Minggu, 09 Oktober 2011

Elegi Menggapai Penampakkan

Oleh Marsigit

Penampakkan benda-benda:
Besar, kecil, panjang, pendek, indah, buram, hijau, jauh, dekat, terang, gelap, lembut, kasar, solid, terpecah, tetap, berubah, terus, terputus, berputar, bergoyang, tertutup, terbuka, terkunci, rapat, jarang, cepat, lambat, licin, tenggelam, terapung, tertumpuk, tergeletak, kuat, lemah, panas, dingin, baru, lama, modern, klasik, teratur, acak, tersedia, kosong, penuh, disiplin, malas, istirahat, hilang, muncul, capai, kusut, segar, semangat, loyo, subur, nyaman, kejam, empati, ide, pikiran, kata, kalimat, buku, dan semua benda-benda. Itulah penampakkanku. Penampakkanku kadang-kadang mandiri, kadang-kadang berkolaborasi. Penampakkanku kadang tetap kadang tidak tetap. Penampakkanku bisa sederhana, bisa sangat rumit. Bisa sedikit di balik penampakkanku, tetapi bisa banyak di balik penampakkanku. Tetapi sebenar-benar penampakkanku adalah untuk diriku sendiri. Itulah kekuatanku sekaligus kelemahanku. Kemandirian penampakkanku adalah identitasku. Ketidakmandirian penampakkanku adalah manfaat mereka. Maka sebenar-benar penampakkanku adalah terbuka sekaligus tertutup. Penampakkanku tertutup jika telah engkau ucapkan. Penampakkanku terbuka jika masih engkau pikirkan. Penampakkanku bisa engkau pikirkan sebagai apa saja. Aku bisa engkau pikirkan sebagi cahaya, sebagai gelombang, atau sebagai keduanya. Aku bisa engkau anggap sebagai nyata, tidak nyata atau khayal belaka. Aku bisa banyak dalam dirimu yang satu, dan aku bisa satu dalam dirimu yang banyak. Rumahku sembarang, tetapi tugasku sebagai saksi bagimu. Engkau bisa datang kapanpun, bisa juga pergi kapanpun, bisa juga tinggal sampai kapanpun. Tetapi aku tidak tahu kapan aku mulai dan kapan aku berakhir. Tetapi janganlah salah paham, karena sebenar-benar dirimu adalah diriku pula. Itulah sebenar-benar engkau, yaitu penampakkanmu pula. Maka sebenar-benar kita adalah satu, yaitu penampakkan.

Penampakkan 1:
Wahai penampakkan 2, siapakah sebenar-benar dirimu. Mengapa engkau menampakkan diri di depanku?

Penampakkan 2:
Sebenar-benar diriku adalah penglihatanmu. Apalah artinya pengakuanku, jika itu tidak sesuai dengan penglihatanmu. Aku menampakkan diriku tidaklah semata-mata karena diriku. Tetapi perkenankanlah aku juga ingin bertanya. Siapakah sebenar-benar dirimu. Mengapa engkau menampakkan diri di depanku?

Penampakkan 1:
Sebenar-benar diriku adalah pikiranmu. Apalah artinya penglihatanmu, jika itu tidak sesuai dengan pikiranmu. Aku hadir dalam pikiranmu tidaklah semata-mata karena diriku.

Penampakkan 2:
Wahai penampakkan 1, kedengarannya engkau agak sombong. Siapakah yang berada di belakang dirimu itu?

Penampakkan 1:
Wahai penampakan 2, aku adalah pikiranmu. Jika engkau menuduhku bahwa aku berlaku sombong, bukankah itu menepuk air menimpa wajahmu sendiri. Yang berada dibelakang diriku adalah ilmumu.
Namun aku juga ingin bertanya, siapakah yang berada dibelakangmu itu?

Penampakkan 2:
Wahai penampakkan 1, kelihatannya engkau ingin mengujiku. Engkau telah katakan bahwa yang berada di belakang dirimu adalah ilmuku. Mengapa engkau tanyakan siapa yang berada di belakang diriku? Bukankah menurutmu, yang berada di belakang diriku juga ilmumu?

Penampakkan 1:
Wahai penampakkan 2, kalau boleh aku akan sebut engkau bukan lagi penampakkan. Tetapi engkau akan sebut sebagai hakekat dirimu, atau hakekat 2 begitulah. Mengapa? Agar aku dapat sederhanakan saja penampakkan mu dengan yang berada di belakangmu sebagai hakekat mu begitulah.

Penampakkan 2:
Wahai penampakkan 1, engkau belum menjawab siapa yang berada di belakangku, tetapi engkau sebut aku sebagai hakekat 2. Kalau begitu agar perbincangan kita lancar, engkau akan ku sebut pula hakekat 1.

Hakekat 1:
Wahai hakekat 2, cerdas pula ternyata engkau itu.

Hakekat 2:
Wahai hakekat 1, cerdas pula ternyata engkau itu.

Hakekat 1 dan hakekat 2:
Kita puas karena ternyata kita telah menemukan hakekat. Tetapi siapakah diri kita berdua ini?

