Minggu, 09 Oktober 2011

Elegi Menggapai Kenyataan

Oleh Marsigit

Kenyataan:
Aku agak sulit menentukan kapan aku memulainya. Tetapi yang jelas aku merasakan bahwa sekarang aku sedang bergerak maju secara linear. Aku menyadari bahwa gerakan maju linearku mungkin bersifat relatif. Tetapi aku akan berusaha mengikuti saja kemana gerak langkah kakiku. Sekarang aku sedang merasakan perlu untuk memancarkan dayaku agar dapat diketahui oleh mereka. Aku menyadari bahwa mereka ternyata masih memerlukanku. Walaupun aku sebenarnya juga merasa sedikit berdosa kepada mereka, atas ujianku yang telah aku berikan kepada mereka. Maka sebagian pintu dan jendela tentunya tidaklah aku menguncinya. Jika aka kehendak dari beberapa mereka maka tentunya tiadalah sia-sia setiap usaha mereka untuk mengetahuiku. Aku melihat para tamuku sudah berdatangan dan mereka sudah duduk di lobi menunggu kedatanganku. Mereka adalah monisme, pluralisme dan dualisme. Aku tahu bahwa mereka hanyalah ingin meminta kesaksianku atas kenyataannya. Silahkan saudara-saudaraku, tidak saya pilih, silahkan saja siapa yang akan bicara duluan.

Monistis:
Plotinos: “Jika mereka menggunakan akal pikirannya, seharusnya mereka mengetahuinya bahwa segala sesuatu itu tidaklah terlepas dari kuasa dan pengamatan Tuhan. Ketahuilah bahwa roh Tuhan itu ada di mana-mana, dia melimpah kepada apapun”. Sankara: ”Saya setuju dengan pendapatmu. Menurutku bahkan segala sesuatu bersifat spiritual oleh karena itu semua yang ada dan yang mungkin ada bersifat sakral. Itu semua dibawah kendali sang Brahman. Maka hanya Sang Brahmanlah yang abadi sedangkan manusia beserta dunia yang lainnya hanyalah bersifat sementara, palsu, dan bodoh”. Ibnu Arabi : “ Sesunggunya manusia beserta alam dan sesisinya itu tidak lain tidak bukan adalah kesatuan substansial dengan Allah SWT, sedangkan yang membedakannya adalah taraf dan ukuran kesempurnaan yang berkurang”. Hegel : “Maaf, bagiku kenyataan adalah Roh Mutlak yang memikirkan Diri dalam proses dialektik. Materi dan ide merupakan unsur dialektis. Sedangkan dialektika diantara keduanya akan menghasilkan sintesis ke puncah yang tertinggi yaitu Ilahi”. Schopenhauer : “Bagiku, kenyataan itu bersumber dari kemauan atau hasrat untuk mengada. Maka kemauan atau kehendak itu bersifat rohani dan akan mencari bentuk-bentuknya pada berbagi dimensi kenyataan yang ada”.

Pluralistis:
Leibniz: “Bagiku kenyataan tersusun dari unsur terkecil yang disebut sebagai monad. Apapun kenyataan itu, maka dia terdiri dari monad-monad. Maka sebuah monad akan mencerminkan keseluruhan kenyataan yang ada”. Demokritus: “Bagiku kenyataan itu tersusun dari unsur terkecil yang disebut atom. Atom itu tidak berwarna, tidak berbau, dan mempunyai dayanya sendiri. Bahkan rohani pun menurutku terdiri dari atom-atom”. Feurbach: “Bagiku kenyataan adalah alam. Manusia itu merupakan bagian dari alam. Maka rohani ada di dalam badan”. Marx: “Bagiku hanya ada satu kenyataan yaitu materi itu sendiri. Materi itu bersifat berdikari dan abadi. Maka yang disebut rohani menurutku adalah sebuah materi yang bercahaya”.

Dualisme:
Plato:”Kenyataan yang sebenarnya bagiku adalah ide. Ide itulah juga kenyataan rohani yang bersifat tunggal, teratur, jelas dan abadi. Maka dunia inderawi hanyalah bayangan dari ide. Kenyataan sesungguhnya itulah ide. Jika ide telah masuk ke materi maka sifatnya akan menjadi banyak ndan tak sempurna”. Vardhamana: “Bagiku kenyataan adalah jiwa. Maka saya mengetahui ada kenyataan yang berjiwa dan ada yang tak berjiwa”. Al Ghazali: “Kenyataan adalah kuasa Allah SWT. Dunia dan manusia hanyalah ciptaan Nya. Dunia dan manusia diciptakan, dimusnahkan dan diciptakan kembali semata-mata oleh Allah SWT”. Descartes:”Bagiku ada 2 (dua) macam kenyataan yaitu res cogita dan res extensi. Cogita itu adalah pikiran manusia. Sedangkan extensi adalah jasmaninya. Tuhan adalah rohani”.

Kenyataan:
Kenyataannya aku telah menyaksikan para monisme, pluralisme dan dualisme menyampaikan pemikirannya. Aku tahu apa yang mereka ungkapkan hanyalah sebagian kecil dari pemikirannya tentang kenyataan yang ada. Sedangkan aku tahu masih banyak yang lainnya beserta para pengikutnya. Maka yang ada dan yang mungkin ada juga mempunyai hak untuk memikirkannya. Marilah kita renungkan. Amiin.

Referensi:
Anton Bakker, 1992, Ontologi Metafisika Umum: Filsafat Pengada dan Dasar-Dasar Kenyataan, Yogyakarta: Pustaka Filsafat

1 komentar:

  1. Assalamu’alaikum Guru Pikiranku
    Aspek Ontologi
    Monoisme, Dualisme, dan Pluralisme hanyalah bagian terkecil dari cara manusia menyampaikan ide dan pikirannya tentang yang ada dan mungkin ada.
    Aspek Epistimologi
    Ide dan pikiran yang disampaikan sesuai dengan cara pandang masing-masing Monoisme, Dualisme, dan Pluralisme, tidaklah menjadi masalah yang membuat kita terpecah, malah justru seharusnya menjadi warna tersendiri dalam percaturan ide dan gagasan manusia.
    Aspek Aksiologi
    Bisa menerima kenyataan bahwa Monoisme, Dualisme, dan Pluralisme hanyalah sebuah pandangan manusia tentang bagaimana mengungkapkan sesuatu yang ada dan mungkin ada.

    BalasHapus