Sabtu, 31 Desember 2011

Forum Tanya Jawab 68: Tajamnya dan Kejamnya Reduksionism

Ass, masih tercecer persoalan belajar filsafat. Berikut saya nukilkan pendapat atau pernyataan Ibu Sri Mugiyoningsih " pembelajaran kontekstual yang menghubungkan matematika dengan dunia nyata, maka aspek filsafatnya adalah logicism".

Berbagai macam Alat Berpikir yang saya kembangkan dalam perkuliahan Filsafat meliputi pengertian tentang : Mitos, Jebakan Filsafat, Berpikir secara Ikhlas, Abstraksi, Reduksi, Determinist, Infinite Regress...dst..mempunyai tujuan agar kita mampu memberFilsafatkan Hidup ini dengan intensif dan ekstensif.

Di dalam Reduksi terkandung Abstraksi yaitu suatu metode berpikir yang Sangat Tajam tetapi sekaligus Sangat Berbahaya. REDUKSI dengan ABSTRASI nya Sangat Tajam karena Tidak Ada Aspek hidup ini yang terbebas darinya. Sampai-sampai aku bisa mengatakan bahwa Hidup ini tidak lain adalah Reduksi atau Abstraksi.

Tetapi Reduksi dengan Abstraksinya sangatlah Berbahaya karena Setiap Langkahnya mengandung ELIMINASI sifat-sifat yang tereduksi.

Kembali ke pernyataan Ibu Sri Mugiyoningsih "pembelajaran kontekstual yang menghubungkan matematika dengan dunia nyata, maka aspek filsafatnya adalah logicism", menurut saya inilah salah satu Bahayanya Reduksi. Jika Pembelajaran Kontekstual direduksikan ke Filsafat Logicism, menurut saya terlalu Gegabah atau suatu Reduksi yang kurang tepat. Kenapa?

Maka cermatilah ontologisnya atau hakekatnya Pembelajaran Kontekstual, dan cermatilah Filsafat Logicism?

Alasan mengapa dan bagaimananya, kembali saya serahkan kepada Pembaca.

Selamat mencoba.

Aktivitas, Serba-serbi, Problematika Pembelajaran dan Solusinya

Komentar untuk Forum Tanya Jawab 67: Aktivitas, Serba-serbi, Problematika Pembelajaran dan Solusinya

oleh Muhammad Yusuf Bima

Assalamu’alaikum Wr…Wb…
Cerita-cerita ini rasanya hampir setiap daerah mirip-mirip. Asumsi saya mungkin karena standar kita mau disamakan dari Aceh sampai Papua. Agak lucu memang antara pendidikan dikota yang didukung sarana prasarana yang lengkap mau disandingkan dengan yang di sekolah-sekolah pelosok yang jauh dari listrik, jauh dari kendaraan, jauh dari fasilitas yang memadai. Walau alasan itu yang diketengahkan harusnya tidak membuat kita surut dalam memfasilitasi siswa untuk belajar sesuai dengan kondisi di mana kita berada. Jangan sampai seolah-olah ingin memeluk gunung apa daya tangan tak sampai. Memang selama ini kita sebagai guru terlalu banyak menuntut karena yang di ataspun menuntut, akhirnya karena saling menuntut dan tidak ditemukan jalan keluar, melakukan kesalahan berjamaah seperti waktu pelaksanaan UN, daripada tidak lulus katanya lebih baik mencari jalan keluar terlepas itu baik atau buruk. Tidak heran kita dengar ada kesepakatan-kesepakatan yang terjadi untuk menyelamatkan wajah kepala sekolah pada kepala dinas, wajah kepala dinas pada bupati, bupati pada gubernur, gubernur pada menteri diknas, menteri pada presiden, presiden pada dunia internasional. Katanya kalau prestasi meningkat aka nada bonus tertentu yang akan didapat Negara berkembang kalau prestasinya semakin baik. Sungguh saya pikir penyakit ini sudah kronis, entah siapa dulu yang harus diopname, semuanya sangat berpengaruh pada proses pembelajaran. Sampai saya pernah katakana “kambing lewatpun bisa lulus ujian kalau cara-cara yang dilakukan oleh beberapa sekolah yang kita dengar beritanya di TV itu di lestarikan”. Saya pikir itu seperti ice berg, tidak menutup kemungkinan banyak sekolah yang belum terungkap. Bayangkan ada suatu sekolah di daerah pelosok, yang jauh dari kota, tidak ada guru matematikanya, kok lulus semua?
Bagi saya solusinya, kembali ke hati nurani guru, mau menjadi guru atau jadi KS (Kuli Sekolah).

Nyanyian dan Tangisan Para Filsuf Oleh Muhammad Yusuf Bima

Komentar untuk Forum Tanya Jawab 66: Tangisan dan Nyanyian Para Filsuf

Assalamu'alaikum Wr...Wb...

Filsuf hanyalah manusia biasa yang punya cipta, rasa dan karsa. Mereka saya pikir punya tujuan baik bagaimana orang lain bisa menikmati dunia ini seperti yang mereka rasakan, walaupun cara menikmatinya berbeda-beda. Mereka memiliki ide-ide yang briliant dalam rangka meramaikan episode perjalanan kehidupan manusia terlepas itu hal-hal yang biasa maupun hal-hal yang luar biasa, hal-hal yang bersifat identitas atau hal-hal yang bersifat kontradiksi. Mereka punya ambisi bahkan kitapun punya ambisis bagaimana menunjukkan eksistensi sebagai manusia yang pernah menghuni ruang dan waktu. Keberadaan akan dibuktikan oleh jejak tapak mereka berupa pikiran dan ide-ide yang kadang menggugah emosi dan nurani. Dalam perjalanannya pikiran-pikiran mereka yang diperkenalkan oleh orang-orang yang secara khusus mendalami pemikiran mereka menemui kendala, karena mungkin keterbatasan pemahaman orang yang membaca, atau mendengar karya-karya mereka itu. Seiring berubah ruang dan waktu, saat itu pula kadang penafsiran terhadap ide-ide mereka itu dibiaskan bahkan paling ekstrim ditolak karena mungkin dianggap tidak sesuai dengan jalan pikirannya. Dan itupun bagi para filsuf dianggap hal yang biasa karena apa yang dipikirkannya belum tentu sama dengan apa yang dipikirkan orang lain. Antitesi-antitesis pemikirannya dianggap sebagai produk filsafat juga. Yang paling dikhawatirkan oleh para filsuf sampai mereka harus meneteskan air mata adalah munculnya orang-orang yang berpikiran Reduksionist dan Determinis, hal ini dimungkinkan mereka memahami pemikiran-pemikiran para filsuf itu sepotong-sepotong, bahkan kurang ikhlas dalam mempelajari pemikiran-pemikiran mereka, bukannya malah menambah tahu malah menambah masalah. Dan itu tidak berhenti di situ, baru sedikit mengetahui pemikiran-pemikiran para filsuf itu sudah berlagak seolah-olah sudah mengetahui semua apa yang dipikirkan filsuf itu. Dan sungguh sangat tragis lagi menyampaikan pada orang lain seolah-olah yang dikatakan itu sumbernya dari filsuf yang dimaksud. Diibaratkan bagaimana beberapa orang buta yang dilepas di kandang gajah, lalu di suruh menceritakan ciri-ciri gajah, bisa dibayangkan oleh kita bagaimana mereka menceritakan gajah itu tidak secara utuh karena yang mereka jelaskan hanyalah dari apa yang mereka rasakan.
Ada sisi lain yang membuat para filsuf itu bisa sedikit lega hati, dengan mereka menyanyikan lagu-lagu yang menyentuh, betapa pikiran-pikiran mereka masih ada orang-orang yang mau memikirkannya lagi sehingga pikirannya akan terus menjadi bahan perbincangan baik oleh orang yang pro maupun kontra. Walaupun orang-orang itu menjadi Reduksionist dan Determinis, tapi mereka sudah dianggap sebagai orang yang memperbincangkan ide-ide para filsuf itu.
Para Filsuf telah melakukan sesuatu yang sepantasnya yang bisa mereka lakukan sebagai penghuni ruang dan waktu. Sekarang pertanyaannya apakah kita sudah mempersiapkan sesuatu sebagai bukti bahwa kita pernah berada pada ruang dan waktu itu.

Forum Tanya Jawab 65: Si Tertuduh Infinit Regress

Ass, boleh jika ingin di komentari, seperti apakah kira-kira isiatau uraiannya dari Judul "Si Tertuduh Infinit Regress"?

Selamat mencoba. Amin.

Ass, Bapak Ibu, karena belum keluangan waktu maka saya tambah sedikit dulu referensi yang mendukung sisntesis judul ini dengan jawaban saya kepada Pak Fauzi rakhman sebagai berikut: "Ass untuk Pak Fauzi Rakhman dan juga untuk yang lainnya, Nyanyian Burung itu memang Sifat dan Karakter Dunia Pagi. Tetapi aku menemukan bahwa ternyata Kicauan Burung itu bisa sekonyong-konyong berhenti dikarenakan ulah Infinite Regress". Renungkanlah

Saya tambahkan, ternyata pada kesempatan lain kembali saya menemukan peristiwa mengenaskan karena ada Seekor Burung telah mati diterkam dan dimakan oleh Infinite Regress. Yah Pagi Hari itu tetap jalan terus walaupun tiadalah Kicau Burung di sana. Renungkanlah

Saya tambahkan, ternyata Pagi Hari berikutnya, bukannya Kicauan Burung yang aku dengar melainkan suara Derik Infinite Regress. Renungkanlah

Anehnya, di Pagi Hari yang lain saya menemukan Infinite Regress sedang memberi makan Burung-burung sehingga kemudian Burung-burung itu dapat Berkicau dengan Merdunya. Berikut saya nukilkan aktivitas Infinite Regres. Ibu Istining Ariwandini berkata "....tapi lagi-lagikita sering dihadapkan dengan Sarana dan Prasara yang kurang memadai dalam proses pembelajaran"

Kemudian Infinit Regress mengatakan " Menurut Nara Sumber Dunia Pendidikan Pagi Inovatif....sebenar-benar Hakekat Sarana dan Prasarana adalah KREATIVITAS GURU". Renungkanlah.



