Selasa, 13 September 2011

Elegi Perbincangan Bukan Benar dan Bukan Salah Oleh Marsigit

Bukan benar dan bukan salah:
Kami-kami ini adalah bukan benar dan bukan salah. Kami bukan benar tetapi kami juga bukan salah. Selama ini memang kami merasa terpinggirkan oleh hak istimewa yang diperoleh benar dan salah. Tetapi tidak apalah, kami juga ingin selalu menjaga silaturahim diantara bukan benar dan bukan salah. Setelah saya identifikasi, ternyata cukup banyak juga anggotaku itu.

Pertanyaan:
Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah pertanyaan. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat pertanyaan yang benar atau pertanyaan yang salah. Padahal aku sekedar bertanya. Menurutku pertanyaanku itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara anggotamu. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan pertanyaan-pertanyaanku, karena pertanyaanku itu sesungguhnya bukanlah benar dan bukanlah salah.

Keadaan:
Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah keadaan. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat keadaan yang benar atau keadaan yang salah. Padahal aku sekedar keadaan. Menurutku keadaanku itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara anggotamu. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan keadaan-keadaanku, karena keadaanku itu sesungguhnya bukanlah tentang keadaanbenar dan bukanlah tentang keadaan salah.

Waktu:
Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah waktu. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat waktu yang benar atau waktu yang salah. Padahal aku sekedar waktu. Menurutku waktuku itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan waktu-waktuku, karena waktuku itu sesungguhnya bukanlah tentang waktu benar dan bukanlah tentang waktu salah.

Ruang:
Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah ruang. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat ruang yang benar atau ruang yang salah. Padahal aku sekedar ruang. Menurutku ruangku itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan ruang-ruangku, karena ruangku itu sesungguhnya bukanlah tentang ruang benar dan bukanlah tentang ruang salah.

Persepsi:
Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah persepsi. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat persepsi yang benar atau persepsi yang salah. Padahal aku sekedar persepsi. Menurutku persepsiku itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan persepsi-persepsiku, karena persepsiku itu sesungguhnya bukanlah tentang persepsi benar dan bukanlah tentang persepsi salah.

Logika:
Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah logika. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat logika yang benar atau logika yang salah. Padahal aku sekedar logika. Menurutku logika itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan logika-logikaku, karena logika itu sesungguhnya bukanlah tentang logika benar dan bukanlah tentang logika salah.

Benar:
Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah benar. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat benar yang benar atau benar yang salah. Padahal aku sekedar benar. Menurutku benar itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan benar-benar, karena benar itu sesungguhnya bukanlah tentang benar benar dan bukanlah tentang benar salah.

Salah:
Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah salah. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat salah yang benar atau benar yang salah. Padahal aku sekedar salah. Menurutku salah itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan salah-salah, karena salah itu sesungguhnya bukanlah tentang salah benar dan bukanlah tentang salah salah.

Bukan benar:
Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah bukan benar. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat bukan benar yang benar atau bukan benar yang salah. Padahal aku sekedar bukan benar. Menurutku bukan benar itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan bukan benar-bukan benar, karena bukan benar itu sesungguhnya bukanlah tentang bukan benar benar dan bukanlah tentang bukan benar salah.

Bukan salah:
Wahai bukan benar dan bukan salah, aku adalah bukan salah. Aneh pula jika ada orang mengatakan aku telah membuat bukan salah yang benar atau bukan salah yang salah. Padahal aku sekedar bukan salah. Menurutku bukan salah itu tidaklah dapat dikatakan sebagai benar atau sebagai salah. Maka jelaslah kiranya bahwa aku termasuk satu diantara bukan benar dan bukan salah. Maka aku juga ingin berpesan kepada para benar atau salah, janganlah engkau selalu berusaha mengajakku untuk menjadi anggotamu. Jangan pula engkau merasa risau dengan bukan salah-bukan salah, karena bukan salah itu sesungguhnya bukanlah tentang bukan salah benar dan bukanlah tentang bukan salah salah.

Benar dan salah protes:
Wahai semuanya, sungguh lihai engkau mengelabuiku. Bagiku tiadalah ada di dunia ini yang tidak termasuk ke dalam benar atau salah. Aku tidak mempercayaimu. Ketidakpercayaanku terhadap dirimu, itu adalah pertanda bahwa engkau itu tidak benar. Wahai bukan benar dan bukan salah, kendalikanlah anggota-anggotamu itu, supaya tidak melampaui batas. Tetapi aku juga sedikit ragu apakah protesku ini benar atau salah?

Orang tua berambut putih:
Nantikan elegi berikutnya, mungkin akan ada jawaban dari para logos.
Posted by Dr. Marsigit, M.A at 10:17 AM

Elegi Perbincangan Para Tepat Oleh Marsigit

Para tepat:
Aku merasa dimana-mana terdapat perbedaan tentang tepat. Diantara para anggotaku sudah mulai transparan menampilkan egonya masing-masing, sehingga terjadi keresahan. Tidaklah salah bila sekali waktu aku juga ingin mengundang para anggotaku itu untuk secara transparan pula menyampaikan visi dan misinya tentang tepat. Silahkan.

Tepat waktu:
Aku adalah tepat waktu. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat waktu jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat waktu keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan waktu yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat waktu itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat waktu yang dipikirkan manusia itu adalah tepat waktu relatif. Maka sebenar-benar tepat waktu adalah tepat waktu absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat ruang:
Aku adalah tepat ruang. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat ruang jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat ruang keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan ruang yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat ruang itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi ruang yang dipikirkan manusia itu adalah tepat ruang relatif. Maka sebenar-benar tepat ruang adalah tepat ruang absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat logos:
Aku adalah tepat logos. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat logos jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat logos keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan logos yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat logos itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat logos yang dipikirkan manusia itu adalah tepat logos relatif. Maka sebenar-benar tepat logos adalah tepat logos absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat hati:
Aku adalah tepat hati. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat hati jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat hati keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan hati yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat hati itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat hati yang dipikirkan manusia itu adalah tepat hati relatif. Maka sebenar-benar tepat hati adalah tepat hati absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat tindakan:
Aku adalah tepat tindakan. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat tindakan jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat tindakan keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan tindakan yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat tindakan itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat tindakan yang dipikirkan manusia itu adalah tepat tindakan relatif. Maka sebenar-benar tepat tindakan adalah tepat tindakan absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat kesimpulan:
Aku adalah tepat kesimpulan. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat kesimpulan jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat kesimpulan keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan kesimpulan yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat kesimpulan itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat kesimpulan yang dipikirkan manusia itu adalah tepat kesimpulan relatif. Maka sebenar-benar tepat kesimpulan adalah tepat kesimpulan absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat subyek:
Aku adalah tepat subyek. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat subyek jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat subyek keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan subyek yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat subyek itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat subyek yang dipikirkan manusia itu adalah tepat subyek relatif. Maka sebenar-benar tepat subyek adalah tepat subyek absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat obyek:
Aku adalah tepat obyek. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat obyek jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat obyek keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan obyek yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat obyek itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat obyek yang dipikirkan manusia itu adalah tepat obyek relatif. Maka sebenar-benar tepat obyek adalah tepat obyek absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat sifat:
Aku adalah tepat sifat. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat sifat jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat sifat keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan sifat yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat sifat itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat sifat yang dipikirkan manusia itu adalah tepat sifat relatif. Maka sebenar-benar tepat sifat adalah tepat sifat absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat metode:
Aku adalah tepat metode. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat metode jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat metode keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan metode yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat metode itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat metode yang dipikirkan manusia itu adalah tepat metode relatif. Maka sebenar-benar tepat metode adalah tepat metode absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat sasaran:
Aku adalah tepat sasaran. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat sasaran jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat sasaran keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan sasaran yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat sasaran itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat sasaran yang dipikirkan manusia itu adalah tepat sasaran relatif. Maka sebenar-benar tepat sasaran adalah tepat sasaran absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat program:
Aku adalah tepat program. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat program jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat program keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan program yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat program itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat program yang dipikirkan manusia itu adalah tepat program relatif. Maka sebenar-benar tepat program adalah tepat program absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat bicara:
Aku adalah tepat bicara. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat bicara jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat bicara keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan bicara yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat bicara itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat bicara yang dipikirkan manusia itu adalah tepat bicara relatif. Maka sebenar-benar tepat bicara adalah tepat bicara absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat mendengar:
Aku adalah tepat mendengar. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat mendengar jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat mendengar keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan mendengar yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat mendengar itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat mendengar yang dipikirkan manusia itu adalah tepat mendengar relatif. Maka sebenar-benar tepat mendengar adalah tepat mendengar absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat melihat:
Aku adalah tepat melihat. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat melihat jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat melihat keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan melihat yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat melihat itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat melihat yang dipikirkan manusia itu adalah tepat melihat relatif. Maka sebenar-benar tepat melihat adalah tepat melihat absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat menulis:
Aku adalah tepat menulis. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat menulis jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat menulis keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan menulis yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat menulis itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat menulis yang dipikirkan manusia itu adalah tepat menulis relatif. Maka sebenar-benar tepat menulis adalah tepat menulis absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat perintah:
Aku adalah tepat perintah. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat perintah jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat perintah keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan perintah yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat perintah itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat perintah yang dipikirkan manusia itu adalah tepat perintah relatif. Maka sebenar-benar tepat perintah adalah tepat perintah absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.