Orang tua berambut putih datang:
Salam, hakekat 1 dan hakekat 2. Pertanyaanmu yang terakhir telah mengundangku untuk hadir di hadapanmu berdua. Ketahuilah bahwa sebenar-benar perbincanganmu berdua, aku telah mengetahuinya. Aku hanya ingin mengingatkanmu bahwa sebenar-benar pengakuanmu menemukan hakekat adalah fatamorgana, karena dibelakang hakekat dirimu berdua, masihlah terdapat hakekat pula, yaitu hakekat 3.

Hakekat 1 dan hakekat 2:
Salam juga, wahai orang tua berambut putih. Terimakasih engkau telah mengingatkanku. Karena dirimulah kita berdua dapat menemukan hakekat 3 dibalik hakekat 2 dan dibalik hakekat 1. Bolehlah aku bertanya kepadamu, apakah sebenar-benar hakekat 3 itu?

Orang tua berambut putih:
Sebenar-benar hakekat 3 adalah akal dan pikiran hakekat 2 dan hakekat 1. Tetapi bukanlah engkau maklum, bahwa dibalik hakekat 3 itulah berada hakekat 4. Dibalik hakekat 4 itulah berada hakekat 5. Dibalik hakekat 5 itulah hakekat 6, ....., dibalik hakekat n itulah hakekat n + 1.

Hakekat 1 dan hakekat 2:
Lalu apakah hakekat dari hakekat itu?

Orang tua berambut putih:
Dibalik hakekat adalah hakekat. Hakekat-hakekat itu adalah akal dan pikiranmu. Maka di balik akal dan pikiranmu itu adalah akal dan pikiranmu juga. Demikian seterusnya..sampai engkau menggapai batas pikranmu.

Hakekat 1 dan hakekat 2:
Lalu, di manakah batas hakekat atau batas akal dan pikiranku itu?

Orang tua berambut putih:
Tiadalah orang lain mengetahuinya, kecuali dirimu sendiri. Itulah sebenar-benar hakekatmu, yaitu batas oengetahuanmu sendiri.

Hakekat 1 dan hakekat 2:
Batas pikiranku itu terbatas atau tidak terbatas?

Orang tua berambut putih:
Itulah sebenar-benar infinite regress. Tidak terbatas bisa berarti tidak mempunyai batas. Tidak mempunyai batas bisa berarti berputar-putar melampaui batasnya.

Hakekat 1 dan hakekat 2:
Aku bingung mengikuti uraianmu.

Orang tua berambut putih:
Bisakah engkau berdua mendefinisikan adalah ?

Hakekat 1 dan hakekat 2:
Adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah adalah ...adalah ...

Orang tua berambut putih:
Menemukan hakekat adalah saja engkau tidak bisa, apalagi menemukan hakekat-hakekat yang lain. Itulah sebenar-benar dirimu. Ilmumu yang tertinggi adalah pengakuanmu bahwa engkau tidak dapat mengerti hakekat apapun. Sedangkan serendah-rendah ilmumu adalah pengakuanmu bahwa engkau merasa bisa mengerti hakekat apapun.

1 komentar:

  1. Assalamu’alaikum Guru Pikiranku
    Aspek Ontologi
    Mengutip pesan guru “setiap kata-kata yang keluar dari mulut seseorang pasti akan membawa bentuk corak hari orang yang mengeluarkannya, ibarat teko yang berisi kopi, ia akan mengeluarkan kopi”, mungkin ini bisa menjadi analogi bagi elegy menggapai penampakkan ini. Apa yang ditampakkan itu adalah buah dari ilmu dan cerminan dari batas pengetahuan yang dimilikinya,
    Aku menikmati pernyataan orang tua berambut putih bahwa “dibalik hakekat n itulah hakekat n + 1” dan “Dibalik hakekat adalah hakekat. Hakekat-hakekat itu adalah akal dan pikiranmu. Maka di balik akal dan pikiranmu itu adalah akal dan pikiranmu juga. Demikian seterusnya..sampai engkau menggapai batas pikranmu”, sungguh pernyataan yang butuh dipahami secara dalam, jangan sampai Ilmu kita yang tertinggi adalah pengakuan bahwa kita tidak dapat mengerti hakekat apapun. Sedangkan serendah-rendah ilmu kita itu adalah pengakuan bahwa kita merasa bisa mengerti hakekat apapun.
    Aspek Epistimologi
    Jangan sampai kita merasa puas dulu terhadap apa yang dipahami apalagi sombong, padahal itu akan membuat kesadaran menjadi tumpul dan sulit menerima keterbatasan dan kekurangan diri. Dibalik hakekat yang bisa kita jangkau, ada hakekat lain yang bisa saja berbeda dengan apa yang kita pahami, oleh karena itulah menyadari akan kekuarangan diri itu penting sehingga keangkuhan kita semakin lama semakin terkikis.
    Aspek Aksiologi
    Hakekat yang kita tampakkan semakin lama akan semakin baik seiring perubahan dimensi berpikir yang semakin baik. Semoga Tuhan menyingkirkan keangkuhan yang bersemayam di balik hati ini. Amin

    BalasHapus