Pagi berikutnya saya terkejut menyaksikan ada seorang Guru mengiba-iba di depan Infinite Regress seraya berkata "Oh Infinite Regress, engkau Kuda Sembraniku, bolehkah aku naik ke atas punggungmu agar aku bisa mengikuti jejakmu menembus Ruang dan Waktu?"

Kemudian aku mendengar jawaban Infinite Regress "Silahkan tetapi aku tidak bisa menanggung atas segala akibat yang ditimbulkannya. Janganlah aku engkau jadikan Si Tertuduh jika engkau menerima akibat dari mengikuti jejak dan naik di punggungku"

Pertanyaan saya kemudian adalah Bagaimana Bapak/Ibu mendeskripsikan, Binatang macam apakah Infinite Regress itu?

Selamat mencoba. Amin

Forum Tanya Jawab 64 : Burung di Pagi Hari, Jengkerik di Sore Hari

Ass, alhamdulillah...saya merasa terharu karena baru saya postingkan Judulnya, tetapi sudah mendapat tanggapan yang bersemangat dengan 7 (tujuh) komen. Semoga selalu tetap terjaga semangat. Amin.

Yang terjadi dengan awal posting ini adalah ketika saya membaca komen-komen Bapak/Ibu berkaitan Incommensurability dan Siswa Menentukan Kurikulum, saya menangkap ada nuansa kebingungan atau kepanikan (dalam tanda petik) dari para Guru, dikarenakan adanya kesadaran ontologis akan makna Dunia Lain dari Pendidikan yang saya Kenalkan dari Konteks Inggris. Jadi saya sedang melihat adanya gerakan sintesis dari Tesis Dunia Sore Hari (mungkin, Pendidikan Tradisional Indonesia) terhadap Anti-tesis Dunia Pagi Hari (mungkin contohnya, Pendidikan Progressif Inggris). Dunia masing-masing dengan konteksnya itulah yang kemudian ingin saya tulis dan saya beri judul sebagai "Burung di Pagi Hari, Jengkerik di Sore Hari". Jika diperhalus maka judulnya menjadi "Kicauan Burung di Pagi Hari dan Engkerikan Jengkerik di Sore Hari". Judul yang setara dapat dibuat misalnya "Embun di Pagi Hari dan Hujan di Sore Hari". Agar tidak lupa menulisnya maka saya tuliskan judulnya dulu, kemudian akan saya lanjutkan jika sudah sampai waktunya.

Berikut sintesisnya:
Pagi dan Sore adalah Dunianya masing-masing lengkap dengan strukturnya, kontennya, aturannya, sifat-sifatnya. Bahwa Kicauan Burung itu dilazimkan terjadi di Dunianya Pagi hari, sedangkan Engkerikan Jengkerik dilazimkanterjadi pada Dunianya Sore hari. Bahwa Embun di lazimkan jatuh di Pagi Hari, sedangkan Hujan dilazimkan di sore hari. Itu semua adalah kewajaran dan hukumnya Sunatullah. Maka orang Jawa mengenal istilah "Ngebun-ngebun Enjang, jejawah Sonten" artinya adalah Lumrah bahwa Embun itu di Pagi hari dan Hujan di Sore hari, untuk melazimkan bahwa Meminang seorang Gadis itu juga merupakan suatu kelaziman, yang tidak perlu diper Herankan. Kemana arah pembicaraan saya?

Pagi Hari dan Sore Hari masing-masing adalah Dua Dunia dengan segala sifatnya dan kodratnya. Dia mempunyai Persoalannya masing-masing; dia mempunyai PERTANYAANNYA masing-masing. Jika kita kiaskan Dunia Pendidikan Tradisional Kita sebagai Dunia Sore, maka akan dijumpai segala Persoalan dan Pertanyaan dari para Penghuninya yang BERBEDA dengan segala Persoalan dan Pertanyaan dari para Penghuninya Dunia Progressif Inggris di Pagi Hari. Terkadang dijumpai bahwa Persoalan dan Pertanyaan tidak mampu melampaui Dunianya karena Kodratnya. Mereka terikat oleh Paradigmanya masing-masing; sedangkan Filsafat berupaya untuk melepas belenggunya.

Persoalan dan Pertanyaan dari Kita Guru-guru penghuni Dunia Sore Pendidikan Tradisional tidak mampu keluar dari pertanyaan: Bagaimana mengajar dengan baik?; Bagaimana menyampaikan materi dengan baik?, Bagaimana memberi bekal sebanyak-benyaknya?; Bagaimana menyelesaikan kurikulum?; Bagaimana membuat siswa merasa senang belajar?; Bagaimana mencapai kelulusan maksimal?; Bagaimana memotivasi siswa?; Bagimana memberi Appersepsi?; Bagaimana mengaktifkan siswa; Bagaimana menjelaskan materi dengan baik? Bagaimana mengajarkan materi yang sama, untuk siswa yang berbeda, dengan waktu yang sama, agar diperoleh hasil yang sama? Bagaimana agar siswa tertib mengikuti pelajaran?.....Maka semua Persoalan dan Pertanyaan yang muncul selalu berkaitan dengan Paradigma Dunia Sore Pendidikan Tradisional, yang secara Laten dan Immanent selalu ada sebagai Ruh dan Jiwanya Dunia Sore. Paradigma itu meliputi: Transfer of knowledge; Transfer of learning; Murid sebagai Empty Vessel; External Evaluation (UN); Test Objective; External Motivation; Homogenous (Penyeragaman); Pendidikan adalah Investasi; Ilmu sebagai Struktur; Content Based Curriculum; Separated BasedCurriculum; Pendidikan bersifat tertutup..dst.

Persoalan dan Pertanyaan Guru-guru Penghuni Dunia Pagi Pendidikan Innovatif berakar dan membudaya meliputi: Bagaimana melayani kebutuhan siswa belajar?; Bagaimana mengembangkan LKS?; Bagaimana mengetahui Perbedaan Kemampuan siswa? Bagaimana menindaklanjuti keinginan siswa? Bagaimana memfasilitas agar pada waktu yang berbeda, siswa yang berbeda, dapat mempelajari matematika atai sain yang berbeda, dengan hasil yang tentunya okelah berbeda; Bagaimana mengembangkan assessment?; Bagaimana mengembangkan Portfolio siswa?; Bagaimana mengembangkan Variasi Media, Variasi Metoda, Variasi interaksi; Bagaimana mengembangkan metode diskusi....Maka semua Persoalan dan Pertanyaan yang muncul selalu berkaitan dengan Paradigma Dunia Pagi Pendidikan Inovatif yang secara Laten dan Immanent memang menjadi ciri khasnya Dunia Pagi.

Dengan susah payah saya berusaha menggambarkan bagaimana Sulitnya dan Pengorbanan memasuki dan berusaha beradaptasi dengan Dunia Baru yaitu dari Dunia Sore Tradisional menuju Dunia Pagi Inovatif. Diperlukan kondisi Ekstrinsik yang sangat kuat dari dalam diri berupa Niat, Semangat, Sikap, Pengetahuan, Ketrempilan dan Pengalaman agar perjalanan Hijrah dari Dunia Sore Pendidikan Tradisional menuju Dunia Pagi Pendidikan Inovatif. Jikalaupun hal demikian sudah terpenuhi maka masih mengalami persoalan-persoalan dari Luar dirinya baik yang bersifat Ekstrinsik maupun Sistemik. Maka Hermenitika yaitu terjemahan dan diterjemahkan menjadi sangat penting agar seorang Guru dari Penghuni Sore Pendidikan Tradisional mampu Hijrah dengan kesopan santunan terhadap Ruang danWaktunya Dunia Pagi Pendidikan Inovatif. Jikalau kita telah berusaha memasuki Dunia Pagi Pendidikan Inovatif, maka kita menjumpai bahwa ternyata Nyanyian, Kicauan dan Serangga-serangga pun berbeda.

Itulah sekali lagi, betapa tidak mudah melakukan Inovasi Pendidikan. Secara filsafati aku menemukan bahwa Inovasi itu ternyata tidak lain tidak bukan adalah Diriku sendiri. Diriku itulah Dunia Pagi Pendidikan Inovatif. Jikalau di Pagi hari masih terdengar suara Jengkerik, maka gejala aneh apa yang sedang aku alami. Jika di sore hari turunlah Embun, maka gejala aneh apa lagi pula yang sedang aku alami. Sadar, sopan, dan santun terhadap Ruang dan Waktunya Dunia Pagi Pendidikan Inovatif sangat perlu tetapi ternyata belum cukup. Keterampilan dan pengalaman sangat perlu tetapi ternyata belum cukup. Diperlukan diri, orang lain, ekstrinsik dan sistemik, yang merupakan kesadaran bersama dan gerakan tindakan bersama untuk sampai kesana. Aku tidak bisa membayangkan jika diriku tidak menyadarinya; maka semua yang berasal dari luar diriku akan terasa sebagai beban bahkan bencana bagiku. Aku menjadi ragu-ragu apakah aku perlu bertanya perlukah aku atau bisakah aku mencegah diriku berpindah atau hijrah dari Sore menuju Pagi? Kadang-kadang aku juga bingung saat ini masih Sore atau sudah Pagi? Suara apakah itu? Apakah itu suara Jengkerik? ataukah suara Burung? Aku agak sulit membedakan karena sumber suaranya terlalu jauh dan lemah. Tetapi suara yang dekat ini walaupun keras, tetapi polanya tidak karuan, sehingga akupun sulit membedakan apakah suara Jengkerik atau suara Burung. Aku heran temanku itu, kenapa dengan lihainya bisa menirukan Kicauan Burung Cocak Rawa di Pagi hari? Walaupun demikian, bagaimanapun akau masih tetap bersyukur, karena setidaknya aku mulai bisa membedakan bahwa saatnya kini sudah mendekati Waktu Pagi. Ah..aku jadi agak malu jika ketahuan temanku, jika aku tidak mampu membedakan Sore dan Pagi bukankah itu metaforanya aku tidak mempu membedakan Tradisional dan Inovatif?

Di tengah kegalauan pikirku, muncul terang Filsafatku yang menuntun diriku yang mengatakan bahwa "bukankah perpindahan Sore menuju Pagi itu juga sebuah Kelaziman yaitu Sunatullah?" Oh kalau begitu aku telah menemukan kembali simpanan Filsafatku bahwa untuk Hijrah dari Dunia Sore Pendidikan Tradisional menuju Dunia Pagi Pendidikan Inovatif, aku harus mengembangkan sopan santunku terhadap Ruang dan Waktunya. Di Pagi Hari nanti seakan aku tidak sabar ingin Berkicau layaknya Burung Cocak Rawa. Kicauanku akan aku selaraskan dengan Hakekat dan Sifat-sifat Dunianya Pagi. Itulah ikhtiarku. Itulah juga ketetapanku. Aku ingin mempelajari lebih lanjut Fenomena Incommensurability dan Fenomena Siswa Menentukan Kurikulum yang diberikan contoh oleh Dosenku. Aku tidak ingin hanya mengetahui, tetapi aku ingin menghayati dan mengimplementasikan, karena aku juga telah menemukan Ontologisnya bahwa Perbedaan Individu itu ternyata juga Sunatullah.

Di dalam jatuh bangunnya perjalananku ini, untuk mengisi sisa hidupku ini, agar konon mampu menjadi seorang Guru yang Inovatif, ternyata aku menemukan fakta baru lagi, karena semua yang baru aku ungkapkan itu hanyalah sebagian kecil dari aspek Hidupku, sedangkan dalam dan di luarnya, ini dan selebihnya ternyata aku harus memohon Pertolongan dan Memanjatkan Doa ke Hadlirat Allah SWT semoga apa yang aku sadari, aku cita-citakan di Ridai dan dikabulkan.

Amin.

Forum Tanya Jawab 63: Bagaimana Siswa Bisa Menentukan Kurikulum?

Oleh Marsigit

Ass, bagaimana mungkin seorang siswa ikut menentukan Kurikulum? Ah suatu pertanyaan atau ide yang mengada-ada. Apakah ada seorang siswa yang mempunyai kemampuan membuat Kurikulum? Jika toh ada, apakah boleh? Dan bagaimana cara atau skemanya?

Saya ingin mengatakan bahwa kalimat "Siswa Menentukan Kurikulum" memang kalimat yang agak provokatif yang saya buat. Tetapi saya ingin menunjukkan bahwa dengan penyesuaian persepsi dan konteks tantang hakekat Kurikulum serta hakekat pembelajaran, maka substansi kalimat tersebut bukanlah sesuatu yang mengada-ada.

Marilah kita coba
Pertama, kita bongkar dulu persepsi dan pemahaman kita tentang apa itu yang disebut Kurikulum. Budaya dan kebiasaan kita bangsa Indonesia selama ini, memaknai Kurikulum sebagai suatu garis besar rencana implementasi pendidikan yang disusun oleh Pemerintah melalui para pakarnya. Barulah setelah sempurna, Kurikulum yang dihasilkan siap diimplementasikan dengan dukungan Peraturan Perundang-undangan. Itulah kebiasaan kita selama berpuluh-puluh tahun sejak jaman Belanda.

Hasil observasi dan wawancara terhadap beberapa Guru di Inggris beberapa tahun yang lalu menunjukkan bahwa mereka mempunyai persepsi dan pemahaman yang berbeda dengan kita. Bagi mereka pengertian dan makna Kurikulum hampir menyerupai RPP atau Kurikulum tingkat sekolah. Pada saat itu memang di Inggris menganut sistem desentralisasi pendidikan, yaitu bahwa Kurikulum itu adalah urusan sekolah masing-masing.

Karena memang saya membaca ada wacana bahwa siswa juga berperan dalam Kurikulum, saya kemudian mencari tahu di suatu sekolah SD di tenggara kota London. Guru kelas 2 (dua) yang mengajar matematika saya wawancara dan mengatakan bahwa siswa berperan dalam pengembangan kurikulum. Saya ingin tahu bagaimana bisa siswa berperan dalam pengembangan kurikulum? Ternyata hal itu sangat dimungkinkan karena Kurikulum yang mereka maknai adalah Kurikulum tingkat sekolah dan tingkat pembelajaran di kelas. Pada tingkat sekolah, sebelum dilakukan pengembangan kurikulum, maka ada pertemuan khusus atau semacam need assessment dengan para siswa, didukung dengan dokumen portfolio tentang aktivitas siswa. Hasil-hasil need assessment yang menggambarkan kebutuhan siswa kemudian digunakan untuk pengembangan kurikulum tingkat sekolah.

Kemudian saya berusaha memperdalam lagi, apakah ada aspek yang lain bagaimana siswa ikut menentukan kurikulum? Jawaban guru dan fakta yang saya temukan ternyata cukup sederhana tetapi diluar yang saya pikirkan. Kata guru "Setiap akhir pelajaran matematika, saya selalu mewawancarai para siswa untuk mengetahui Jenis Kegiatan apa saja yang mereka inginkan dari Pelajaran Matematika minggu depan yang akan saya selenggarakan. Jawaban siswa tentu beraneka ragam, maka saya mengelompokkannya kedalam kriteria yang mungkin saya persiapkan agar bisa saya laksanakan apa yang diminta oleh siswa"

Saya melanjutkan pertanyaan "Bagaimana mungkin anda bisa melaksanakan berbagai permintaan atau tuntutan siswa dalam pbm matematika?". Serta merta guru meminta saya agar minggu depan datang lagi ke sekolah untuk melihat bagaimana guru mampu melayani berbagai kebutuhan belajar para siswanya.

Hasil observasi saya minggu berikutnya, pada Kelas II, adalah sebagai berikut:

Pertama, guru secara klasikal menjelaskan tentang kompetensi apa saja yang akan siswa peroleh dalam pbm, kemudian guru memberi petunjuk bagaimana nantinya para siswa bekerja secara kelompok.

Kedua, darisejumlah 32 siswa yang ada, kemudian guru membagi kelas menjadi 2 Kelompok Besar, masing-masing terdiri dari 16 siswa. Dari 16 siswa kelompok kedua di bagi menjadi 4 kelompok. Satu dari empat kelompok di split lagi menjadi 2 kelompokmasing-masing berangotakan 2 siswa. Jadi secara keseluruhan terdapat 6 (enam) Kelompok. Kelompok Besar terdiri dari 16 siswa. Tiga Kelompok berangotakan 4 (empat) siswa. Dan Dua Kelompok beranggotakan masing-masing 2 siswa.

Ketiga, setelah saya cermati, ternyata yang terjadi adalah Satu kelompok pertama terdiri dari 2 (dua) siswa yang prestasinya the Best. Satu kelompok kedua terdiri dari 2 (dua) siswa yang prestasinya the Lowest. Tiga Kelompok masing-masing terdiri dari 4 (empat) siswa denganprestasi rata-rata. Sedangkan satu Kelompok Besar yang terdiri dari 16 siswa dengan kemampuan campuran.

Keempat, di tiap meja pada Kelompok Kecil terdiri dari 4 siswa atau 2 siswa, masing-masing sudah diletakan LKS yang berbeda dengan Warna Kertas yang berbeda. Dan mereka mulai berdiskusi di dalam kelompoknya. Sementara itu Guru bergabung dengan Kelompok Besar (16 siswa) untuk memulai aktivitasnya.

Kelima, pada Kelompok Besar (16 siswa) suasana belajar di setting dengan Duduk Melingkar di Lantai, kemudian dituangkan dari dalam Keranjang barbagai macam Bangun Datar Geometri terbuat dari kayu, bermacam-macam Segitiga, Persegi, Persegi Panjang, Lingkaran, Trapesium. Dengan variasi bermacam warna yang kontras.

Keenam, ternyata Kompetensi yang ingin dicapai pada masing-masing Kelompok berbeda-beda. Pada Kelompok besar kompetensinya adalah Pengenalan Bangun Geometri. Kelompok the Best kompetensi dan LKS nya berbeda dengan Kelompok the Lowest. Demikian sehingga pada saat yang sama guru menyediakan 5 (lima) macam LKS.

Ketujuh, ketika Guru sedang asyik beraktivitas di Kelompok Besar, datanglah seorang siswa dari Kelompok the Best melaporkan bahwa dia telah menyelesaikan LKS nya. Guru kemudian menyuruh untuk melanjutkan berdiskusi dan mengerjakan LKS yang lainnya (lanjutannya) yang khusus diperuntukan untuk Kelompok the Best,dengan warna Kertas yang sama tadi.

Kedelapan, Ternyata guru juga menyediakan stok/persediaan LKS untuk tiap-tiap Kelompok Diskusi.
Pada Kelompok Besar, guru memulai membuat contoh aktivitas dengan kalimat "I spy the Red Small Circle". Artinya "Saya ingin mengambil Lingkaran Kecil berwarna Merah". Kemudian guru mengambilnya, kemudian menunjukkan kepada para siswa, dan menyuruhnya untuk mengamati bangun Lingkaran itu. Kemudian Guru melemparkan kembali benda itu ketumpukan di tengah kerumunan. Demikian seterusnya guru menyuruh secara bergantian agar siswa-siswa melakukan kegiatan yang sama, dengan cara siswa yang sudah melakukan kegiatan kemudian menunjuk siswa yang lain secara acak, sampai selesai.

