengan pemahaman orang lain, kesimpulan kita belum tentu sama denan kesimpulan orang lain, pengalaman kita belum tentu sama dengan pengalaman kita. Kita memang harus banyak belajar dari orang lain, jangan sampai kita merasa semua ADA ada pada diri kita.
    Secara Obyektif kita harus memandang ke luar diri kita, jangan sampai kita terlena dengan subyektifitas kita memandang diri ini, mari kita bersama orang lain dalam rangka membangun pengetahuan kita. Berterima kasih terhadap apa yang lebih, sabar terhadap apa yang kurang. Iklas dalam bergaul dengan orang lain dalam pengembaraan menggapai pengetahuan.

    BalasHapus