Tepat memilih:
Aku adalah tepat memilih. Segala yang ada dan yang mungkin ada itu dikatakan tepat memilih jika keberadaannya yang ada dan yang mungkin ada sesuai dengan sifat-sifat memilih keberadaannya. Padahal aku tahu yang ada dan yang mungkin ada itu jumlahnya banyak terhingga, sedangkan memilih yang sesuai dengan keberadaannya itu juga banyaknya tak terhingga. Maka dapat aku katakan bahwa tepat memilih itu banyaknya tak berhingga. Setinggi-tinggi tepat memilih yang dipikirkan manusia itu adalah tepat memilih relatif. Maka sebenar-benar tepat memilih adalah tepat memilih absolut, itu hanyalah milik dan kuasa Tuhan.
Posted by Dr. Marsigit, M.A at 11:47 AM

Elegi Perbincangan Para Sama Oleh Marsigit

Para sama:
Mendengar konferensi para beda, geram rasanya aku ini. Para beda telah mengambil kesimpulan seakan-akan hanyalah mereka yang ada dan yang berhak ada. Dengan kesimpulan para beda tersebut seakan-akan aku dan pengikutku telah habis da finis dan telah hilang tertelan bumi. Padahal tidaklah demikian adanya. Bukankah setiap hari para manusia selalu memanggilku, memerlukanku, dan menggunakanku. Kalau begitu dengan ini aku akan memberi kesempatan kepada pengikutku untuk menyarakan suara hatinya. Silahkan.

Ontologi sama:
Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah ontologi sama. Ketahuilah ontologi sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang sama. Jikalau engkau katakan sesuatu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku tahu bahwa yang ada dan yang mungkin ada itu sama-sama engkau dan aku pikirkan. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi sama yang dipikirkan manusia adalah sama relatif. Sedangkan sebenar-benar sama adalah sama absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.

Perasaan sama:
Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah perasaan sama. Ketahuilah perasaan sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang sama. Jikalau engkau katakan perasaanmu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku tahu bahwa yang ada dan yang mungkin ada itu sama-sama engkau dan aku rasakan. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi perasaan sama yang dipikirkan manusia adalah perasaan relatif. Sedangkan sebenar-benar perasaan adalah perasaan absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.

Pikiran sama:
Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah pikiran sama. Ketahuilah pikiran sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang sama. Jikalau engkau katakan sesuatu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku tahu bahwa yang ada dan yang mungkin ada itu sama-sama engkau dan aku pikirkan. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi pikiran sama yang dipikirkan manusia adalah pikiran sama relatif. Sedangkan sebenar-benar pikiran sama adalah pikiran sama absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.

Penampakan sama:
Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah penampakan sama. Ketahuilah penampakan sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang berpenampakan sama. Jikalau engkau tampakkan sesuatu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku tahu bahwa yang ada dan yang mungkin ada itu sama-sama engkau dan aku tampakkan. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi penampakkan sama yang dipikirkan manusia adalah penampakkan sama relatif. Sedangkan sebenar-benar penampakan sama adalah penampakan sama absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.

Hukum dan aturan sama:
Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah hukum dan aturan sama. Ketahuilah hukum dan aturan sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang berhukum dan beraturan sama. Jikalau engkau buat hukum dan aturan dari sesuatu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku dan engkau tahu bahwa yang ada dan yang mungkin ada itu telah engkau buat hukum dan aturannya. Padahal aku dan engkau tahu hukum dan aturan itu bukanlah untuk diri sendiri. Maka tentulah ada yang ada dan yang mungkin ada itu yang mempunyai hukum dan aturan yang sama. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi hukum dan aturan yang dipikirkan manusia adalah hukum dan aturan sama relatif. Sedangkan sebenar-benar hukum dan aturan sama adalah hukum dan aturan sama absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.

Nasib sama:
Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah nasib sama. Ketahuilah nasib sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang bernasib sama. Jikalau engkau katakan tentang nasib sesuatu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku tahu bahwa nasib itu berasal dari Tuhan. Maka aku tahu bahwa ketentuan nasib dari Tuhan yang satu itu berlaku untuk semuanya. Maka tentulah ada yang ada dan yang mungkin ada itu mempunyai nasib yang sama. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi nasib sama yang dipikirkan manusia adalah nasib sama relatif. Sedangkan sebenar-benar nasib sama adalah nasib sama absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.

Sifat-sifat sama:
Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah sifat-sifat sama. Ketahuilah sifat-sifat sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang mempunyai sifat-sifat sama. Jikalau engkau katakan suatu sifat dari sesuatu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku tahu bahwa semua sifat-sifat yang ada berasal dari Tuhan. Maka aku tahu bahwa sifat-sifat sama dari Tuhan yang satu itu berlaku untuk semuanya. Maka tentulah ada yang ada dan yang mungkin ada itu mempunyai sifat-sifat yang sama. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi sifat-sifat sama yang dipikirkan manusia adalah sifat-sifat sama relatif. Sedangkan sebenar-benar sifat-sifat sama adalah sifat-sifat sama absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.

Tanda sama:
Wahai para sama, kenalkanlah aku adalah tanda sama. Ketahuilah tanda sama adalah sama sedalam-dalamnya dan sama seluas-luasnya. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada tidak ada yang tidak dapat menggunakan tanda sama. Jikalau engkau gunakan tanda sama untuk sesuatu yang ada dan yang mungkin ada kepadaku, setidaknya aku tahu bahwa yang ada dan yang mungkin ada itu sama-sama engkau dan aku pikirkan sebagai sama. Maka janganlah bertindak aniaya terhadapku, bahwa seakan-akan diriku itu tidak ada di depanmu. Setinggi-tinggi tanda sama yang dipikirkan manusia adalah tanda sama relatif. Sedangkan sebenar-benar tanda sama adalah tanda sama absolut. Itu hanya milik dan kuasa Tuhan.

Para beda protes:
Wahai para sama, janganlah engkau mengacaukan rencanaku. Aku telah proklamasikan bahwa tiadalah sesuatu di muka bumi ini tidak berbeda. Tetapi mengapa engkau sekarang proklamasikan bahwa tiadalah sesuatu yang ada dan yang mungkin ada itu tidak ada yang sama?

Orang tua berambut putih:
Maaf aku datang tepat setelah pertanyaanmu. Mungkin kita perlu rencanakan pertemuan lanjutan untuk membahas masalah ini.
Posted by Dr. Marsigit, M.A at 2:00 PM

Elegi Wawancara Orang Tua Berambut Putih Oleh Marsigit

Wartawan:
Apa yang engkau maksud elegi?

Orang tua berambut putih:
Elegi itu adalah nyanyian susah

Wartawan:
Kenapa engkau gunakan elegi sebagai judul setiap karangan bebasmu?

Orang tua berambut putih:
Untuk menggambarkan betapa susahnya memahami isi karyaku itu.

Wartawan:
Kenapa engkau buat elegi-elegi?

Orang tua berambut putih:
Elegi adalah salah satu cara yang aku gunakan untuk mengkomunikasikan filsafat tanpa menyebut-sebut filsafat.

Wartawan:
Apa maksud tanpa menyebut-sebut filsafat?

Orang tua berambut putih:
Biasanya orang berpendapat filsafat itu sulit. Banyak juga orang yang berpendapat bahwa filsafat itu tak bermanfaat atau bahkan sesat.

Wartawan:
Lantas, kalau memang demikian, lalu kenapa?

Orang tua berambut putih:
Justeru itulah, melalui elegi-elegi aku ingin menunjukkan bahwa tidaklah demikian. Filsafat itu sangat dekat dan dekat sekali dengan kita. Bahkan aku dapat katakan bahwa filsafat itu adalah diri kita. melalui elegi itu aku juga berusaha menunjukkan bahwa kajian filsafat itu banyak manfaatnya dan langsung bersentuhan dengan kehidupan manusia.

Wartawan:
Lalu apa yang dimaksud dengan tanpa menyebut-sebut filsafat?

Orang tua berambut putih:
Tantangan bagi orang yang berfilsafat adalah bagaimana menjelaskan filsafat itu dengan bahasa yang paling mudah dipahami. Sedangkan kata filsafat itu sendiri merupakan istilah yang sulit dipahami.

Wartawan:
Bagaimana awalnya engkau membuat elegi.

Orang tua berambut putih:
Elegi itu muncul sebagai kebutuhan. Aku merasa perlu mengembangkan komunikasi filsafat dalam bentuk yang netral, tidak menyuruh, tidak memaksa, lebih bersifat empati tetapi tetap memuat tesis-tesis filsafat.

Wartawan:
Apa referensi yang engkau gunakan untuk membuat elegi?

Orang tua berambut putih:
Ketahuilah bahwa referensi itu ada banyak ragamnya. Sumber pertama yang langsung dari pelakunya, itu disebut sumber primer (pertama). Jika sumber itu merupakan penuturan dari orang lain, maka sumber tersebut disebut sumber seconder (kedua). Sedangkan elegi-elegi ini aku susun berdasarkan refleksi pengalamanku. Balam elegi-elegi ini, sumber pertama dan kedua adalah sebagai inspirasi saja. Sedangkan yang paling pokok dan paling banyak adalah refleksi
pengalaman saya setelah membaca filsafat dan mengalami kehidupan langsung.

Wartawan:
Metode apa yang anda gunakan untuk menyusun elegi?

Orang tua berambut putih:
Untuk menyususun elegi ini, aku menggunakan beberapa peralatan meliputi: bahasa analog, reduksi atau penyederhanaan, kelengkapan, pengandaian, personifikasi, pengembangan pola, korespondensi (isomorphisma), teleologi, phenomenologi, induksi, deduksi, berpikir kritis, membuat pertanyaan-pertanyaan, membuat figur orang tua berambut putih, komunikasi,
menterjemahkan dan diterjemahkan.

Wartawan:
Siapakah orang tua berambut putih.

Orang tua berambut putih:
Orang tua berambut putih adalah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu berasal dari pertanyaan-pertanyaan, jawaban-jawaban, sampai batas pikiranmu. Maka orang tua berambut putih itu dapat berupa pertanyaan-pertanyaan, tesis-tesis, anti-tesis, sintesis, dan semuanya yang tergolong olah pikir. Jadi orang tua berambut putih itu juga bisa berarti filsafat. Jika dia diartikan sebagai sipembawa pesan filsafat, bolehlah, khusus dalam elegi ini, jika engkau artikan bahwa elegi itu adalah dosen filsafat, setidak-tidaknya orang tua berambut putih itu adalah pikiranku, yaitu pikiran seorang Marsigit.

Wartawan:
Bagaimana seseuatu elegi itu muncul?

Orang tua berambut putih:
Sekali lagi aku katakan bahwa elegi itu muncul karena kebutuhan. Ketika aku melihat situasi lingkungan tertentu dimana saya merasa perlu mengungkapkannya maka aku buatlah elegi.

Wartawan:
Kenapa antara beberapa elegi ada yang terkesan kontradiksi?

Orang tua berambut putih:
Ketahuilah bahwa hidup itu kontradiksi. Hakekat berubah dan hakekat diam itu kelihatannya kontradiksi. Tetapi keduanya itu ada. Maka aku mengkhawatirkan jika ada seseorang hanya berhenti sampai hakekat perubahan saja, karena hal yang demikian berarti dia hanya berpikir parsial.

Wartawan:
Kenapa kuliah filsafat pendidikan matematika, kelihatannya lebih banyak filsafatnya, lalu apa hubungan antara filsafat dan filsafat matematika?

Orang tua berambut putih:
Ketahuilah bahwa filsafat itu dapat ditaruh di depan apapun. Maka kita punya filsafat matematika, filsafat pendidikan, filsafat seni, filsafat negara, filsafat umum, filsafat alam, ..dst. Apapun filsafatnya, maka filsafat itu selalu mempunyai 3 jalur utama yaitu ontologi (ilmu hakekat), epistemologi (ilmu cara), dan aksiologi (etik dan estetika). Hal yang paling berat bagi orang yang ingin mempelajari filsafat adalah pada bagian depan, yaitu ada filsafat umum. Jika ini sudah dipahami, maka untuk mempelajari filsafat-filsafat yang lain, misalnya filsafat pendidikan matematika, kita tinggal tarik analogi-analogi dan benang merahnya.

Wartawan:
Apakah akan ada elegi-elgi tentang matematika atau pendidikan matematika.

Orang tua berambut putih:
Tentu bisa saja hal demikian itu dibuat oleh para mahasiswa untuk latihan.

Wartawan:
Apa sebetulnya tujuan utama atau visi dibuatnya elegi.

Orang tua berambut putih:
Elegi dibuat sebagai sarana berlatih memberbincangkan semua yang ada dan yang mungkin ada. Maka mahasiswa matematika itu perlu kemampuan memperbincangkan semua matematika yang ada dan yang mungkin ada. Sebagai seorang guru, maka perlu mempunyai keterampilan memperbincangkan semua yang ada dan yang mungkin ada.

Wartawan:
Apa yang dimaksud sebagai memperbincangkan.

Orang tua berambut putih:
Bukan subyek yang bicara, bukan dosen yang bicara, bukan guru yang bicara. Jika mereka itu yang bicara, maka bicaranya bersifat otoriter, merayu, membujuk atau memaksa para siswa untuk percaya. Tetapi yang bicara adalah para obyek, para mahasiswa dan pada siswa serta semua yang ada dan yang mungkin ada. Maka sebetulnya yang ada dan yang mungkin ada itu berhak bicara. Jika anda telah mampu memperbincangkan mereka maka kemampuanmu itu mempunyai dimensi setingkat lebih tinggi.

Wartawan:
Apa yang engkau maksud dengan yang ada dan yang mungkin ada?

Orang tua berambut putih:
Yang ada dan yang mungkin ada itu adalah obyek kajian filsafat.

Wartawan:
Apakah engkau akan terus membuat elegi?

Orang tua berambut putih:
Belum tahu, karena elegi merupakan kebutuhan.

Apa sisi kelemahan elegi:
Satu-satunya kelemahan atau sisi kekurangan elegi adalah jika dia digunakan tidak sesuai ruang dan waktunya.

Wartawan:
Apa yang dimaksud digunakan tidak sesuai ruang dan waktunya?

Orang tua berambut putih:
Elegi itu hanya untuk sarana berpikir filsafat. Itu saja hanya salah satu. Jadi porsinya memang perlu dibatasi. Dia juga bukan suatu topik pembelajaran. Jadi elegi itu tidak cocok untuk digunakan pada pembelajaran disekolah. Tetapi substansinya itulah yang di ambil.

Wartawan:
Apa yang dimaksud substansi?

Orang tua berambut putih:
Seorang guru matematika hendaknya tidak hanya hapal rumus. Jika seorang guru matematika mendidik siswa dengan hanya menghapal rumus, itu namanya mitos. Maka guru seharusnya mengetahui apa makna dibalik dalil Pythagoras. Maka guru juga berusaha agar siswanya mengetahui apa makna dibalik dalil Pythagoras. Begitu saja maksudnya.

Wartawan:
Apa beda mitos dan patung filsafat? Apa beda logos dan orang tua berambut putih?

Orang tua berambut putih:
Mitos adalah patung filsafat. Logos adalah orang tua berambut putih.

Wartawan:
Mengapa sering banyak cerita dalam elegi selalu berakhir kepada hati atau Tuhan?