Setelah kembali ke University of London, saya konsultasikan dan tanyakan kepada Pembimbing, mengapa guru bisa melakukan hal demikian, maka jawabnya adalah "Pbm matematika di sini, menganut paradigma : pada waktu yang berbeda, berbeda-beda siswa, mempelajari matematika yang berbeda, dengan kecepatan dan kemampuan yang berbeda, dengan hasil yang boleh berbeda pula". Saya lanjutkan pertanyaan saya "Lalu bagaimana mengorganisasikannya".Jawaban Pembimbing "Itulah pentingnya LKS dan Portfolio". LKS sangat penting untuk melayani kebutuhan siswa yang berbeda-beda. Sedangkan setiap siswa perlu dilengkapi dengan Dokumen yang disebut Portfolio Siswa atau Record Keeping. Record Keeping Siswa berisi segala Dokumen yang berkaitan dengan Aktivitas dan Prestasi Siswa mengalir dari tahun ke tahun.

Setelah kembali ke Indonesia, saya menemukan bahwa Pembelajaran Matematika di Indonesia bersifat "Untuk waktu yang sama, berbeda-beda siswa, dituntut mempelajari matematika yang sama, dengan hasil yang harus sama, yaitu sama dengan yang dipikirkan oleh gurunya"

Demikianlah refleksi pengalaman saya di Inggris beberapa tahun yang lalu.

Semoga bermanfaat,dan ditunggu komen-komennya.

Amin

Forum Tanya Jawab 62: Incommensurability

Oleh Marsigit

Saya sampaikan pengalaman pribadi sebagai berikut:

Langganan Internet unlimited di Indonesia kira-kira biayanya Rp 350.000,- per bulan. Jika seorang Dosen dengan Gaji sebesar Rp. 3.500.000,- per bulan, maka diperlukan sepersepuluh Gaji untuk biaya langganan Internet. Pengalaman saya di Thailand menggunakan jasa Internet dengan Roaming Internasional terkena biaya kira-kira Rp 3.500.000,- untuk penggunaan 5 (lima) jam. Artinya, Gaji 1 (satu) bulan seorang Dosen di Indonesia, hanya cukup untuk membayar 5 (lima) jam Internet International Roaming di Thailand. Jadi agar bisa hidup layak menggunakan Internet Roaming Internasional di Thailand selama 1 (bulan) dengan 5 (lima) jam nginternet, diperlukan biaya 30 x Rp 3.500.000,- = Rp 105.000.000,- (seratus lima juta rupiah). "Seratus lima juta rupiah" itulah angka kecukupan wajar (gaji perbulan mestinya), bagi seorang Dosen Indonesia jika dia ingin secara wajar bisa melakukan pergaulan Internasional. Itupun jika hanya diukur dari kebutuhan akses internet saja. Ditinjau dari sisi Ekonomi, maka secara kasar kemampuan Bangsa Indonesia hanyalah sepertigapuluh dari negaranya Sang Power Now. Betapa Mahal biaya yang diperlukan oleh orang Indonesi untuk pergi ke Luar Negeri; sebaliknya betapa Murah orang Luar Negeri jika ingin berkunjung ke Indonesia. Itulah salah satu Kendala betapa besar pengorbanan Bangsa Indonesia jika ingin bergaul secara SETARA dengan bangsa-bangsa lain. Tetapi ternyata yang terjadi, lebih banyak dan memang demikianlah, yaitu kita hanya mampu bergaul secara Tidak Setara Secara Ekonomi dengan Bangsa lain. Contoh Pergaulan yang Tidak Setara adalah Kita menjadi TKW atau TKI di negara-negara lain. Suka duka menjadi Bangsa TKW atau TKI tentu dapat dibaca atau diikuti setiap hari di Media Masa. Oh nasib Diriku, oh nasib Bangsaku. Kenapa demikian?

Dalam Filsafat, kasus di atas itulah yang disebut sebagai Incommensurability, yaitu Dua Jenis Ukuran Dengan Skala yang Berbeda yang digunakan untuk mengukur Hal yang sama. Fenomena ini sudah muncul sejak Jaman Phytagoras. Jika Pythagoras tidak menggunakan Ukuran yang Incomensurabel maka tidak akan ditemukan bilangan Irrasional. Pada Segitiga Siku-siku, satuan yang digunakan untuk mengukur panjang sisi siku-siku adalah Bilangan Bulat. Tetapi Bilangan Bulat tidak mampu mengukur Panjang Sisi Miring karena ternyata dia adalah Bilangan Irrasional.

Kembali ke contoh kasus dimuka, dapat disimpulkan bahwa Incommensurability yang terjadi adalah bahwa Kompetensi secara ekonomi kita Tidak Sepadan dengan Kompetensi Ekonomi negara seperti Thailand. Tenaga dan Pikiran kita hanya senilai sepertigapuluh dari Tenaga dan Pikiran mereka.

Yang agak mengkhawatirkan adalah adanya kecenderungan mengukur segala sesuatu yang kita punya dengan ukuran negara luar. Yang sedang dan sudah terjadi adalah banyak sekolah/universitas yang membayar dengan Dollar agar memperoleh pengakuan Luar Negeri (International Standard). Ratusan juta rupiah bagi kita adalah angka yang sangat besar, tetapi adalah angka yang relatif kecil jika diukur dengan Dollar. Maka juga terdapat Incommensurability terhadap Beban yang ditanggung oleh sekolah atau masyarakat kita (untuk meraih ISO atau Certificate Internationa misalnya) dibanding dengan imbalan jasa bagi diberikannya ukuran Standard yang akan mereka berikan, jika kita meminta Rekomendasinya.

Bukanlah suatu kebetulah bahwa Pythagoras menggunakan Incomensurability untuk menemukan Bilangan Irrasional. Sedangkan saya menggunakannya juga Incommensurability untuk menemukan betapa Irrationalnya (tidak masuk akal)kompetensi kita dibanding Sang Power Now. Itulah keadaan yang mereka suka; sedangkan pedih dan getir dirasakan oleh Bangsa Kita (tentu bagi yang bisa dan mau merasakannya).

Jika kita ekstensikan makna dari Incommensurability ini, ternyata saya menemukan bahwa Pikiran-pikiran Guru itu juga Incommensurabel dengan Pikiran-pikiran siswa. Maka seorang Guru yang cenderung memaksakan kehendak Berpikirnya kepada Siswanya, telah menggunakan Incommensurability untuk memaksakan ukuran dirinya agar berlaku bagi muridnya. Hal demikian juga menimbulkan dampak yang Irrasional (tak masuk akal). Maka benar pengakuan Ibu Karina, bahwa sebenar-benar orang paling berbahaya adalah Diriku yang selalu memaksakan kehendak pikirnya. Itulah juga incommensurability.Itulah sebabnya mengapa pada Pembelajaran yang Inovatif, maka adalah sangat penting bagi Guru untuk mengetahui Pikiran dan Kemampuan tiap-tiap siswanya.

Dalam perkuliahan Filsafat Ilmu ini maka komunikasi saya dengan mahasiswa melalui Blog dapat diartikan sebagai salah satu usaha saya untuk mengetahui Pikiran-pikiran mahasiswa. Maka komentar-komentar mahasiswa menjadi sangat penting adanya.

Demikianlah, silahkan dinantikan pendapatnya. Semoga bermanfaat.

Amin.

Forum Tanya Jawab 61: Sisi Negatif Internasionalisasi

Oleh Marsigit

Ass, berikut saya nukilkan pendapat Ibu Rusmini, perihal Kelas RSBI yang mempunyai seting Hantu Casablanca dan Kematian RIP:

Rusmini said..
Mungkin itu adalah salah satu bukti bahwa generasi kita sudah mulai terjajah oleh dunia barat. Bayangkan setting kelasnya saja sudah menggambarkan kebanggaan mereka terhadap dunia barat. mereka bukan bangga dengan bangsa sendiri. Padahal jika mo ekstrim, kenapa nggak "POCONG", "WEWE GOMBEL","KUNTILANAK","SUNDER BOLONG", "GENDEROWO", dan lain-lain aja yang dijadikan setting kelas mereka, dan itu justru menggambarkan kebanggaan mereka pada ciri khas Hantu bangsa ini.
Kreatif ya kretif, tapi itu justu salah satu gambaran bagi kita, bahwa kita sudah dikuasai dan terjajah. Sampai hal sekecil itu pun sudah berkiblat kesana dan jadi suatu kebanggaan.
REMAJA DI USIA SEPERTI MEREKA MEMANG SEDANG DALAM PROSES MENCARI JATI DIRI. Tugas kita membantu mereka, agar mereka tidak salah arah dan terus menanamkan kebanggaan mereka terhadab bangsa sendiri. " CINTA TANAH AIR". mungkin itu adalah langkah awal sebagai usaha pembendung agar kita tidak semakin terjajah nantinya.

Tanggapan saya:
Sebetulnya saya menunggu-nunggu adanya tanggapan seperti apa yang dibuat oleh Ibu Rusmini di atas. Menurut saya, ditengah euphoria Internasionalisasi, kita tetap memerlukan daya kritis agar perjalanan diri dan Bangsa ini tidak secara naif terjebak dan terperangkap pada suatu lubang gelapnya Ruang dan Waktu. Apalagi jika hal demikian menyangkut Masa Depan Generasi Penerus. Bagai Bapak/Ibu yang belum pernah pergi ke Luar Negeri mungkin belum bisa menggambarkan seperti apa KEJAMNYA memasuki Komunitas orang atau Bangsa lain.

Menurut saya, kita akan kehilangan segala-galanya jika mengirimkan seorang yang belum cukup dewasa atau seorang Dewasa tetapi tidak mempunyai pondamen kepribadian, pergi keluar negeri dalam jangka waktu yang lama. Jika tidak mempunyai Daya Kritis maka Pengalaman Tinggal di Luar Negeri seperti Negara-negara Barat yang mempunyai perbedaan Kultur dan Budaya, akan dapat mengikis Kepribadian.

Jika tidak hati-hati maka Kelas-kelas Internasional bagi anak-anak muda (SD atau SMP) merupakan Pintu Utama masuknya pengaruh negatif Budaya Asing secara aktif dan langsung, tanpa adanya Filter lagi. Hal ini sungguh memprihatinkan jika Keadaan yang demikian luput dari pantauan Kebijakan Nasional bidang Pendidikan.

Itulah mengapa sengaja saya mem blow up gambar dan peristiwa di atas. Tetapi juga saya sungguh khawatir dan prihatin karena hanya sebagian kecil saja guru yang mampu melihat hal ini. Salah satu diantaranya adalah Ibu Rusmini.

Dalam konteks Filsafat Spiritual, semua bentuk komunikasi Material, Formal, Normatif maka haruslah bermuara kepada Nilai Spiritual.Segenap langkah dan tindakan kita adalah doa-doa kita. Tulisan-tulisan kita adalah doa-doa kita. Setiap ucapan-ucapan kita adalah doa-doa kita. Maka setiap Karya-karya siswa apakah itu kreativitas di Kelas, Daftar Hadir danproduk-produk yang lainnya, semuanya itu dapat dipandang sebagai Doa mereka.

Belum lagi jika berbicara dari sisi Nilai Spiritual secara Transenden, yaitu nilai-nilai Doa yang imanent dan tersembunyi dibalik misteri diri dan fenomena yang lain atas kehendak Nya. Itulah yang dilakukan oleh para Spiritualis Islam Tasauf atau Sufi. Menjaga kesucian hati, pikiran, dan lingkungan adalah wajib hukumnya agar terjamin lingungan yang terbebas dari unsur-unsur hitamnya Syaitan yang selalu mengintai diri manusia.

Bagi seorang Sufi, makanan Bakmi di warung di Pinggir Jalan, yang memasaknya tidak didahului dengan Doa, maka makanan demikian bersifat kotor. Bersihnya Zat dikarenakan Doa itu adalah unsur-unsurnya Syurga; sedangkan Kotornya Zat dikarenakan tidak adanya Doa, itu adalah unsur-unsurnya Syaitan. Maka memakan Bakmi di warung Pinggir Jalan yang tidak dibersihkan dengan Unsur Doa, sepertinya dirasakan seperti Memakan Ratusan Cacing; demikian penuturan seorang Ahli Tasauf Sufi.

Saya menggunakan sisi pengalaman orang Tasauf ini sebagai pembanding, betapa Hiruk Pikuknya kehidupan Pragmatismyang disponsori oleh Sang Powernow, telah merasuk kedalam relung hati, pikiran dan tindakan kita dalam kesehariannya, tanpa kita mampu lagi berpikir kritis mengujinya. Inilah salah satu sisi negatif dari adanya Program Internasionalisasi sekolah. Ibarat serangan Virus, maka Virus Negatif Powernow telah menjangkau Telur-telur kita. Nau dzubilah mindzalik.

Bagaimana jadinya masyarakat dan generasi penerus yang Tidak Lagi Merasa Memerlukan Agama nenek moyang? Itulah perilaku Hedonism. Hedonism di negara-negara Barat sedang gencar-gencarnya mempromosikan dunia mereka dan mencari pengikut. Filsafatnya Hedonism adalah Atheis yaitu Tidak Ber Tuhan. Di Amerika, Atheis itu setiaphari di Iklankan melalui media TV untuk mencari pengikutnya. Di Thailand beberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan seorang Profesor dari Korea dan mengenalkan diri kepada saya dengan bangganya mengatakan "I am Atheis. I have no God". Itulah internasional?

Bacalah kembali Elegi Menyesali Rumahku yang Terlalu Besar, itulah gambaran seorang yang lupa akan Tuhan Nya dan tidak merasa memerlukan Agama lagi, dikarenakan kesibukannya urusan Dunia yang diciptakannya sendiri. Bukankah gambaran Kaum Jahiliah telah jelas mempetontonkan bagaimana mereka menyembah Patung yang mereka ciptakan sendiri. Patung-patung sekarang ini tentunya sangat canggih dan bervariasi.

Pernyataan generasi muda yang sudah mulai bosan dengan nilai-nilai Agamis tentu menjadi bahan instrospeksi bagi generasi Tua. Contoh, teladan yang tidak baik dan peristiwa haru biru di tingkat nasional termasuk Korupsi telah menyebabkan generasi muda kehilangan pijakan dan arah hidupnya. Sungguh krisis multi dimensi bangsa masih sedang berlangsung. Krisis multi dimensi ini hanya bisa dilihat dengan hati dan pikiran yang jernih (filsafat).

Itulah sekelumit keadaan pembandingnya.Kejadian ini sekaligus menunjukkan Betapa relevan dan pentingnya selalu Berpikir Kritis dalam pengalaman seperti yang diharapkan ketika kita mempelajari Filsafat.

Ibu Rusmini dan tentunya saya dan harapannya yang lain, telah berusaha menjadi Saksi bagi aspek kehidupan. Seperti yang pernah saya ungkapkan bahwa Setinggi-tinggi Gelar orang Mempelajari Filsafat adalah Menjadi Saksi. Demikian semoga melalui perkuliahan ini, akan muncul Saksi-saksi baru untuk mengawal Hidup ini. Amin

Ya Allah ya Rob, ampunilah segala dosa-dosa kami, murid-murid kami, Pemimpin kami, orang tua kami, Bangsa kami. Amin

Ditunggu komen-komennya, semoga bermanfaat dan mencerdaskan hatidan pikiran kita.
Amin

Forum Tanya Jawab 60: Refleksi adalah Berpikir Tingkat Tinggi

Oleh Marsigit

Ass, berikut saya nukilkan sebuah Refleksi dari Bapak Fauzi Rakhman Kalsel, dari pengalamannya mengikuti perkuliahan Filsafat Ilmu ini:

fauzirahmankalsel2010 said...
Ass...

Metode yang Bapak kembangkan dalam mempelajari filsafat adalah lain dari yang lain. Kalau guru/dosen lain masih menggunakan metode konvensional, sebenar-benar itu dapat dilakukan setiap orang secara otodidak, beli saja buku tentang filsafat ilmu, selesai masalahnya.Metode yang Bapak kembangkan sebenarnya mengajarkan kami bagaimana belajar yang tidak terbatas ruang dan waktu, bagaimana agar pikiran kami betul-betul terbuka, bagaimana agar kami tidak terisolasi, bagaimana agar kami tidak terjebak hedonisme, bagaimana agar kami tidak menjadi orang yang paling berbahaya, bagaimana agar kami terus belajar, bagaimana agar kami terus membaca dan membaca tanpa dibatasi usia-ruang dan waktu, bagaimana agar kami bersikap bijak, bagaimana agar kami tidak menjadi mitos, bagaimana agar kami menjadi logos, bagaimana agar kami tidak menjadi orang yang paling bodhoh, bagaimana agar kami dapat mempelajari pikiran para filsuf, bagaimana agar kami memahami arti hidup dan kehidupan, bagaimana agar kami dapat bekerja , bagaimana agar kami dapat menjadi orang tua berambut putih bagi siswa-siswa kami, bagaimana agar kami dapat membangun filsafat sendiri, bagaimana agar kami dapat membangun filsafat pendidikan matematika, bagaimana agar kami dapat membangun filsafat sains, bagaimana agar kami dapat membangun filsafat pendidikan sainsimana agar aku dapat membangun filsafat kimia, bagaimana agar aku dapat membangun sendiri filsafat pendidikan kimia, bagaimana agar kami dapat memecahkan masalah kehidupan,bagaimana agar kami dapat mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT kepada kami, bagaimana agar kami menjadi manusia taqwa di sisi Allah SWT...

Tanggapan saya:
Untuk pebelajar orang dewasa seperti Bapak/Ibu yang sekarang sedang mengikuti perkuliahan Filsafat Ilmu, merefleksikan metode pembelajaran yang dikembangkan oleh seorang Dosennya (saya) tidaklah terlalu istimewa, karena salah satu kemampuan orang dewasa memang melakukan Refleksi. Tetapi bagaimanapun juga kegiatan Refleksi yang dilakukan oleh Bapak Fauzi Rakhman, mengandung nlai pedagogik yang menarik untuk disimak, mengingat bahwa sebagian besar dari kita semua adalah seorang Pendidik atau Calon Pendidik.
Yang ingin saya ungkapkan di sini adalah bagimana kegiatan Refleksi di atas bisa menjadi inspirasi kita dalam menyelenggarakan pembelajaran di kelas masing-masing. Maksud saya, bahwa bagi seorang siswa SMP atau SMA, lebih-lebih seorang anak SD, maka Reflaksi merupakan suatu tahap berpikir paling tinggi. Dilihat dari formatnya, maka Refleksi adalah akumulasi pengalaman belajar. Seperti kita ketahui bahwa dalam mencapai kompetensinya seorang siswa melalui tahaptahap: Will, Attitude, Knowledge, Skill, dan Experience. Maka kegiatan Refleksi merupakan kegiatan akumulatif setelah seorang siswa memperoleh berbagai pengetahuan, keterampilan dan pengalamannya. Jadi kegiatan Refleksi merupakan indikator bahwa Siswa merasa Senang dan memperoleh manfaat serta diakui keberadaannya di kelas. Refleksi juga mengandung unsur-unsur kesimpulan atau resume dari belajar yang telah dilaksanakannya. Kegiatan Refleksi juga mengandung pengertian bahwa siswa telah merasa memiliki ilmu dan kompetensi yang diharapkan. Di sini, dalam perkuliahan Filsafat Ilmu, dengan kegiatan Refleksinya, insyaAllah Bapak Fauzi Rakhman telah dan sedang mulai memiliki Filsafat Ilmu, yaitu telah dan sedang merasakan bahwa Filsafat itu tidak lain tidak bukan adalah dirinya sendiri. Amin.
Agar para siswa mampu melakukan kegiatan Refleksi maka perlu dipromosikan sikap mandiri dan kemerdekaan berpikir, otonomi serta menjadikannya sebagai Subyek belajarnya.Disamping itu, agar guru mampu melayani berbagai kebutuhan belajar siswa dengan berbagai ragam kemampuan mereka, maka guru perlu mengembangkan Teknologi Pembelajaran. Metode Tradisional atau Konvensional tidak akan pernah mampu melakukan hal itu. Lembar Kerja Siswa (LKS) atu Students' Worksheet merupakan sarana yang sangat Strategis dalam pembelajaran inovatif. Komputer dan internet dapat dipertimbangkan dan dikembangkan sebagai sarana pendukung dan sumber belajar. Seperti dirasakan dan dialami sendiri oleh Bapak dan Ibu, dalam kuliah Filsafat Ilmu ini, saya mengembangkan Teknologi Webblog dengan Elegi-elegi, dan alhamdulillah ternyata terasa mampu menjadi sarana pembelajaran yang insyaAllah, efektif. Amin
Demikian semoga bermanfaat. Amin

Jumat, 30 Desember 2011

Forum Tanya Jawab 59: Mengkonstruksi Hidup

Oleh Marsigit

Berikut saya nukilkan sebuah Refleksi belajar filsafat dari Ibu NurelAmelya PSn, Kalsel. Walaupun saya menyadari bahwa refleksi yang dilakukan mungkin setelah adanya Test Jawab Singkat, yang kemudian dirangkumnya dalam bentuk Paragraf, tetapi saya melihatnya sebagai suatu pencapaian belajar Filsafat yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Marilah ikuti secara seksama:

Refleksi dari Ibu Nurel Amelya PSn Kalsel 2010 :
Assalam...
Menghidupkan filsafat...
Karena filsafat itu adalah diriku dan selain diriku.
Dalam kehidupan diriku sering ku pikirkan obyek diluar pikiranku, ku memandang sesuatu disekitarku dan nyata terlihat olehku maka itukah realisme.
Dalam kehidupanku sering kugunakan akalku maka itulah rasionalisme.
Kemudian ku juga sering gunakan pengalamanku maka itulah empirisisme. Ku coba berusaha mengetahui tentang kebenaran yang mutlak maka itu adalah absulotisme. Disekitarku ada alam dengan segala benda-bendanya maka itu yang disebut naturalisme. Kadanag dalam hidupku ada keraguanku maka itulah skeptisisme
Hidupku adalah juga dimana aku harus memilih itu adalah Reduksionisme, dan kadang hidupku menginginkan kenikmatan dunia maka saat itu aku Hedonism. Aku menyembah tuhan yanng hanya satu maka saat itu aku monism, ada juga yang kuketahui dua maka saat itu bisa kusebut paham dualisme, aku juga berusaha mengetahui yang banyak maka saat itu aku pluralisme. dengan statusku seorang guru kadang dalam proses pembelajaran ku berikan contoh ke siswa lalu disimpulkan maka saat itu bisa dikatakan induktionisme, atau juga kadang pembelajaran berawal dari kesimpulan tentang sesuatu baru siswa dan aku mencari contoh-contohnya maka saat itu deduksionisme. kadang ku menyadari bahwa ada sesuatu yang tiada maka nihilisme, Pikiranku tak berhenti tuk memahami apa maksud dari filsafat maka itukah Infinite regress pada diriku.

Tanggapan dari saya:
Apa yang direfleksikan oleh Ibu Nurel Amelya, hanyalah baru sedikit dari segala yang ada dan yang mungkin ada yang dapat diungkapkan. Sebagai manusia yang berusaha berpikir kritis, maka menjadi tantangan kita bersama untuk menambahkan sifat-sifat filsafati yang ada pada diri kita. Seperti selalu saya katakan bahwa, Filsafat itu tidak lain tidak bukan adalah diri kita sendiri. Kita bisa menengok segala jenis Filsafat, Absolutism, Realism, Empiricism, Spiritualism, Kapitalism, ...dst...pada diri kita masing-masing. Tanyakan pada diri kita apakah kita telah menjadi seorang Guru yang Otoritarian atau seorang Guru yang Demokratis. Seorang anak yang Idealis atau seorang anak yang Realis. Seorang tua yang Spiritualis atau yang Kapitalis..dst.
Untuk komen-komennya, silahkan bisa dtambahkan atau diteruskan Refleksi ini. Yang menggembirakan danyang diharapkan bahwa Refleksi demikian bukanlah karena Given oleh Guru atau Dosennya, melainkan oleh inisiatif dan kreativitas Muridnya melalui fasilitas Guru atau Dosennya. Itulah yang saya harapkan dari Kuliah Filsafat ini yaitu bahwa Murid-muridku mampu membangun (mengkonstruksi) sendiri Filsafatnya masing-masing Amin.

Laporan Hasil Perjalanan Imaginer Oleh Muhammad Yusuf Bima

Assalamu'alaikum Wr...Wb...
Dalam menjalani episode kehidupan, manusia tidak pernah terlepas dari adegan-adengan yang cukup menantang dalam scine yang dikemas secara apik oleh sang sutradara Tunggal yaitu Allah SWT. Semuanya dalam rangka menyeleksi siapa hamba-hambanya yang paling patuh dengan action yang termuat skenario yang diturunkan Allah pada manusia pilihannya yaitu Muhammad SAW. Perjalanan Imaginer akan terasa mengasikkan bagi siapapun yang sudah memahami hakekat perjalanan itu sendiri. Seperti contoh bagaimana seseorang merindukan orang yang paling berjasa dalam hidupnya. Saat-saat terakhir untuk berpisah baik itu berpisah dalam arti meninggal atau berpisah dalam arti pindah tempat tinggal, saat itu terkumpul semua kenangan-kenangan yang baik seolah-olah tidak ada yang cacat selama dalam pergaulan itu. Baginya kesalahan-kesalahan itu terkubur dan menghilang bersama ruang dan waktu yang tidak perlu diingat-ingat lagi. Begitu banyak kenangan-kenangan manis yang selalu diingat seiring perputaran waktu ditandai dengan bergeraknya jarum jam detik demi detik. Baginya orang pergi itu seolah-olah banyak meninggalkan pesan disekelilingnya, pesan yang tertulis di jendela kamar "Lihatlah selalu dunia luar", artinya jangan hanya mengurung diri di kamar, dilangit-langit kamar seolah-olah ada tulisan "bercita-citalah setinggi mungkin", di jam dinding menyimpan pesannya "Setiap menit itu berharga", cerminpun meninggalkan dititipi pesan "berkacalah sebelum bertindak", tak ketinggalan kalender dimeja menyimpan catatannya "jangan menunda pekerjaan sampai besok", pintu seolah-olah berteriak "Dorong yang keras & pergilah", yang paling diingat oleh orang tadi adalah pesannya yang tertinggal di atas sajadah "bersujud dan berdo'alah selalu. Teringat dengan hidup yang penuh terbatas saat yang lalu, terkenanglah semua kebaikan-kebaikan yang pernah dipersembahkan orang lain terhadap dirinya, sekarang orang yang paling berjasa itu telah meninggal dunia untuk selamanya. Baginya dia tidak mati, tetapi masih hidup yang selalu mengingatkan pada saat dia lupa, saat dia lemah dengan meninggalkan pesan-pesan yang baik bagi kelangsungan hidupnya. Orang yang diceritakan dalam kisah ini adalah diriku yang dulu masih menjadi "Yusuf kecil sampai akhirnya menikmati kehidupan 12 tahun di Bandung, dan sekarang menikmati hidup lagi di jogjakarta sekitar 2 tahun", orang yang paling berjasa itu adalah Guruku bernama "Tatang Hidayat dari cicalengka Bandung". Perjalanan imaginer selalu kulakukan dalam rangka mengenang tinggal bersama dengan tak terhitung pesan yang ditinggalkannya, sampai membuat Yusuf anak desa itu berubah penampilan menjadi berani menghadapi tantangan apapun. Terima kasih Guruku sekarang sudah 16 tahun sudah berada di alam barzakh, aku yakin bisa membahagiakanmu karena aku selalu mendoakanmu, berusaha mewarisi semangatmu, semoga engkau mendapatkan nikmat kubur dan tidak kecewa memiliki murid seperti diriku.

DIRIKU, MATEMATIKA, PENDIDIKAN, DAN FILSAFAT DALAM PERSPEKTIF RUANG DAN WAKTU

Oleh Muhammad Yusuf Bima

Diriku dibaratkan hanyalah sebutir debu yang menempel pada sepatu musafir dipadang pasir yang sangat luas, atau dibaratkan hanyalah setetes air laut yang menempel pada lidi yang dicelupkan pada air laut yang kemudian diangkat. Perumpamaaan itu masih bisa bisa dibantah oleh pikiranku yang lain yang mungkin ada yaitu mungkin lebih kecil dari itu, atau bisa dibantah oleh pikiranku yang lain mungkin sangat lebih kecil lagi. Begitulah seterusnya sampai akhirnya diriku hanyalah sesuatu yang benar-benar mendekati tidak ada atau lebih ekstrim dari itu, karena yang ada hanyalah yang Maha Ada yang ada dalam Wujud-Nya. Dialah yang menguasai alam jagat raya, yang mengatur alam semesta, yang mengurus setiap makhluk secara kontinu tanpa batas yang tidak bisa dijangkau oleh pikiran manusia secerdas apapun, Dialah yang Maha Mengatur, Dialah yang Maha Mengetahui yang ‘Ilmunya meliputi yang ada dan mungkin ada, bahkan yang sangat mungkin tidak ada, atau lebih ekstrim dari itu. Sebahagian Ilmu-Nya disampaikan lewat perantaraan Qalam yang diterjemahkan ke dalam bahasa manusia dengan wujud Kitab Suci (Zabur, Taurat, Injil, Al-Quran, kitab-kitab lain yang berwujud suhuf-suhuf), dan disampaikan lewat isyarat/tanda alam semesta yang hanya mampu diterjemahkan oleh manusia yang berakal dan mampu berpikir secara maksimal).
Yang Maha Ada yaitu Allah Azza Wajalla, memiliki sifat Qudrat (Maha Berkehendak) yang jikalau menginginkan sesuatu hanya dengan “kun fayakun” maka yang tadinya tidak ada atau mungkin tidak ada menjadi tidak ada. Tuhan meciptakan dunia sekaligus asesorisnya, aturan-aturannya, dan mengilhamkan ilmu untuk mengurus dunia ini, dan manusia ditugaskan sebagai “khalifah fil ardl”. Salah satu ilmu Tuhan yang menjadi bekal untuk melaksanakan tugas itu dan untuk menggapai keselamatan di dunia adalah ilmu yang dihimpun oleh manuisia yang akhirnya diberi nama “Matematika”.
Diakui atau tidak, bahwa matematika adalah ilham Tuhan pada manusia dan berharap bisa mencintainya dan menjadi bagian dari Diriku, bahkan betapa bahagianya dan merupakan suatu kehormatan manakala Matematika dan Diriku sebuah Identitas. Sungguh tidak bisa dibayangkan dua bagian kecil ilmu Tuhan “matematika dan diriku” berada dalam satu wadah dan sekaligus menjadi isinya. Wadah yang bukan sembarang wadah dan isi yang bukan sembarang isi. Wadah dalam arti seluas-luasnya sedalam-dalamnya dan isi yang berarti seluas-luasnya, sedalam dalamnya.
Untuk menggapai Ada bagi diriku dan matematika membutuhkan wadah, diantara wadah yang mungkin yang mampu memfasilitasi keberadaan Diriku dan Matematika adalah Pendidikan. Pendidikan adalah Wadah bagi Diriku dan Matematika untuk menunjukkan eksistensi apakah mungkin Diriku dan Matematika berlaku identitas atau malah sebaliknya bersifat kontradiksi atau bisa kedua-duanya bersifat identitas sekaligus kontradiksi. Jikalau Diriku dan Matematika bersifat identitas atau kontradiksi bahkan keduanya merupakan ISI dari WADAH yang bernama PENDIDIKAN itu, maka PENDIDIKANpun dapatlah merupakan ISI dari WADAH yaitu DIRIKU dan MATEMATIKA. WADAH (pendidikan) dapat menjadi ISI (Diriku dan Matematika), ISI (pendidikan) dapat menjadi WADAH (Diriku dan Matematika) , inilah akhir dari pengembaraanku dalam berFILSAFAT. FILSAFAT adalah salah satu dimensi yang harus dilewati sekaligus didiami dalam batas waktu yang tidak ditentukan. Filsafat haruslah bisa menjadi wadah bagi diriku, matematika, dan pendidikan. Jikalau bisa demikian akan memungkinkan diriku, matematika, dan pendidikan adalah wadah dari filsafat itu sendiri.
Akhir pengembaraan filsafatku, keharmonisan perilakuku, keharmonisan pikiranku, manakala bahasaku, manakala Diriku, Matematika, Pendidikan, dan Filsafat menyatu dalam WADAH sekaligus jadi ISI.
Ditulis oleh Muhammad Yusuf Bima (Mahasiswa PPs UNY Prodi Matematika Tahun 2011)
(Tulisan ini dibuat berdasarkan hasil murni renungan akhir tahun 2011, Sabtu 31 Desember 2011, Pkl. 03.00 – 04.00 di Rumah Kontrakan Sanggrahan Baciro Yogyakarta, Penulis terilhami dari Elegi-Elegi yang dibaca dari salah satu Karya Besar Dr. Marsigit sebagai Pengampu Mata Kuliah Filsafat Ilmu, Prodi Matematika PPs UNY Kelas A, Tahun 2011. Tulisan ini hanyalah sebuah refleksi filsafat bagi diri saya, karena saya adalah filsafatku maka tulisan ini tidak bisa dijadikan referensi filsafat bagi orang lain. Bapak Dr. Marsigit sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliahku mohon kiranya bisa menyempurnakan tulisan ini karena diriku masih menghormati Bapak sebagai “Guru Pikiranku”, sekiranya berkenan agar kata-kata yang dimuat dalam tulisan di atas bisa memiliki nilai filsafat dengan Bapak memandu referensi yang bisa dijadikan rujukan, dan permohonan ma’af jika kurang memenuhi harapan Bapak dan atas penggunaan kata yang salah).

Forum Tanya Jawab 58: Hidup Adalah Pilihan

Oleh Marsigit

Pertanyaan dari Bapak Irwandi Uncen:

Bapak Irwandi :
Saya ingin bertanya sesuatu kepada Bapak
Hidup adalah pilihan, semua terbentang di depan mata, tinggal kita memilih dan menjalaninya. Biasanya dalam hidup ada beberapa momen, kita harus membuat pilihan berat yang akan menentukan jalan hidup kita dikemudian hari tetapi ada sebuah ungkapan bahwa hal jodoh, terlepas dari benar dan salah atau dosa atau tidak berdosa, "Kita jangan membiarkan orang yang kita cintai itu memilih siapa jodohnya".
Ungkapan tersebut juga didukung oleh pernyataan yang kurang lebih artinya sama, yaitu
Tuhan yang Maha baik memberi kita rezeki, tetapi kita harus menjemput untuk mendapatkannya.
Demikian juga Jika kita terus menunggu waktu yang tepat, mungkin kita tidak akan pernah mulai.
Mulailah sekarang ... mulailah di mana kita berada sekarang dengan apa adanya.
Jangan pernah pikirkan kenapa kita memilih sesuatu untuk dicintai,
tapi sadarilah bahwa cintalah yang memilih kita untuk mencintainya.
Maka tentukanlah pilihanmu untuk masa depanmu !!!.
Pertanyaan saya adalah Bagaimana menurut Bapak tentang kedua pernyatan tersebut berkaitan determinisme?

Tanggapan saya:
Pertanyaan Jawab Singkat saya pada Test Filsafat Ilmu adalah “Hidup adalah pilihan maka apakah Filsafatnya?”
Pertama, ingin saya sampaikan bahwa berfilsafat harus dapat menggunakan bahasa yang sangat dan paling mudah dipahami oleh audience atau pembaca. Jika kita belum mampu menggunakan bahasa yang mudah dipahami, ditengarai bahwa kita masih mempunyai persoalan dengan pemahaman konsep-konsep filsafat dan pengalaman yang mendukungnya.
Kedua, ingin saya sampaikan kembali bahwa obyek filsafat itu meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Artinya, setiap yang ada dan yang mungkin ada dapat diusahakan penjelasan filsafatnya. Yang ada dan yang mungkin ada itu beterbaran dalam Ruang dan Waktu. Sedangkan Ruang dan waktu itu meliputi hidup dan dunia ini. “Hidup adalah pilihan” adalah suatu ungkapan yang tidak asing yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai seorang yang sedang berusaha mempelajari filsafat maka menjadi tantangannya bagaimana bisa menjelaskan secara filosofis setiap yang ada dan yang mungkin ada dari aspek kehidupan sehari-hari. Maka marilah kita mencoba mengambil satu fenomena yaitu ungkapan “Hidup adalah pilihan” sebagai sampel kegiatan sintesis kita.
Berikut uraian atau sisntesis saya:
Kesempurnaan absolute itu hanyalah milik Tuhan yang Maha Kuasa. Sejak dari Takdirnya, manusia itu sudah bersifat Dipilih oleh Tuhan, perihal kapan lahirnya, dimana lahirnya dan melalui perantaraan siapa lahirnya. Itu semua adalah Kehendak atau Pilihan Nya. Jadi saya menemukan paling tidak ada 2 (dua) jenis Pilihan di sini, yaitu Pilihan dari Luar (Ekstrinsik) dan Pilihan dari Dalam (Intrinsik). Kemudian cermatilah apa yang terjadi pada diri manusia setelah penciptaan oleh Nya. Makna Manusia ditentukan oleh sifat yang jenis dan jumlahnya tak hingga, yaitu yang meliputiyang ada dan yang mungkin ada. Karena sifat keterbatasan manusia dalam ruang dan waktu, maka tiadalah dia mampu sekaligus dalam suatu Ruang dan suatu Waktu berelasi dengan semua sifat yang ada dan yang mungkin ada. Jika dia berada di sini sekarang, maka dia tidak bisa berada di sana sekarang. Dia harus memilih apakah di sini ataudi sana. Jika sekarang dia ingin mengatakan A, maka dia tidak mampu mengatakan selain A. Maka dia harus memilih untuk mengatakan A atau selain A. Pilihan manusia itu meliputi semua sifat yang ada pada diri manusia, termasuk pilihan Hati, pilihan Pikir, Pilihan Perkataan, Pilihan Tulisan, dan Pilihan Perbuatan. Dikarenakan terpaksa berkeadaan harus memilih satu atau dua dari yang ada dan yang mungin ada itulah maka itulah suatu sifat yang disebut sebagai Reduksi.
Secara harfiah, Reduksi berarti pengurangan, tetapi bisa berarti juga memilih satu diantara yang ada dan yang mungkin ada. Maka dapat saya katakana bahwa sebenar-benar hidup manusia itu adalah Reduksionism. Jadi makna dari “Hidup adalah pilihan” itu mengandung filsafat “Reduksionism” dan saya belum sampai mengaitkannya sampai ke Determinism.
Jadi menurut saya, Bapak Irwandi memulai pertanyaan dengan Reduksionism tetapi mengakhiri pertanyaan dengan Determinism. Saya ingin meninjau pernyataan Pak Irwandi berikut "Kita jangan membiarkan orang yang kita cintai itu memilih siapa jodohnya". Kalimat ini mengandung 2 (dua) filsafat sekaligus yaitu Reduksionism dan Determinism. Memilih Jodoh itu berarti Reduksi. Tidak membiarkan atau melarang itu berarti Determinism. To determine adalah Menentukan. Jadi dapat dipikirkan bahwa Determinism itu merupakan Derajat atau Degreenya Reduksionism. Artinya, Reduksi itu merentang dari Reduksi Aktif (intrinsik) sampai Reduksi Pasif (ekstrinsik). Jika seseorang mempunyai Potensi melakukan Reduksi Aktif sangat kuat maka dikatakan dia itu melakukan Determiniasi dengan kuatnya. Ketahuilah bahwa Reduksi Absolut dan Determinasi Absolut itu hanyalah Kuasa Tuhan YME. Pertanyaan Bapak Irwandi telah mendorong saya menemukan hubungan antara Reduksionism dan Determinism. Maka ingatlah pertanyaan saya yang lain dalam Test Jawab Singkat, siapakah orang yang paling suka menentukan Nasib orang lain. Itulah dia seorang Diterminism. Menjadi seorang Diterminis itu juga ternyata adalah Pilihan. Jadi Diterminis itu ternyata adalah Reduksionism. Tiadalah yang ada dan yang mungkin ada terbebas dari hukumnya Reduksionism dan Determinism.
Demikianlah sekali lagi kita telah dan sedang membuktikan bahwa Pengetahuan atau Ilmu itu dimulai dari Pertanyaan (nya P Irwandi). Demikian semoga bermanfaat untuk kita semua. Amin

