Minggu, 06 November 2011

Elegi Ritual Ikhlas IV: Menemukan Ruh

Oleh Marsigit

Hingga selesai menulis Elegi Memandang Wajah Rasulullah dan juga setelah selesai pula membaca komen-komen dari pembaca semuanya, keadaan saya dapat digambarkan sebagai enggan pergi, enggan beranjak, baik pikiran-pikiranku, ucapan-ucapanku dan tulisan-tulisanku. Mulutku seakan terkunci tak mampu memproduksi kata-kata, dan tulisanku seakan berhenti karena ingin menghormati lengangnya hati. Tetapi paralogismeku mengatakan bahwa bukanlah hanya sekali saja keinginanku memandang. Seperti doa dan pikiranku yang seharusnya secara kontinu mengalir lantunkan sepanjang ruang dan waktu. Maka memandang Wajahmu ya Rasulullah adalah ijtihatku secara terus menerus kontinu dalam ruang dan waktuku. Janganlah aku hanya merasa pernah atau akan, tetapi berilah aku telah, sedang dan terus memandang Wajahmu ya Rasulullah baik ketika aku masih hidup maupun setelah matiku. Aku menemukan bahwa untuk itu maka tidaklah mampu mataku itu memandangmu, tidaklah aku mampu memikirkanmu, tetapi sungguh dengan mata hatikulah aku memandangmu. Tetapi aku menyadari pula bahwa terkadang mata hatiku juga mengalami kesulitan memandangmu ya Rasulullah. Maka ruang beruang, waktu berwaktu, pandang memandang, ilmu berilmu, safaat bersafaat, karunia berkarunia, guru berguru, cahaya bercahaya dan sinar bersinar. Ternyata aku menemukan bahwa tidaklah mungkin aku mampu memandang sinar Wajahmu dengan mata hatiku jika mata hatiku itu juga belum bersinar. Maka hanya dengan sinar mata hatiku pulalah aku mampu memandang sinar wajahmu ya Rasulullah. Ternyata aku kemudian menemukan bahwa sinar wajahmu itu adalah Ruh Muhammad itu sendiri. Subhanallah. Setelah engkau sinari diriku dengan sinar wajahmu, ternyata aku menemukan bahwa sebenar-benar sinar mata hatiku itu ternyata adalah ruhku sendiri. Tiadalah penciptaan segala sesuatu itu tidak terkait dengan Ruh Muhammad. Tiadalah penciptaan ruhku itu selain dari ketundukanku kepada ruh Muhammad ya Allah. Ya Allah ya Robb, ampunilah kelancangan pikir dan kalimatku itu. Dudukkan dan tidurkanlah diriku, tengadahkanlah wajahku, tunjukkanlah langkahku, alirkanlah nafas dan darahku, jadikanlah hidupku di dunia dan akhirat dalam naungan Ruh Muhammad yaitu “Abu Arwah”, Ayah para Ruh. Jadikanlah ruhku ikut berkumpul dan mengelilingi ruh Muhammad s.a.w., berputar mengelilinginya dengan pepujian dan mengagungkannya dalam dimensi ruang dan waktumu; kemudian pada saat itu ijinkanlah ruhku itu untuk memandang dan mematuhi ruh Muhammad sallallahu alayhi wasalam. Amin. Ya Allah ya Robb, itulah mengapa keadaan saya dapat digambarkan sebagai enggan pergi, enggan beranjak, baik pikiran-pikiranku, ucapan-ucapanku dan tulisan-tulisanku. Mulutku seakan terkunci tak mampu memproduksi kata-kata, dan tulisanku seakan berhenti. Karena aku menemukan bahwa ternyata ruhku lah yang sedang bicara. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar