Minggu, 06 November 2011

Elegi Ritual Ikhlas IV: Memandang Wajah Rasulullah

Oleh Marsigit

Hari ke 1:
Marsigit
Elegi ini baru dalam rencana. Walaupun baru dalam rencana tetapi si penulis telah merasa bergetar hati dan seluruh tubuhnya. Air matapun tak kuasa aku bendung. Penulis belum tahu apakah mampu menuliskannya atau tidak. Jika terpaksa tidak mampu menuliskannya maka elegi ini pun urung dibuatnya. Demikian sekedar info..........

Hari ke 2:
Marsigit
Sampai hari ke 2 aku pun tak mampu memikirkan bagaimana aku menuliskan tentang bagaimana keadaannya aku ingin, atau aku merasakan atau aku bisa memandang Wajahmu ya Rasulullah. Aku mengalami perasaan bercampur antara merasa ingin dan ingin merasa memandang Wajah mu ra Rasulullah. Hingga pada hari ke 2 ini, aku pun menemukan bahwa aku tidaklah sendirian. Keadaan dan perasaan yang sama juga dialami oleh murid-muridku. Murid-muridku yang telah membaca persaaanku yang aku tuangkan pada hari pertama juga mengalami perasaan yang sama tentang hal ini. Ungkapan murid-muridku melalui komen-komen mereka semakin menambah derasnya air mataku. Terlebih mereka juga ada yang menyarankan agar aku berdoa agar aku bisa menulis Elegi ini.

Kenapa ya Allah, sekedar baru mempunyai keinginan memandang wajah Rasulullah saja hatiku sudah bergetar, tubuhku semain bergetaran, pikiranku terasa membeku, dan air mataku semakin deras mengalir. Ya Allah, ampunilah segala dosa-dosaku atas kelancangan keinginan dan pikiranku. Mohon ampun pula atas Elegi-elegi yang aku tulis. Aku bersaksi bahwa Elegi-elegi ini bukanlah segala-galanya bagiku. Ini hanyalah sarana merefleksikan diriku dan semata-mata untuk diriku. Jika ternyata bermanfaat juga bagi murid-muridku maka saya hanya berusaha bersyukur serta berusaha tawakal kepada-MU ya Allah. Hindarkanlah dari kesombongan diriku dan juga riya atas Elegi-elegiku itu ya Allah.

Sebenar-benar diriku hanyalah berserah diri kepada-Mu ya Allah. Jika engkau perkenankan aku memandang wajah Rasulullah, maka itu semata-mata adalah karunia yang Engkau limpahkan kepada diriku ya Allah. Ya Allah aku mohon perlindungan dari segala macam goda syaitan. Ya Allah tunjukilah diriku di atas jalan yang engkau ridai. Tuntunlah langkahku sehingga setiap langkahku adalah karena diri-Mu ya Allah. Tuntunlah pikiranku sehingga setiap pikiranku itu adalah karena Engkau ya Allah. Tuntunlah tulisanku sehingga setiap tulisanku itu adalah karena Engkau ya Allah. Tuntunlah kata-kata ku sehingga setiap kata-kataku itu adalah karena Engkau ya Allah. Tuntunlah penglihatanku sehingga setiap penglihatanku itu adalah karena Engkau ya Allah. Kemanapun aku melihat ya Allah maka jadikanlah bahwa aku selalu melihat diri-Mu ya Allah. Tuntunlah pendengaranku sehingga setiap pendengaranku itu adalah karena Engkau ya Allah. Astaghfirullah al adzim 3x. Al Fathehah. Al Ikhlas.

Hari ke 3:
Santri Kepala
Hai apa khabar sobat, kayaknya ini Pak Marsigit ya? Lho kenapa masih di sini? Bukankah acara Ritual Ikhlas sudah selesai, dan peserta yang lainnya sudah pada pulang. Kenapa Pak Sigit masih berada di sini? Tumben pula, nggak buat Elegi? Saya tertarik lho sama Elegi-elegi Bapak, dan saya mengikuti terus walaupun tidak pernah membuat komen.

Marsigit:
Iya..terimakasih Santri Kepala...memang...

Santri Kepala:
Kok kelihatannya serius amat ni? Apakah ada yang bisa saya bantu? Bagaimana saya harus memanggil anda? Saya memanggil Pak Marsigit, Bagawat Selatan atau Muhammad Nurikhlas?

Marsigit:
Ini bukan masalah Elegi...ini juga bukan Bagawat Selatan atau Muhammad Nurikhlas. Marsigit ya Marsigit. Sekarang saya tidak bisa lagi bermetapora. Sekali Marsigit ya tetap Marsigit. Begini Santri Kepala saya ingin menanyakan perihal pengalaman saya bercampur keinginan saya, dan keinginan saya bercampur pengalaman saya.

Santri Kepala:
Lho apa itu?

Marsigit:
Begini Santri Kepala...entah datangnya dari mana...........suatu saat begitu saja aku ingin memandang Wajah Rasulullah. Tetapi begitu aku mempunyai niat, maka bergetarlah seluruh tubuhku dan hatiku. Aku tidak kuasa melangkahkan kakiku. Aku tidak mempunyai tenaga. Oleh karena itu aku masih tetap di sini. Apakah Santri Kepala bisa membantu saya, bagaimana bisa saya memandang Wajah Rasulullah? dan apa syarat-syaratnya aku bisa memandang Wajah rasulullah? Seperti apakah Wajah Rasulullah itu?

Santri Kepala:
Wah ternyata serius bener nih. Begini Pak Marsigit, saya malah ganti ingin bertanya terlebih dulu. Secara dhohir Rasulullah itu telah meninggal dunia, bagaimana Pak Marsigit mampu meyakininya, jika belum pernah melihat Wajahnya?

Marsigit:
Aku lupa sejak kapan, karena aku sering melafalkan sejak kecil, yaitu bahwa aku meyakini Rasulullah dan kebenaran yang dibawanya semenjak saya mengucapkan syahadat, sebagai berikut: Saya bersaksi bahwa tiada Ilah selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad saw adalah Rasul / utusan Allah.: “Asyhadu An-Laa Ilâha Illallâh wa Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullâh”

Santri Kepala:
Unsur hakekat apa saja yang ada dalam Kalimah Syahadat itu?

Marsigit:
Setau saya ya kesaksianku bahwa tiada Ilah selain Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad saw adalah Rasul / utusan Allah. Apakah sekiranya terdapat unsur-unsur hakekat yang lainnya?

Santri Kepala:
Dilihat dari semantik bahasanya dan ontologis maknanya, Kalimah Syahadat itu memuat banyak unsur yaitu Pengetahuan, Ikrar, Sumpah, Janji, Keyakinan, Keikhlasan, Kejujuran, Kecintaan, Penerimaan dan Ketundukan.

Marsigit:
Wah...bolehkan anda uraikan apa yang dimaksud masing-masing maknanya itu?

Santri Kepala:
Kalimah Syahadat mengandung unsur Pengetahuan karena seseorang yang bersyahadat harus memiliki pengetahuan tentang syahadatnya. Dia wajib memahami isi dari dua kalimat yang dia nyatakan itu, serta bersedia menerima konsekuensi ucapannya. Seseorang yang bersyahadat haruslah mengetahui dengan sempurna makna dari syahadat tanpa sedikitpun keraguan terhadap makna tersebut. Artinya diapun harus meyakininya. Jika seorang muslim telah mengikrarkan Kalimah Syahadat maka dia mempunyai kewajiban untuk menegakkan dan memperjuangkan apa yang kita Ikrarkan itu. Mengucapkan Kalimah Syahadat juga mengandung unsur Sumpah, artinya seorang muslim yang telah mengucapkannya bersedia menerima akibat dan resiko apapun dalam mengamalkan sumpahnya tersebut, siap dan bertanggung jawab dalam tegaknya Islam dan penegakan ajaran Islam. Mengucap Kalimah Syahadat juga mempunyai unsur ontologisnya Janji, yaitu berjanji setia untuk mendengar dan taat dalam segala keadaan terhadap semua perintah Allah SWT, yang terkandung dalam Al Qur'an maupun Sunnah Rasul. Bersyahadat itu juga harus memenuhi unsur Menerima dan Tunduk dengan Jujur, Ikhlas, dan semata-mata demi Cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Bersyahadat itu harus menerima dengan Jujur dan Ikhlas segala sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya. Dan hal ini harus membuahkan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT, dengan jalan meyakini bahwa tak ada yang dapat menunjuki dan menyelamatkannya kecuali ajaran yang datang dari syariat Islam melalui Al Qur'an dan Sunnah Rasul, serta berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya dengan Tunduk secara fisik dan Menerima dalam hati, kemudian mengamalkan semua perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya, dan selalu siap melaksanakan ajaran Islam dalam kehidupannya.

Marsigit:
Astagfirullah al adzim...ya Allah ampunilah dosaku atas kebengalan pikiranku ini. Ternyata tidak aku sangka bahwa dari kalimat Syahadat yang sederhana itu mengandung makna yang sangat dalam dan sangat luas. Ya Allah sekali lagi mohon ampun diriku yang hina ini. Aku jadi tidak merasa percaya diri. Pantaskah orang seperti diriku ini punya keinginan memandang Wajah Raulullah? Ya Allah ..permohonan ampun yang terus-menerus bagiku kiranya belumlah cukup bagi diriku untuk menghapus dosa-dosaku. Astagfirullah al adzim...5 x, al-Fathehah 1x, al-Ikhlas 3x.

Santri Kepala:
Wahai Pak Marsigit...kenapa dirimu itu? Baik-baik saja? Katanya mau bikin Elegi?

Marsigit:
Aku telah menemukan bahwa kalimat-kalimatku pada hari ke 1, hari ke 2 dan hari ke 3 sekarang ini, itulah sebenar-benar Elegi itu. Walaupun aku tidak terlalu peduli tentang apakah dia Elegi atau bukan. Tetapi maafkan Santri Kepala..aku tidak sanggup meneruskan..perbincangan ini. Aku betul-betul diliputi suasana hati yang haru dan perasaan yang tidak bisa aku gambarkan dengan kata-kata. Ijinkanlah aku ingin meneteskan air mataku. Tetesan air mataku itulah yang mewakili segala suasana kebathinanku itu. Maaf Santri Kepala biarkan aku sendirian disini seraya aku ingin mensyukuri nikmat yang tiada tolok bandingannya yang telah dikaruniakan oleh Allah kepadaku. Ya Allah ampunilah dosa-dosaku. Aku tidak mengira bahwa keinginanku memandang Wajah Rasulullah itu benar-benar keterlauan karena belum mengukur dan melihat siapa diriku itu, bagaimana ikhlasku itu, seberapa banyak amal-amalku, bagaimana adab berdoaku, bagaimana adab beribadatku, seberapa sadakahku, seberapa perjuanganku di jalan Allah, dsd. Di beri hidup sampai di sini saja aku sudah merasa bersyukur. Aku tidak tahu apakah hari esok aku masih mampu bertanya kepadamu Santri Kepala.

Santri Kepala:
Baiklah Pak Marsigit, untuk menenangkan pikiran marilah kita berdoa bersama.
Allohuma ij’alana minadz dzaakiriena wadz dzaakirot. Allohumma nawwir qulubana bikulli hidayatika kama nawwarta binuri syamsika abadan abadan. Robbana taqobbal minna innaka Antas Samie’ul ‘Alaiem watub ‘alaina innaka Anta Tawwabur Rohiem. Robbana dholamna anfusana wa inlam taghfir lana watarhamna lanakunanna minal khosirien. Robbana atina fid dunya hasanatan wafil akhiroti hasanatan wa qina adzaban naar, wa adkhilna jannata ma’al abror Ya ‘Aziezu Ya ghoffar. Wa sholallohu ‘alaa Sayyidina Muhammadin an-nabiyyil umiyyi wa a’alaa alihi wa shohbihi wa azwajihi wa dzurriyyatihi wa ahli baitihi ajma’ien wasallam. Subhana Roobika Robbil ‘Izzati ‘amma yashifuun wa salamun ‘alal mursalien wal hamdulullahi Robbil ‘alamien.

Hari ke 4:
Santri Kepala:
Wahai sobatku, Pak Marsigit...sudahlah....janganlah berlarut-larut dan berlebihan segala sesuatunya itu. Selalu istigfar dan mohon ampunlah kepada Allah SWT, serta mohon petunjuk dengan ikhlas dan tawakal seraya berserah diri memohon ridhanya. Pada hari ke 4 ini apakah anda masih memikirkan tentang Wajah Rasulullah?

Marsigit:
Maaf Santri Kepala...tentulah selama 4 hari sempai sekarang aku lebih dari memikirkannya tentang Wajah Rasulullah itu. Segenap jiwa dan ragaku telah melibatkan diri dalam ikhtiarku dalam pengalaman dan keinginan memandang Wajah Rasulullah, kemanapun mukaku aku palingkan. Engkau belum menjawab pertanyaanku semula yaitu apakah engkau bisa membantu saya, bagaimana bisa saya memandang Wajah Rasulullah? dan apa syarat-syaratnya aku bisa memandang Wajah Rasulullah? Seperti apakah Wajah Rasulullah itu?

Santri Kepala:
Oh baiklah kalau begitu. Marilah kita dengarkan saja apa kata mereka yang sudah berpengalaman melihat Wajah Rasulullah. Hadits yang diriwayatkan oleh Al Thabrani, juga Al Haitamidalam kitab Majma’ 2:220 menerangkan kesaksian seseorang yang pernah menyaksikan peristiwa kelahiran Rasulullah. Ialah ibu Utsman binti Abdash, beliau berkata, “Aku menyaksikan ketika Aminah melahirkan Rasulullah, keluar cahaya yang menyinari seluruh rumah. Di saat itu aku sedang berada di rumahnya. Kemana pun kami melihat, yang terlihat adalah cahaya.”

Marsigit:
Apakah ada perumpamaan tentang Wajah Rasulullah itu seperti apa?

Santri Kepala:
Banyak sekali hadits-hadits yang menyebutkan bahwa seluruh anggota tubuh Rasulullah serta wajah beliau bercahaya. Ada sahabat yang berkata, “Apakah wajah itu seperti pedang, sehingga orang yang melihatnya ketakutan?” “Tidak. Wajahnya seperti rembulan.” Ka’ab bin Malik menceritakan, “Ketika mengucapkan salam kepada Rasulullah, aku melihat wajah beliau berseri-seri karena kebahagiaan. Seperti diriwayatkan dalam Shahih Bukhari bab shifat Nabi. Jika merasa bahagia, wajah Rasulullah itu berseri-seri seperti rembulan.”

Marsigit:
Dijelaskan bahwa Wajah Rasulullah itu bersinar. Sinar seperti apakah? Apakah sinar yang kongkrit ataukah sinar sebagai suatu perumpamaan? Bagaimanakah sikap kita sebetulnya terhadap hal ini? Apakah boleh aku mengharap bisa memandang Wajahnya?

Santri Kepala:
Keterangan dari Sayyidah Aisyah, Kanzul Ummal 6:207 , “Aku meminjam jarum dari Habsah binti Rawahab untuk menjahit. Jarum itu jatuh. Aku mencari-cari, tapi tidak menemukannya. Maka ketika Rasulullah masuk, kelihatan jelaslah jarum yang hilang itu karena pancaran sinar wajahnya. Aku pun tertawa. Rasulullah bertanya, ‘Hai Humaira, mengapa engkau tertawa?’ Aku kuceritakanlah peristiwa itu. Kemudian Rasulullah berkata dengan suara yang keras, “Hai Aisyah, malanglah orang yang tidak diberi kesempatan memandang wajahku karena tidaklah seorang Mukmin atau kafir kecuali mengharapkan melihat wajahku.”

Marsigit:
Apakah sinar wajahnya juga memancarkan kewibawaan?

Santri Kepala:
Ali Karamahu Wajhah pernah berkata: “Siapa yang melihatnya sepintas lalu pasti akan terpegun kerana kewibawaannya.” Amer bin Ash menghadap Nabi SAWuntuk yang pertama kali ia berkata: “Aku tidak sanggup menatap wajahnya, kalau sekiranya orang bertanya kepadaku tentang sifat-sifat baginda, seraya tidak sanggup aku menceritakannya kerana mataku tidak sanggup menatap wajahnya.” SUBHANALLAH! Adapun pancaran nurani yg menghiasi keindahan dan keagungan Nabi Muhammad SAW sebagai yang tersebutpada sifta-sifat dan gambaran wajahnya, maka itu pun dalam erti yang hakiki. Oleh kerana itu, apa yang dimiliki oleh Rasulullah itu merupakan suatu kelebihan yang diberikan oleh Allah swt langsung kepada hambaNya yang dipilih.

Marsigit:
Apakah yang disebut Nur Muhammad itu?

Santri Kepala:
Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani dalam Arief Hamdani menyatakan dari Nur Muhammad Allah menciptakan sebuah lampu jamrut hijau dari Cahaya, dan dilekatkan pada pohon itu melalui seuntai rantai cahaya. Kemudian Dia menempatkan ruh Muhammad s.a.w. di dalam lampu itu dan memerintahkannya untuk memuja Dia dengan Nama Paling Indah (Asma al-Husna). Itu dilakukannya, dan dia mulai membaca setiap satu dari Nama itu selama 1,000 tahun. Ketika dia sampai kepada Nama ar-Rahman (Maha Kasih), pandangan ar-Rahman jatuh kepadanya dan ruh itu mulai berkeringat karena kerendahan hatinya. Tetesan keringat jatuh dari padanya, sebanyak yang jatuh itu menjadi nabi dan rasul, setiap tetes keringat beraroma mawar berubah menjadi ruh seorang Nabi.

Marsigit:
Subhanallah! Adakah hubungan antara penciptaan Nur Muhammad dengan ruh para nabi?

Santri Kepala:
Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani dalam Arief Hamdani menyatakan Azza wa Jala berkata kepada Nabi Muhammad s.a.w., “Lihatlah ini sejumlah besar nabi yang Aku ciptakan dari tetesan keringatmu yang menyerupai mutiara.” Mematuhi perintah ini, dia memandangi mereka itu, dan ketika cahaya mata itu menyentuh menyinari objek itu, maka ruh para nabi itu sekonyong konyong tenggelam dalam Nur Muhammad s.a.w., dan mereka berteriak, “Ya Allah, siapa yang menyelimuti kami dengan cahaya?” Allah menjawab mereka, “Ini adalah Cahaya dari Muhammad Kekasih Ku, dan kalau kamu akan beriman kepadanya dan menegaskan risalah kenabiannya, Aku akan menghadiahkan kepada kamu kehormatan berupa kenabian.” Dengan itu semua ruh para nabi itu menyatakan iman mereka kepada kenabiannya, dan Allah berkata, “Aku menjadi saksi terhadap pengakuanmu ini,” dan mereka semua setuju.

Marsigit:
Subhanallah! Adakah hubungan antara Nur Muhammad dengan Al-Qur’an?

Santri Kepala:
Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani dalam Arief Hamdani menyatakan sebagaimana disebutkan di dalam al Quran yang Suci: Dan ketika Allah bersepakat dengan para nabi itu : Bahwa Aku telah memberi kamu Kitab dan Kebijakan; kemudian akan datang kepadamu seorang Rasul yang menegaskan kembali apa-apa yang telah apa padamu–kamu akan beriman kepadanya dan kamu akan membantunya; apa kamu setuju? Dia berkata,”Dan apakah kamu menerima beban Ku kepadamu dengan syarat seperti itu. Mereka berkata, ‘Benar kami setuju.’ Allah berkata, Bersaksilah demikian, dan Aku akan bersama kamu diantara para saksi.’ (Ali Imran, 3:75-76).

Marsigit:
Subhanallah! Adakah hubungan antara Nur Muhammad dengan Asma ul Husna? Apakah ada hubungan antara Nur Muhammad dengan penciptaan para malaikat?

Santri Kepala:
Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani dalam Arief Hamdani menyatakan kemudian ruh yang murni dan suci itu kembali melanjutkan bacaan Asma ul Husna lagi. Ketika dia sampai kepada Nama al-Qahhar, kepalanya mulai berkeringat sekali lagi karena intensitas dari al Qahhar itu, dan dari butiran keringat itu Allah menciptakan ruh para malaikat yang diberkati.

Marsigit:
Subhanallah! Apakah ada hubungan antara Nur Muhammad dengan penciptaan alam semesta?

Santri Kepala:
Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani dalam Arief Hamdani menyatakan dari keringat pada mukanya, Allah menciptakan Singgasana dan Hadhirat Ilahiah, Kitab Induk dan Pena, matahari, rembulan dan bintang -bintang.

Marsigit:
Subhanallah! Apakah ada hubungannya antara Nur Muhammad dengan penciptaan para ulama, syuhada dan mutaqin?