Orang tua berambut putih:
Filsafat itu tergantung orangnya. Dia bisa berangkat dari mana saja, melalui mana saja, dan berhenti di mana saja dan tentu kapan saja. Elegi-elgi ini setidaknya menggambarkan keadaan diriku atau filsafatku.

Wartawan:
Bagaimana peran para filsof?

Orang tua berambut putih:
Filsafat adalah pikiran para filsuf. Jadi tiadalah artinya kita bicara filsafat jika kita tidak membicarakan pikiran para filsufnya.

Wartawan:
Tetapi kenapa dalam elegi ini jarang muncul pemikiran para filsuf?

Orang tua berambut putih:
Pemikiran mereka tersembunyi atau muncul secara implisit.

Wartawan:
Diantara elegi-elegi apakah terdapat elegi favorit dan elegi kurang favorit?

Orang tua berambut putih:
Tentu ada. Elegi favoritku adalah elegi yang memberi inspirasi kepada berdayanya obyek dan terhindarnya eksploitasi dari subyek. Sedangkan elegi yang tidak demikian itu kurang favorit bagi saya.

Wartawan:
Terimakasih

Orang tua berambut putih:
Terimakasih kembali.
Posted by Dr. Marsigit, M.A at 2:03 AM

Elegi Perbincangan Para Banyak Oleh Marsigit

Para banyak:
Wahai orang tua berambut putih, sebentar dulu...janganlah tergesa pergi... Aku para banyak masih ingin menyampaikan pemikiranku kepadamu. Selama ini tiadalah orang itu peduli terhadapku dan terhadap para anggotaku. Tetapi aku selalu tertimpakan oleh pemikiran, sikap dan perbuatan mereka. Kalau yang lain juga sudah menyampaikan pemikiran melalui berbagai forum misalnya konferensi, seminar,perbincangan, dst, maka kami juga ingin melakukan hal yang sama.

Orang tua berambut putih:
Oh engkau para banyak. Aku minta maaf belum bisa memberimu kesempatan untuk menyampaikan pemikiranmu dan para anggotamu. Sebetulnya aku untuk sementara akan off dulu, untuk memberikan kesempatan para subyek dan para obyek merenungkan pemikirannya. Tetapi ternyata engkau telah mendatangiku. Baiklah, silahkan.

Satu:
Kenalkan, aku adalah satu. Satu adalah anggota dari para banyak. Tiadalah banyak itu tanpa pernah dimulai dari diriku. Satu itu bukanlah satu. Oleh karena satu itu bukan satu, maka aku dapat berusaha menggunakan pikiranku untuk memikirkan satu. Padahal engkau tahu bahwa satu itu dapat berkenaan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu aku dapat meletakkan satu di depan setiap yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya aku dapat mengatakan satu buku, satu pensil, satu guru, satu siswa, satu lautan, satu bicara, satu pikiran, satu pendapat, satu tingkat, satu dimensi, satu dunia, ...dst. Dari contoh-contoh itu maka dapat aku katakan bahwa satu itu ada banyak tak terhingga. Itulah sebenar-benar satu, yaitu bahwa satu adalah satu dari sekian banyak anggota para banyak.

Dua:
Kenalkan, aku adalah dua. Dua adalah anggota dari para banyak. Dua itu bukanlah dua. Oleh karena dua itu bukan dua, maka aku dapat berusaha menggunakan pikiranku untuk memikirkan dua. Padahal engkau tahu bahwa dua itu dapat berkenaan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu aku dapat meletakkan dua di depan setiap yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya aku dapat mengatakan dua buku, dua, pensil, dua guru, dua siswa, dua lautan, dua bicara, dua pikiran, dua pendapat, dua tingkat, dua dimensi, dua dunia, ...dst. Dari contoh-contoh itu maka dapat aku katakan bahwa dua itu ada banyak tak terhingga. Itulah sebenar-benar dua, yaitu bahwa dua adalah satu dari sekian banyak anggota para banyak.

Tiga:
Kenalkan, aku adalah tiga. Tiga adalah anggota dari para banyak. Tiga itu bukanlah tiga. Oleh karena tiga itu bukan tiga, maka aku dapat berusaha menggunakan pikiranku untuk memikirkan tiga. Padahal engkau tahu bahwa tiga itu dapat berkenaan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu aku dapat meletakkan tiga di depan setiap yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya aku dapat mengatakan tiga buku, tiga pensil, tiga guru, tiga siswa, tiga lautan, tiga bicara, tiga pikiran, tiga pendapat, tiga tingkat, tiga dimensi, tiga dunia, ...dst. Dari contoh-contoh itu maka dapat aku katakan bahwa tiga itu ada banyak tak terhingga. Itulah sebenar-benar tiga, yaitu bahwa tiga adalah satu dari sekian banyak anggota para banyak.

Empat:
Kenalkan, aku adalah empat. Empat adalah anggota dari para banyak. Empat itu bukanlah empat. Oleh karena empat itu bukan empat, maka aku dapat berusaha menggunakan pikiranku untuk memikirkan empat. Padahal engkau tahu bahwa empat itu dapat berkenaan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu aku dapat meletakkan empat di depan setiap yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya aku dapat mengatakan empat buku, empat pensil, empat guru, empat siswa, empat lautan, empat bicara, empat pikiran, empat pendapat, empat tingkat, empat dimensi, empat dunia, ...dst. Dari contoh-contoh itu maka dapat aku katakan bahwa empat itu ada banyak tak terhingga. Itulah sebenar-benar empat, yaitu bahwa empat adalah satu dari sekian banyak anggota para banyak.

Lima:
Kenalkan, aku adalah lima. Lima adalah anggota dari para banyak. Lima itu bukanlah lima. Oleh karena lima itu bukan lima, maka aku dapat berusaha menggunakan pikiranku untuk memikirkan lima. Padahal engkau tahu bahwa lima itu dapat berkenaan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu aku dapat meletakkan lima di depan setiap yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya aku dapat mengatakan lima buku, lima pensil, lima guru, lima siswa, lima lautan, lima bicara, lima pikiran, lima pendapat, lima tingkat, lima dimensi, lima dunia, ...dst. Dari contoh-contoh itu maka dapat aku katakan bahwa lima itu ada banyak tak terhingga. Itulah sebenar-benar lima, yaitu bahwa lima adalah satu dari sekian banyak anggota para banyak.

Banyak:
Kenalkan, aku adalah banyak. Banyak adalah anggota dari para banyak. Banyak itu bukanlah banyak. Oleh karena banyak itu bukan banyak, maka aku dapat berusaha menggunakan pikiranku untuk memikirkan banyak. Padahal engkau tahu bahwa banyak itu dapat berkenaan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu aku dapat meletakkan banyak di depan setiap yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya aku dapat mengatakan banyak buku, banyak pensil, banyak guru, banyak siswa, banyak lautan, banyak bicara, banyak pikiran, banyak pendapat, banyak tingkat, banyak dimensi, banyak dunia, ...dst. Dari contoh-contoh itu maka dapat aku katakan bahwa banyak itu ada banyak tak terhingga. Itulah sebenar-benar banyak, yaitu bahwa banyak adalah satu dari sekian banyak anggota para banyak.

Para banyak:
Kenalkan, aku adalah para banyak. Para banyak adalah anggota dari para banyak. Para banyak itu bukanlah para banyak. Oleh karena para banyak itu bukan para banyak, maka aku dapat berusaha menggunakan pikiranku untuk memikirkan para banyak. Padahal engkau tahu bahwa para banyak itu dapat berkenaan dengan segala yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu aku dapat meletakkan para banyak di depan setiap yang ada dan yang mungkin ada. Misalnya aku dapat mengatakan para banyak buku, para banyak pensil, para banyak guru, para banyak siswa, para banyak lautan, para banyak bicara, para banyak pikiran, para banyak pendapat, para banyak tingkat, para banyak dimensi, para banyak dunia, ...dst. Dari contoh-contoh itu maka dapat aku katakan bahwa para banyak itu ada para banyak tak terhingga. Itulah sebenar-benar para banyak, yaitu bahwa para banyak adalah satu dari sekian banyak anggota para banyak.

Orang tua berambut putih:
Lantas, apa masalahmu jika engkau semua telah menyampailkan pemikiranmu?

Para banyak:
Yang menjadi masalah adalah sulitnya manusia memahami tentang satu bukanlah satu, dua bukanlah dua, tiga bukanlah tiga, empat bukanlah empat, lima bukanlah lima, dan banyak bukanlah banyak, serta para banyak bukanlah para banyak.

Orang tua berambut putih:
Apa pentingnya memahami hal yang demikian itu?

Para banyak:
Jika mereka belum memahami para banyak maka mereka akan mengalami kesulitan untuk memahami obyek yang bicara, mengalami kesulitan untuk memahami subyek yang menjadi obyek, mengalami kesulitan untuk memahami obyek yang menjadi subyek, mengalami kesulitan untuk memahami kuasa yang dikuasai, mengalami kesulitan untuk memahami yang ada dan yang mungkin ada, mengalami kesulitan untuk memahami tetap yang berubah, mengalami kesulitan untuk memahami berubah yang tetap, mengalami kesulitan untuk memahami benar yang salah, mengalami kesulitan untuk memahami salah yang benar, mengalami kesulitan untuk memahami baik yang buruk, mengalami kesulitan untuk memahami buruk yang baik, mengalami kesulitan untuk memahami awal yang tidak berawal, mengalami kesulitan untuk memahami akhir yang tidak berakhir, mengalami kesulitan untuk memahami pertanyaan yang bukan pertanyaan, mengalami kesulitan untuk memahami reduksi menuju kelengkapan, mengalami kesulitan untuk memahami kelengkapan yang tereduksi, mengalami kesulitan untuk memahami hidup yang mati, mengalami kesulitan untuk memahami mati yang hidup, mengalami kesulitan untuk memahami dunia di syurga, mengalami kesulitan untuk memahami syurga di dunia, mengalami kesulitan untuk memahami dunia di neraka, mengalami kesulitan untuk memahami neraka di dunia, mengalami kesulitan untuk memahami logosnya mitos, mengalami kesulitan untuk memahami mitosnya logos, mengalami kesulitan untuk memahami pikiran di hati, mengalami kesulitan untuk memahami hati di pikiran, mengalami kesulitan untuk memahami guru sebagai siswa, mengalami kesulitan untuk memahami siswa sebagai guru, mengalami kesulitan untuk memahami hakekat dibalik penampakan, mengalami kesulitan untuk memahami elegi-elegi, mengalami kesulitan untuk memahami merterjemahkan dan diterjemahkan, mengalami kesulitan untuk memahami memperbincangkan segala yang ada dan yang mungkin ada, mengalami kesulitan untuk memahami fatamorgana, mengalami kesulitan untuk mengenali para mitos, dan mengalami kesulitan untuk mengenali musuh-musuh hati.

Orang tua berambut putih:
Wahai para banyak. Sungguh mulia hatimu itu. Sungguh agung pemikiranmu itu. Semoga pemikiran-pemikiranmu itu dapat dibaca oleh para logos, sehingga para logos itu bisa selalu mengatasi para mitos-mitosnya. Mudah-mudahan uraianmu ini juga bisa menjadi jawaban dan solusi bagi yang masih kesulitan memahami elegi-elegi. Dan semoga apa yang telah engkau sampaikan dapat mencerdaskan kita semua dan menambah iman dan taqwa kita kepa Allah SWT. Amien.
Posted by Dr. Marsigit, M.A at 1:39 AM

Jargon Perkelahian Keburukan dan Kebaikan Oleh Marsigit

Orang tua berambut putih:
Wah gawat situasinya. Samar-samar aku melihat di kejauhan ada perkelahian antara jargon keburukan dan jargon kebaikan. Perkelahian kelihatannya sangat seru. Masing-masing menggunakan dan menyerang dengan jargon-jargonnya.

Jargon keburukan:
Wahai para kebaikan, bagaimana engkau bisa meraih kehormatanmu di dunia dan akhirat? Bagaimana pula engkau mendapatkan ilmu dunia dan akhirat? Sedangkan aku, lihatlah. Aku akan sikat habis semua kesempatan di dunia agar aku memperoleh kehormatanku dan ilmuku. Sedangkan akhirat, belumlah jelas bagiku. Aku hanya berpikir dan bertindak kepada hal-hal yang jelas-jelas saja. Naiflah bagi engkau itu yang selalu tidak jelas akan perilakumu itu.

Kebaikan:
Wahai jargon keburukan. Kenalkanlah diriku. Menyangkut kabaikanku, aku enggan menganggap diriku sebagai jargon. Mengapa? Karena kebaikanku itu sebagian besar berdomisili di dalam hatiku. Padahal engkau tahu bahwa hatiku itu bukanlah jargon-jargonku, melainkan dia itu adalah keyakinanku. Maka untuk menjawab dan membantah semua pemikiranmu, aku tidak akan menggunakan jargon-jargonku.
...Ketahuilah sesungguhnya..:
“Barang siapa masuk ke kubur tanpa membawa bekal, tak ubahnya menyeberang laut tanpa perahu” (Abu Bakar ra)
“Kehormatan dunia didukung oleh harta, sedang kehormatan akhirat didukung oleh amal saleh” (Umar Ibn Khatab ra)
“Perhatian kepada dunia menggelapkan hati, sedangkan perhatian kepada akhirat meneranginya” (Utsman Ibn Affan ra)
“Barang siapa mencari ilmu, maka sorga akan mencarinya; dan barang siapa mengejar dosa, maka neraka akan mengejarnya” (Ali Ibn Abi Thalib)

Jargon keburukan:
Waha..sombong amat engkau itu. Aku tidak peduli engkau menggunakan jargon atau bukan jargon. Bagiku sama saja. Semua itu adalah jargon-jargonmu. Tetapi sebaik apapun ucapanmu itu aku tidak akan mendengarkannya.

Kebaikan:
Dasar keburukan ya tetap buruk. Satu-satunya sifatmu yang tidak termaafkan adalah kesombonganmu.
Ketahuilah..
“Semua dosa yang bersumber dari syahwat, masih ada harapan akan diampuni Tuhan. Tapi dosa yang bersumber dari kesombongan tidak akan ada harapan untuk diampuni. Pembangkangan iblis terhadap Allah SWT bersumber dari kesombongannya, sedangkan tergelincirnya Adam bersumber dari syahwatnya”(Sufyan Tsauri)

Jargon keburukan:
Wahai kebaikan...rupanya engkau sudah mulai bicara dosa-dosa. Gajah dipelupuk mata tidak tampak, sedangkan kuman di seberang lautan itu tampak jelas.

Kebaikan:
Ketahuilah wahai keburukan...
“Barang siapa berbuat dosa sambil tertawa, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka dalam keadaan menangis. Barang siapa berbuat taat sambil menangis, maka Allah akan memasukkannya ke dalam sorga dalam keadaan tertawa gembira”(Zahid)

Jargon keburukan:
Ah..itu kan kalau dosanya besar-besar. Sedangkan menurut perasaanku, jikalau ada dosa pada diriku, dosaku itu masih kecil-kecil.

Kebaikan:
Wahai keburukan...jangan kau anggap dosa kecil itu sepele, karena daripadanya akan berkembang dosa-dosa besar.
Ketahulah...
“Bukan dosa kecil lagi jika dilakukan terus menerus, dan bukan dosa besar jika diikuti istigfar”(Muhammad SAW)

Keburukan:
Ah..wahai kebaikan. Engkau itu memang munafik. Mana mungkin engkau itu terbebas dari segala nafsu, syahwat, dosa, sombong dan melakukan yang khalal-khalal?

Kebaikan:
Aku melihat ada peningkatan pada dirimu. Sekarang engkau tidak lagi bersembunyi di balik jargon-jargonmu. Pertanda bahwa engkau tidak lagi menggunakan jargon di depan namamu. Tetapi ketahuilah bahwa celakalah orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai penguasa dan akalnya sebagai tawanannya. Sedangkan aku melihat hal yang demikian itu ada pada dirimu. Barang siapa meninggalkan dosa-dosa, hatinya akan menjadi lembut, dan barang siapa meninggalkan yang haram dan hanya makan yang halal saja, maka pikirannya akan menjadi bening. Allah telah berfirman kepada Nabi-nabinya:”patuhilah segala hal yang Aku perintahkan kepadamu dan janganlah engkau durhaka terhadap nasehat-nasehat-Ku”

Keburukan:
Aku mengakui telah melepas jargon-jargonku. Karena engkau mulai mengetahui siapa diriku, buat apa aku bersembunyi di balik jargon-jargonku itu. Dasar engkau selalu membenciku. Pertanyaan pertanyaanku selalu engkau bantah dengan peraturan-peraturan. Dasar engkau itu sok idealis.

Kebaikan:
Baiklah wahai keburukan. Sekarang yang ada tinggalah engkau dan diriku. Ketahuilah...
“Kasih sayang yang utuh kepada orang lain merupakan separuh akal. Pertanyaan yang baik merupakan separuh ilmu. Dan peraturann yang baik merupakan separuh kehidupan”(Umar ra)

Keburukan:
Wahai kebaikan..kelihatannya engkau itu berbicara seakan-akan hanya dirimu yang akan selamat dan hanya diriku yang akan tidak selamat. Sombong amat engkau itu!

Kebaikan:
Wahai keburukan, ketahuilah...
“Ada tiga hal yang menyelamatkan manusia dan ada tiga hal lainnya yang akan membinasakannya. Tiga hal yang menyelamatkan manusia yaitu: takut kepada Allah baik dalam keadaan sepi sendirian maupun di hadapan orang banyak; hidup sederhana baik diwaktu miskin maupun kaya; bersikap adil baik di waktu senang maupun marah. Sedangkan tiga perkara yang membinasakan yaitu: kikir yang keterlaluan; hawa nafsu yang diturut; dan kagum pada diri sendiri”(Muhammad SAW)

Keburukan:
Wahai kebaikan. Aku lihat engkau itu barlagak santun.

Kebaikan:
Wahai keburukan, ketahuilah...
“Barang siapa tak punya sopan santun, berarti ia tak berilmu. Barang siapa tidak memiliki kesabaran berarti ia tidak beragama”(Hasan al-Basri)

Keburukan:
Wahai kebaikan..menurutku engkau terlalu banyak bicara. Engkau tidak memberi kesempatan kepadaku untuk membantah. Kelihatannya engkau itu bisa hidup sendiri tanpa diriku.

Kebaikan:
Wahai keburukan..
“Berilah kesempatan kepada siapa yang engkau kehendaki, niscaya engkau menjadi pemimpinnya. Tadahkan tanganmu kepada siapa yang engkau kehendaki, niscaya engkau menjadi tawanannya. Cukupkan dirimu tanpa membutuhkan orang lain, niscaya engkau menjadi tandingannya”(Ali Karramallahu wajhah)

Keburukan:
Wahai kebaikan, apakah engkau tidak butuh harta dan kemuliaan dunia? Padahal untuk meraihnya itu haruslah berbekal imu. Bukankah engkau tahu bahwa ilmuku itu telah cukup untuk itu.

Kebaikan:
Wahai keburukan...barang siapa hanya mengandalkan kecerdasan akalnya, ia akan sesat. Barang siapa merasa kaya dengan hartanya, maka hartanya akan terasa sedikit. Barang siapa merasa mulia karena dukungan makhluk, maka ia sebenarnya hina.

Keburukan:
Bolehkah aku mengetahui sifat-sifatmu?

Kebaikan:
Ada empat hal yang merupakan diriku sebagai kebaikan: pertama, sifat malu pada laki-laki itu baik, tetapi sifat malu pada perempuan itu lebih baik; kedua, sifat adil pada setiap orang itu baik, tetapi sikap adil dari seorang pemimpin itu lebih baik; ketiga, orang tua bertaubat itu baik, tetapi orang muda bertaubat itu lebih baik; keempat, sifat pemurah orang kaya itu baik, tetapi sifat pemurah orang miskin itu lebih baik.

Keburukan:
Ah..itu kan menurutmu. Menurutku mungkin bisa lain. Tetapi, apakah engkau bisa menyebut ciri-ciriku?

Kebaikan:
Ada empat hal yang merupakan dirimu sebagai keburukan: pertama, dosa yang diperbuat oleh orang muda itu buruk, tetapi dosa yang diperbuat orang tua itu lebih buruk lagi; kedua, sibuk urusan dunia oleh orang bodoh itu buruk, tetapi lebih buruk lagi sibuk urusan dunia oleh orang pintar; ketiga, malas beribadah bagi orang bodoh itu buruk, tetapi lebih buruk lagi malas bagi orang pintar; keempat, sombongnya orang kaya itu buruk, tetapi lebih buruk lagi sombongnya orang miskin.

Keburukan:
Ah..kamu itu sok pintar. Memangnya hanya engkau orang yang paling berilmu, beramal, dan bijak.

Kebaikan:
Wahai keburukan, ketahuilah...
“Ilmu itu petujuk amal. Filsafat itu gudangnya ilmu. Akal adalah penuntun kebajikan. Hawa nafsu itu tempat bercokolnya dosa. Harta merupakan kebanggaan orang congkak. Dan dunia itu ladangnya akhirat”(Yahya Ibn Muad)

Keburukan:
Baiklah kebaikan..aku akan mengujimu. Jika engkau bisa menjawab pertanyaan-pertanyaanku maka aku akan mempertimbangkan kebaikan-kebaikanmu. Pertanyaan-pertanyaanku adalah: apa yang lebih berat dari langit?, apa yang lebih luas dari bumi?, apa yang lebih keras dari batu?, apa yang lebih panas dari neraka?, dan apa yang lebih berbisa dari pada racun?

Kebaikan:
Wahai keburukan, ketahuilah...
“Membohongi masyarakat itu lebih berat dibanding langit. Kebenaran itu lebih luas dari langit. Hati seorang munafik itu lebih keras dibanding batu. Pemimpin yang zhalim itu lebih panas dibanding neraka. Dan adu domba itu lebih berbisa dibanding racun”(Ali Karramallahu wajhah)

Keburukan mulai bimbang:
Wah kebaikan..aku mulai ragu dengan sikapku. Setelah engkau katakan bahwa hati seorang munafik itu lebih keras dari batu, maka aku merasa disambar petir di siang hari bolong. Jangan-jangan aku ini termasuk golongan orang munafik. Aku mulai merasa tidak pede bicara dengan engkau. Apakah memang engkau itu betul-betul kebaikan. Apakah kebaikanmu itu memang betul-betul engkau. Apakah sebetul-betul kebaikan itulah yang engkau maksud sebagai bukan jargon. Aku mulai terasa berat dalam hatiku. Aku mulai terasa haru dalam hatiku. Tubuhku mulai bergetar. Kenapa selama ini aku selalu mengandalkan jargon-jargonku untuk memantapkan kedudukanku. Padahal menghadapi kebaikan sejati ternyata aku tidak dapat mengandalkan jargon-jargonku. Wahai kebaikan perhatikanlah diriku. Apakah aku sudah tampak seperti orang bertaubat. Bolehkah engkau memberi kesempatan bagi diriku untuk meneteskan air mataku. Hih....hih....Jika aku ingin bertaubat bagaimanakah caranya? Bolehkah aku memohon kepada dirimu? Janganlah selalu sebut aku sebagai keburukan. Aku ingin engkau menyebutku sebagai kebaikan pula. Oh Tuhan ampunilah dosa-dosaku, ampunilah keburukanku ini.

Kebaikan:
Wahai keburukan yang mulai sadar akan kebaikan. Artinya engkau itu adalah setengah baik, sebelum aku betul-betul mengetahui bahwa engkau betul-betul baik. Ketahuilah, bahwa tidaklah mudah orang bertaubat itu. Ada syarat-syaratnya orang bertaubat: membaca istighfar, menyesal dalam hati, melepaskan diri dari perbuatan maksiat, berjanji tidak akan mengulangi dosa-dosa, mencintai akhirat, gemar belajar dan beribadah.

Kebaikan baru:
Wahai kebaikan saya bertekad akan menjalani syarat-syaratmu itu, maka bagaimanakah kemudian keadaanku?

Kebaikan:
Wahai kebaikan baru, bacalah:
Dengan nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Penyayang; Maha suci Tuhan yang ‘arasy-Nya berada di langit; Maha Suci Tuhan yang kerajaan dan kekusaan-Nya ada di bumi; Maha Suci Tuhan yang agama-Nya berada di muka bumi; Maha Suci Tuhan yang ruh-Nya merata di ruang semesta; Maha Suci Tuhan yang kekuasaan-Nya ada di Neraka; Maha Suci Tuhan yang mengetahui rahasia dalam kandungan; Maha Suci Dzat yang memutuskan siska kubur; Maha Suci Tuhan yang membangun langit tanpa tiang; Maha Suci Tuhan yang menempatkan bumi; Maha Suci Tuhan yang tidak ada tempat bersandar dan tempat kembali kecuali hanya kepada-Nya. Amien..amien..amien.

Kebaikan baru:
Dengan nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Penyayang; Maha suci Tuhan yang ‘arasy-Nya berada di langit; Maha Suci Tuhan yang kerajaan dan kekusaan-Nya ada di bumi; Maha Suci Tuhan yang agama-Nya berada di muka bumi; Maha Suci Tuhan yang ruh-Nya merata di ruang semesta; Maha Suci Tuhan yang kekuasaan-Nya ada di Neraka; Maha Suci Tuhan yang mengetahui rahasia dalam kandungan; Maha Suci Dzat yang memutuskan siska kubur; Maha Suci Tuhan yang membangun langit tanpa tiang; Maha Suci Tuhan yang menempatkan bumi; Maha Suci Tuhan yang tidak ada tempat bersandar dan tempat kembali kecuali hanya kepada-Nya. Amien..amien..amien.

Orang tua berambut putih:
Saya telah menyaksikan dan merasakan Tuhan telah menurunkan rakhmat dan hidayah Nya buat kita semua. Alhamdullilah.Amien..amien..amien.

Referensi:
Ibnu Hajar al-'Asqalani, 1986, "Untaian Hikmah: Percikan Ucapan Nabi Muhammad SAW, Sahabat, Mujahid dan Guru-guru Sufi", Bandung: Penerbit Pustaka
Posted by Dr. Marsigit, M.A at 3:05 AM

Elegi Ucapan Selamat Jalan Oleh Marsigit

Orang tua berambut putih:
Wahai para elegi, berat rasanya aku ingin menyampaikan sesuatu kepadamu.

Para elegi:
Wahai orang tua berambut putih, janganlah engkau merasa ragu untuk menyampaikan sesuatu kepadaku. Berbicara lugaslah kepadaku, jangan sembunyikan identitasmu, dan jangan sembunyikan pula maksudmu.

Orang tua berambut putih:
Sudah saatnya aku menyampaikan bahwa saatnya kita berpisah itu juga sudah dekat. Mengapa? Jika aku terlalu lama dalam elegi maka bukankah engkau itu akan segera menjadi mitos-mitosku. Maka aku juga enggan untuk menyebut sebagai orang tua berambut putih. Aku juga ingin menanggalkan julukanku sebagai orang tua berambut putih. Bukankah jika engkau terlalu lama menyebutku sebagai orang tua berambut putih maka engkau juga akan segera termakan oleh mitos-mitosku. Ketahuilah bahwa orang tua berambut putih itu adalah pikiranku. Sedagkan pikiranku adalah diriku. Sedangkan diriku adalah Marsigit. Setujukah?

Para elegi:
Bagaimana kalau aku katakana bahwa Marsigit adalah pikirannya. Sedangkan pikirannya adalah ilmunya. Sedangkan ilmunya itu adalah orang tua berambut putih.

Marsigit:
Maafkan aku para elegi, bolehkah aku minta tolong kepadamu. Aku mempunyai banyak murid-murid. Apalagi mereka, sedangkan engkau pula akan segera aku tinggalkan. Maka murid-muridku juga akan segera aku tinggalkan. Mengapa aku akan segera meninggalkanmu dan meninggalkan murid-muridku? Itulah suratan takdir. Jika para muridku mengikuti jejakku maka dia melakukan perjalanan maju. Sedangkan jika aku tidak segera meninggalkan muridku maka aku aku akan menghalangi perjalanannya. Aku harus member jalan kepada murid-muridku untuk melenggangkan langkahnya menatap masa depannya.

Mahasiswa:
Maaf pak Marsigit. Saya masih ingin bertanya. Bagaimanakah menerapkan filsafat dalam kehidupan sehari-hari?

Marsigit:
Filsafat itu meliputi semuanya yang ada dan yang mungkin ada. Padahal dirimu itu termasuk yang ada. Maka dirimu itu adalah filsafat. Seangkan kehidupan sehari-hari itu juga meliputi yang ada dan yang mungkin ada, maka kehidupan sehari-hari itu adalah filsafat. Sedangkan pertanyaanmu itu disampiang telah terbukti ada, maka pertanyaan itu adalah awal dari ilmumu. Maka untuk menerapkan filsafat dalam kehidupan sehari-hari gunakanlah metode menterjemahkan dan diterjemahkan.

Mahasiswa:
Wahai Pak Marsigit, apakah sebenarnya filsafat pendidikan matematika itu? Dan apa bedanya dengan filsafat matematika? Dan apa pula bedanya dengan matematika?

Marsigit:
Pengertian matematika itu ada banyak sekali, sebanyak orang yang memikirkannya. Secara implicit, menurut Socrates matematika adalah pertanyaan, menurut Plato matematika adalah ide, menurut Arstoteles, matematika adalah pengalaman, menurut Descartes matematika adalah rasional, menurut Kant matematika adalah sintetik a priori, menurut Hegel matematika itu mensejarah, menurut Russell matematika adalah logika, menurut Wittgenstain matematika adalah bahasa, menurut Lakatos matematika adalah kesalahan, dan menurut Ernest matematika adalah pergaulan.

Mahasiswa:
Wahai Pak Marsigit, tetapi aku tidak pernah menemukan semua ungkapanmu itu dalam buku-buku referensi primer?

Marsigit:
Ungkapan-ungkapanku itu adalah kualitas kedua atau ketiga. Kualitas kedua atau ketiga itu merupakan hasil refleksi. Filsafat adalah refleksi. Jadi hanya dapat diketahui melalui kajian metafisik.

Mahasiswa:
Apa pula yang dimaksud metafisik?

Marsigit:
Metafisik adalah setelah yang fisik. Maksudnya adalah penjelasanmu tentang segala sesuatu. Jadi jika engkau sudah berusaha menjelaskan sesuatu walaupun sangat sederhana, maka engkau telah melakukan metafisik. Maka dirimu itulah metafisik.

Mahasiswa:
Lalu apa bedanya matematika dengan filsafat matematika?

Marsigit:
Untuk matematika 3+5 = 8 itu sangat jelas dan final, dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Mengapa karena matematika itu adalah meneliti. Jadi 3+5=8 itu dapat dipandang sebagai hasil penelitian matematika yang sangat sederhana dan terlalu sia-sia untuk mempersoalkan. Tetapi bagi filsafat kita berhak bertanya mengapa 3+5=8. Mengapa? Karena filsafat itu refleksi. Ketahuilah 3+5=8 itu, bagi filsafat, hanya betul jika kita mengabaikan ruang dan waktu. Tetapai selama kita masih memperhatika ruang dan waktu maka kita bias mempunyai 3 buku, 3 topi, 3 hari, dst…5 pensil, 5 pikiran, 5pertanyaan, dst…Maka kita tidak bisa mengatakan 3pensil +5 topi = 8 topi, misalnya.

Mahasiswa:
Lalu apa relevansinya mempelajari filsafat dengan pendidikan matematika?

Marsigit:
Pendidikan itu dapat diibaratkan sebagai gerbong kereta api. Demikian juga pendidikan matematika. Filsafat itu dapat diibaratkan sebagai helicopter pengawal gerbong KA. Para pendidik, atau guru atau praktisi kependidikan jika tidak pernah mempelajari filsafat pendidikan atau filsafat pendidikan matematika, mereka itu ibarat penunmpang KA tersebut. Maka bagaimana mungkin penumpang KA bisa mengetahui semua aspek sudut-sudut gerbong KA dalam perjalanannya. Maka filsafat pendidikan matematika itu ibarat seorang penumpang KA itu keluar dari gerbong KA an kemudian naik helicopter untuk mengikuti dan memonitor laju perjalanan KA itu. Maka orang yang telah mempelajari filsafat pendidikan matematika jauh lebih kritis dan lebih dapat melihat dan mampu mengetahui segala aspek pendidikan matematika.

Mahasiswa:
Aku bingung dengan penjelasanmu itu. Bisakah engkau memberikan gambaran yang lebih jelas?