Santri Kepala:
Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani dalam Arief Hamdani menyatakan dari keringat di dadanya Dia menciptakan para ulama, para syuhada dan para mutaqin.

Marsigit:
Subhanallah! Apakah ada hubungannya antara Nur Muhammad dengan rumah surgawi, Kaba, dan tempat-tempat suci lainnya?

Santri Kepala:
Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani dalam Arief Hamdani menyatakan dari keringat pada punggungnya dibuat lah Bayt-al-Ma’mur( rumah surgawi) Kabatullah (Kaba), dan Bayt-al-Muqaddas (Haram Jerusalem) dan Rauda-i-Mutahhara (kuburan Nabi Suci s.a.w.di Madinah), begitu juga semua mesjid di dunia ini.

Marsigit:
Subhanallah! Apakah ada hubungannya antara Nur Muhammad dengan ruhnya kaum beriman atau bahkan orang tak beriman sekalipun?

Santri Kepala:
Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani dalam Arief Hamdani menyatakan dari keringat pada alisnya dibuat semua ruh kaum beriman, dan dari keringat punggung bagian bawahnya dibuatlah semua ruh kaum tak-beriman, pemuja api dan pemuja patung. Dari keringat di kaki nya dibuatlah semua tanah dari timur ke barat, dan semua apa-apa yang berada didalamnya. Dari setiap tetes keringatlah ruh seorang beriman atau tak-beriman dibuat.

Marsigit:
Subhanallah! Kalau begitu seperti apakah sebetulnya ruh Nabi Muhammad SAW?

Santri Kepala:
Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani dalam Arief Hamdani menyatakan, itulah sebabnya Nabi Suci s.a.w.disebut juga sebagai “Abu Arwah”, Ayah para Ruh. Semua ruh ini berkumpul mengelilingi ruh Muhammad s.a.w., berputar mengelilinginya dengan pepujian dan pengagungannya selama 1,000 tahun; kemudian Allah memerintahkan para ruh itu untuk memandang ruh Muhammad sallallahu alayhi wasalam. Para ruh mematuhi.

Marsigit:
:-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( ( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-( :-(

Santri Kepala:
Pak Marsigit...kenapa engkau malah menangis?

Marsigit:
Subhanallah! Jangan salah paham Santri Kepala. Tangisanku itu adalah tangisan haru dan tangisan bersyukur. Sampai habis air mataku karena menangis selama empat hari empat malam, belumlah cukup kiranya aku mensyukuri nikmat tiada tolok bandingannya atas pencerahan dari Allah SWT yang baru saja aku dapatkan melalui perantaraan anda. Jika diperbolehkan kiranya, aku ingin segera mati saja biar segera menyusul ruh-ruh itu. Tetapi jika melihat bekalku belum seberapa, maka ijinkanlah aku ingin hidup seribu tahun lagi. Dalam filsafat itu adalah kontradiksi, dalam spiritual itu adalah karunia. Sebab kontradiksi itu ditimbulkan dikarenakan sifat manusia yang terbatas. Sedangkan Allah SWT menciptakan semua yang ada dan yang mungkin ada dengan tiada kontradiksi sedikitpun. Subhanallah. Luar biasa rakhmat Allah bagi yang mampu melihatnya. Luar biasa pula rakhmat dari Allah bagi orang-orang yang mau belajar dan memikirkannya. Amin. Sekiranya aku segera mati, maka aku tentu ingin khusnul khotimah. Tolong Santri Kepala aku diberi doa-doa bagaimana doa memohon khusnul khotimah itu?