Marsigit:
Filsafat itu adalah refleksi. Maka filsafat pendidikan matematika adalah refleksi terhadap pendidikan matematika, meliputi refleksi terhadap semua yang ada dan yang mungkin ada dalam pendidikan matematika. Padahal pendidikan matematika itu meliputi guru, matematika, murid, ruang, kegiatan, alat dst..banyak sekali. Padahal guru itu mempunyai sifat yang banyak sekali. Jadi ada banyak sekali yang perlu direfleksikan. Maka dalam filsafat pendidikan matematika, tantanganmu adalah bagaimana engkau bisa memperbincangkan semua obyek-obyeknya. Maksud meperbincangkan adalah menjelaskan semua dari apa yang dimaksud dengan semua yang ada dan yang mungkin ada dalam pendidikan matematika. Jelaskanlah apa arti bilangan phi? Jelaskanlah apa hakekat siswa diskusi? Jelaskan apa hakekat LKS? Jelaskan apa hakekat media pembelajaran matematika? Itu semua merupakan pekerjaan filsafat pendidikan matematika? Maka bacalah elegi-elegi itu semua, maka niscaya engkau akan bertambah sensitive terhadap pendidikan matematika. Sensitivitasmu terhadap pendidikan matematika itu merupakan modal dasar bagi dirimu agar mampu merefleksikannya.

Mahasiswa:
Apakah filsafat itu meliputi agama?

Marsigit:
Filsafat itu olah pikir. Sedangkan agama itu tidak hanya olah pikir tetapi meliputi juga olah hati. Pikiranku tidak dapat memikirkan semua hatika. Artinya filsafat tidak mampu menjelaskan semua keyakinanku.

Mahasiswa:
Apa yang engkau maksud dengan jebakan filsafat?

Marsigit:
Jebakan filsafat itu artinya tidak ikhlas, tidak sungguh-sungguh, palsu, menipu, pura-pura, dsb. Maka jika engkau mempelajari filsafat hanya untuk mengejar nilai, itu adalah jebakan filsafat. Jika para guru peserta pelatihan, kemudian enggan melaksanakan hasil-hasil pelatihan setelah selesai pelatihan, itu adalah jebakan filsafat. Jika engkau pura-pura disipli maka itu jebakan filsafat. Maka bacalah lagi elegi jebakan filsafat.

Mahasiswa:
Apa pantangan belajar filsafat?

Marsigit:
Belajar filsafat itu tidak boleh sepotong-sepotong. Kalimat-kalimat filsafat juga tidak bisa diambil sepenggal-penggal. Karena jika demikian maka tentu akan diperoleh gambaran yang tidak lengkap. Pantangan yang lain adalah jangan gunakan filsafat itu tidak sesuai ruang dan waktunya. Jika engkau bicara dengan anak kecil perihal hakekat sesuatu maka engkau itu telah menggunakan filsafat tidak sesuai dengan ruang dan waktunya.

Mahasiswa:
Apa tujuan utama mempelajari filsafat?

Marsigit:
Tujuan mempelajari filsafat adalah untuk bisa menjadi saksi. Mempelajari filsafat pendidikan matematika untuk menjadi saksi tentang pendidikan matematika. Tidaklah mudah menjadi saksi itu. Jika ada seminar tentang pendidikan matematika, tetapi engkau tidak ikut padahal mestinya engkau bisa ikut, maka engkau telah gagal menjadi saksinya pendidikan matematika. Itu hanyalah satu contoh saja. Jika ada perubahan kurikulum tentang pendidikan matematika dan engkau tidak menyumbangkan pemikiranmu padahal engkau mestinya bisa, maka engkau telah kehilangan kesempatanmu menjadi saksi. Jika ada praktek-praktek pembelajaran matematika yang tidak sesuai dengan hakekat matematika dan engkau tidak menyumbangkan pemikiranmu maka engkau telah gagal menjadi saksi. Dst.

Mahasiswa:
Wahai Pak Marsigit, kenapa engkau melakukan ujian-ujian untuk kuliah filsafat pendidikan matematika? Padahal aku sangat ketakutan dengan ujian-ujian.

Marsigit:
Ujian itu ada dan jika keberadaannnya tersebar sampai kemana-mana untuk berbagai kurun waktu maka mungkin ujian itu termasuk sunatullah. Maka aku mengadakan ujian itu juga dalam rangka menjalani suratan takdir. Padahal bagiku tidaklah mudah untuk mengujimu, karena akan sangat berat mempertangungjawabkannya.

Mahasiswa:
Kenapa bapak kelihatan berkemas-kemas mau meninggalkanku?

Marsigit:
Aku tidak bisa selamanya bersamamu. Paling tidak itu fisikku, tenagaku, energiku, ruangku dan waktuku. Tetapi ada hal yang tidak dapat dipisahkan antara aku dan engkau, yaitu ilmuku dan ilmumu. Diantara ilmuku dan ilmuku ada yang tetap, ada yang sama, ada yang. Tetapi komunikasi kita tidak hanya tentang hal yang sama. Kita bisa berkomunikasi tentang kontradiksi kita masing-masing dan kebenaran kita masing-masing.

Mahasiwa:
Apa bekalku untuk berjalan sendiri tanpa kehadiranmu?

Marsigit:
Ketahuilah bahwa akhir dari pertemuan kita dalam ruang dan waktu yang ini, adalah awal dari perjuangan kita masing-masing. Engkau semua akan memasukki hutan rimbanya kehidupan yang sebenarnya di masyarakat, khususnya masyarakat pendidikan matematika. Ketahuilah salah satu hasil yang engkau peroleh dari belajar filsafat adalah kemerdekaan berpikir, kemandirian, keterampilan dan daya kritis, serta keteguhan hati. Itulah bekal yang engkau miliki. Selalu berusaha tingkatkanlah dimensi pikiran dan hatimu, dengan cara menterjemahkan dan diterjemahkan.

Mahasiswa:
Bagaimana tentang elegi-elegimu itu?

Marsigit:
Bacalah elegi-elegi itu. Itu adalah karya-karyaku yang semata-mata aku berikan kepadamu. Tetapi bacalah elegi-elegi dengan daya kritismu, karena engkau telah paham bahwa setiap kata itu adalah puncaknya gunung es. Maka sebenar-benar ilmumu adalah penjelasanmu tentang kata-kata itu.

Mahasiswa:
Bagaimana dengan elegiku?

Marsigit:
Buatlah dan gunakan elegi itu sebagai latihan untuk memperbincangkan yang ada dan yang mungkin ada. Tetapi gunakan dia itu sesuai dengan ruang dan waktunya. Sebenar-benar tantanganmu itu bukanlah elegi, tetapi adalah kemampuanmu menjelaskan semua yang ada dan yang mungkin ada dari pendidikan matematika. Sedangkan tugasmu adalah bagaimana murid-muridmu juga mampu mengetahui dan menjelaskan yang ada dan yang mungkin ada dari matematika sekolah yang mereka pelajari. Jika engkau ingin mengetahui dunia, maka tengoklah pikiranmu. Maka dunia matematika itu adalah pikiran siswa. Jadi matematika itu adalah siswa itu sendiri. Motivasi adalah siswa itu sendiri. Apersepsi adalah siswa itu sendiri. Maka berhati-hatilah dan bijaksanalah dalam mengelola tugas-tugasmu. Tugas-tugasmu adalah kekuasaanmu. Maka godaan yang paling besar bagi orang yang berkuasa adalah menggunakan kekuasaanmu. Padahal sifat dari kekuasaanmu itu selalu menimpa dan tertuju kepada obyek kekuasaanmu. Siapakah obyek kekuasaanmu itu. Tidak lain tidak bukan adalah murid-muridmu. Tiadalah daya dan upaya bagi murid-muridmu itu dalam genggaman kekuasaanmu kecuali hanya bersaksi kepada rumput yang bergoyang. Tetapi ingatlah bahwa suara rumput itu suara Tuhan. Maka barang siapa menyalahgunakan kekuasaan, dia itulah tergolong orang-orang yang berbuat dholim. Maka renungkanlah.

Mahasiswa:
Terimakasih pak Marsigit.

Marsigit:
Maafkan jika selama ini terdapat kesalahan dan kekurangan. Pakailah yang baik dariku, dan campakkan yang buruk dariku. Semoga kecerdasan pikir dan kecerdasan hati senantiasa menyertaimu. Semoga kita semua selalu mendapat rakhmat dan hidayah dari Allah SWT. Amien. …Selamat berjuang.