Santri Kepala:
Baiklah. Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku pada ujungnya, dan sebaik-baiknya amalku adalah pada ujung akhirnya, dan sebaik-baik hariku adalah pada saat aku menemui-Mu. Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu) . Ya Allah, sesungguhnya kami memohon pada-Mu keselamatan dalam agama, kesejahteraan/kesehatan jasmani, bertambah ilmu pengetahuan, rezeki yang berkat, diterima taubat sebelum mati, dapat rahmat ketika mati dan dapat ampunan setelah mati. Ya Allah, mudahkanlah kami pada waktu sekarat dan selamatkanlah kami dari api neraka serta kami mohon kemaafan ketika dihisap.Ya Allah, Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, Yang Maha Pengampun lagi Maha Kuasa atas segala sesuatu. Aku mohon ya Allah, janganlah dulu cabut nyawaku sebelum Engkau haramkan neraka bagi kulitku dan sebelum Engkau wajibkan surga bagi diriku. Tetapkanlah diriku selalu setiap saat dalam keadaan beriman dan ingat kepada-Mu. Jadikanlah aku selalu dalam keadaan takut akan akhirat-Mu, jadikanlah aku menjadi orang yang dapat mencintai-Mu sebagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya mencintai diri-Mu dan sebagaimana mereka takut akan akhirat-Mu. Ya Allah, jadikanlah hidupku mulai hari ini hingga detik-detik terakhir kematianku penuh ketaqwaan, keimanan, kemudahan dan kebahagiaan. Lapangkanlah kuburanku, jauhkanlah aku dari siksa kubur ya Allah. Mudahkanlah aku ya Allah di padang Mahsyar, jadikanlah aku termasuk orang yang Engkau lindungi di padang Mahsyar hingga hari penghisaban. Mudahkanlah penghisaban diriku ya Allah. Masukkanlah aku ke surga-Mu ya Allah. Jadikanlah aku termasuk orang yang Engkau beri izin untuk memandang wajah-Mu kelak di akhirat. Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku pada ujungnya, dan sebaik-baiknya amalku adalah pada ujung akhirnya, dan sebaik-baik hariku adalah pada saat aku menemui-Mu. Amin ya rob alamin.

Bacaan diambil dari berbagai sumber:
1.http://wiki.myquran.org/index.php/Syahadat
2.http://majlisdzikrullahpekojan.org/kisah-nabawi/bentuk-tubuh-dan-akhlak-rasulullah-saw/cahaya-wajah-rasulullah-saw.html:Cahaya Wajah Rasulullah saw
3.http://saffone.1.forumer.com/a/wajah-rasulullah-memancar-keindahan-dan-kewibawann_post443.html
4.Ashari dalam http://manakib.wordpress.com/2008/03/13/dari-nur-muhammad-saw/
5.Arief Hamdani dalam http://manakib.wordpress.com/2008/03/13/dari-nur-muhammad-saw/

1 komentar:

  1. Assalamu’alaikum Guru Pikiranku
    Rasullullah adalah manusia paripurna yang diciptakan Allah sebagai model manusia terbaik yang dijadikan contoh dalam berprilaku, Rosul berkata “innamaa buist tu li utammimaa makaarimal akhlak” sesungguhnya aku diautus untuk menyempurnakan akhlak yang baik, senada dengan Firman Allah “laqadkaana lakum fii rasuulillahi uswatun hasanah” Didalam diri rasulullah ada contoh teladan yang baik”. Muhammad secara zhohir menjadi terjemahan dari selruh perilaku baik yang dicanangkan Allah untuk manusia, sampai beliau disebut Al-Qur’an berjalan, karena seluruh ajaran Islam yang tertulis dalam Qur’an tercermin dan diterjemahkan dalam seluruh perilaku, dan tutur katanya. Kita memang bisa mengenal Rosul dari cirri-ciri yang diceritakan lewat kisah-kisah yang diceritakan dalam hadist. Yang membuat kita mulia dalam pandangan Rosul adalah kita hidup setelah beliau tidak ada, tidak pernah bertemu beliau, tidak pernah duduk bersama beliau, tidak pernah mendengar suaranya, tapi kita yakin dan percaya akan kenabiannya, kerasulannya, kita bersaksi setiap hari bahwa beliau utusan Allah. Ingin rasanya diantara sahabat-sahabatnya untuk mengabadikan potret dirinya dalam bentuk fisik, tapi beliau halangi, karena beliau khawatir fotonya dijadikan sesembahan, sehingga beliau menyarankan untuk bisa mengenal dan bisa memandang wajahnya lewat cirri-ciri dalam hadistnya itu. Dengan kita mengenal ciri-ciri beliau lewat hadist-hadist itu, mudah-mudah tertanam kerinduan untuk bertemu beliau, dan bisa memandang wajahnya di akhirat nanti. Yang kita harapkan sekarang Semoga kita diakui menjadi umatnya dan mendapatkan syafa’atnya di hari kiamat nanti.

    BalasHapus