Forum Tanya Jawab 57: Dunia Imaginer

Oleh Marsigit

Saya nukilkan pertanyaan dari Ibu Mahdalina PSn Kal-Sel 2010, pada komen di "Forum Tanya Jawab 12: Perjalanan Filsafat", sbb:

Ass...
Maaf pa sampai saat ini saya belum menemukan referensi yang sesuai tentang perjalanan filsafat imajiner, ketika nanti saya mendapatkan referensinya saya akan menambahkan kembali comment saya pada forum tanya jawab ini. Sementara yang ada dalam pemikiran saya mengenai imajiner lebih bersifat kepada infinite yang artinya tidak ada batasnya, akan ada kesekian dan kesekian lagi dan terus berlanjut, artinya kalau boleh diambil kesimpulannya bahwa berfilsafat itu akan terjadi secara kontinu, berlanjut terus menerus selama kehidupan di dunia ini ada yang entah sampai dimana nanti batasnya....
Wassalam...

Tanggapan saya:

Ass Ibu Mahdalina, saya mengira tidak akan ada referensi berkaitan dengan "perjalanan filsafat imaginer". Istilah itu berasal dari pertanyaan saya pada Ujian Tertulis Filsafat Ilmu Jumat, 26 Nop 2010. Tepatnya yang saya maksud adalah agar Bapak/Ibu melakukan Perjalanan Imaginer untuk merunuti Time Line Sejarah Filsafat. "Perjalanan Imaginer" merupakan pemahaman ontologis yang hanya dimengerti dari banyak membaca dan pengalaman hidup. Sebetulnya pengertian "perjalanan imaginer" tidaklah terlalu sulit dimengerti karena dia juga muncul dari khasanah kehidupan sehari-hari. Berikut saya akan memberi contoh "Dunia Imaginer" dalam penerapannya sehari-hari:
1. Setiap saat, dalam perkuliahan Filsafat Ilmu ini, melalui Blog ini saya selalu "Bertemu Secara Imaginer" dengan para mahasiswa. Pertemuan Imaginer saya itu berarti bukan bertemu langsung secara tatap muka, melainkan pertemuan secara tidak langsung menggunakan internet.
2. Warga Yogyakarta mengenal sebuah Garis Imaginer yang menghubungkan Pusat Kerajaan Laut Selatan, Pusat Kerajaan Mataram dan Gunung Merapi. Tidak adalah garis itu secara fisiknya. Garis itu hanya ada dalam pikiran Warga Yogyakarta, sebagai suatu usaha simbolis untuk bisa hidup harmoni dengan lingkungan sebagai satu pengamalan ibadah kepada Tuhan, dibawah bimbingan Kerajaan.
3. Jika kita Salat, maka kita melakukan Perjalanan Imaginer menggapai Rakhmat Nya. Amin
4. Jika kita membayangkan bertemu dengan Keluarga yang berlokasi jauh di luar pulau, maka kita juga melakukan Perjalanan Imajiner.
5. Demikian seterusnya kita dapat melakukan hal-hal yang bersifat Imaginer dalam Refleksi kehidupan sehari-hari.

Dari sini saya ingin menjelaskan bahwa yang saya maksud dengan Perjalanan Imaginer dalam Ruang dan Waktunya Filsafat adalah agar Bapak/Ibu mempelajari SEJARAH FILSAFAT. Dalam khasanah keilmuan, maka Sejarah Filsafat dapat dipelajari melalui Time Line Filsafat.

Demikian semoga, pengertian yang cukup sederhana ini dapat dipahami sebagai usaha melengkapi khasanah pemahaman filsafat. Amin

Forum Tanya Jawab 56: Tentang Tes Filsafat 2

Oleh Marsigit

Mahasiswa:
Masih ingin meneruskan ni Pak?

Marsigit:
Boleh

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, orang yang hobinya menentukan nasib orang lain?

Marsigit:
Determinisme

Mahasiswa:
Apakah determinisme itu Pak?

Marsigit:
To determineadalah menentukan.

Mahasiswa:
Kalau begitu menurutku orang yang paling berbahaya adalah Determinist, Pak?

Marsigit:
Saya setuju, orang paling berbahaya adalah diriku yang Determinist ekstrim.

Mahasiswa:
Kapan dan bagaimana diriku disebut Kapitalis Pak?

Marsigit:
Misal orang tua anda memberi khabar sedang datang menjenguk anda , dansudah sampai di terminal Bus, minta anda untuk menjemputnya. Kemudian anda mengatakan agar orang tua anda menunggu sampai 2 jam, karena anda sedang ada urusan bisnis. Jika anda tinggalkan urusan bisnis maka anda akan mengalami kerugian. Sikap demikian itu adalah contohnya sikap Kapitalis.

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, yang dibangun berdasarkan Aksioma, Definisi dan Theorema?

Marsigit:
Formalis

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, yang menghasilkan Ilmu sintetik a priori?

Marsigit:
Criticism

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya jika yang ada adalah bangunan-bangunan?

Marsigit:
Strukturalis

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya jika yang ada adalah tanda-tanda?

Marsigit:
Simbolisme atau Semiotik

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, jika yang ada adalah pembeda?

Marsigit:
Categoricism

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, jika kesalahan dianggap ada dan bermanfaat sebagai nilai pedagogis?

Marsigit:
Fallibism

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, jika yang ada adalah kegiatan membangun pengetahuan di dalam pikiranku?

Marsigit:
Constructivism

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, jika ilmu dipandang sebagai kegiatan social?

Marsigit:
Socio-constructivism

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, jika yang benar itu relative?

Marsigit:
Relativisme

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, jika yang ada adalah perubahan tingkah laku?

Marsigit:
Behaviorisme

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, jika perilaku manusia itu un predictableatau sulit diduga?

Marsigit:
Hologram

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, pada abad ke 18?

Marsigit:
Modern

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya pada abad sekarang?

Marsigit:
Kontemporer atau Powernow atau Pos pos Modern

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, menghalalkan segala macam cara?

Marsigit:
Macheviavelian

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, Pancasila itu?

Marsigit:
Monodualisme

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, ingin berkuasa secara mutlak?

Marsigit:
Totalitarian

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, berpikir partial kesukuan?

Marsigit:
Sektarianisme

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, berserah 100 % kepada nasib?

Marsigit:
Fatalisme

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya, mengandalkan 100% kepada nasib itu?

Marsigit:
Vitalisme

Mahasiswa:
Pak, ada yang protes kenapa Bapak mengatakan bahwa Ontologi itu obyek Filsafat?

Marsigit:
Obyek filsafat itu meliputi segala yang ada dan yang mungkin ada, termasuk filsafat itu sendiri?

Mahasiswa:
Terimakasih Pak, atas penjelasan soal-soal Ujian Jawaban Singkat.

Marsigit:
Saya prihatin.

Mahasiswa:
Lho kenapa Bapak prihatin.

Marsigit:
Terlalu berbahaya memberikan penjelasan filsafat secara singkat, karena yang demikian itu berarti aku telah melakukan Reduksi yang luar biasa. Maka sebetulnya jawaban-jawabanku itu masih memerlukan penjelasan-penjelasan.

Mahasiswa:
Kalau begitu aku mohon penjelasannya Pak.

Marsigit:
Kalau tadi aku prihatin, sekarang aku ingin menangis.

Mahasiswa:
Lho kenapa sekarang Bapak ingin menangis?

Marsigit:
Menangisi sikapmu yang maunya serba instant. Berartiaku telah gagal mengahantarkan filsafat.

Mahasiswa:
Lho maunya Bapak saya harus bagaimana?

Marsigit:
Kalau tadi saya menangis, sekarang saya hamper pingsan.

Mahasiswa:
Lho kenapa Bapak hampir pingsan?

Marsigit:
Menyaksikan ulahmu. Sudah maunya serba instant, tidak mengerti sindiran, pura-pura bertanya lagi.

Mahasiswa:
Oh maaf Pak..maaf. Sebetulnya saya sadar dan tahu. Tetapi karena kesulitan teknis kurang membaca, maka sikap saya menjadi demikian. Saya sebetulnya mengetahui bahwa sebenar-benar Filsafat itu adalah diriku sendiri. Itu yang Bapak ajarkan.

Marsigit:
Sekarang saya harus bangkit, untuk menginatkan diriku bahwa telah merasa tahu dan jelas itu adalah manusia yang paling bodhoh di dunia.

Mahasiswa:
Oh maafkan Bapak..maafkan. saya telah berlaku demikian.

Marsigit:
Semoga kita selalumemperoleh kecerdasan hati dan pikir. Amin

Mahasiswa:
Amin Pak, terimakasih.

Forum Tanya Jawab 55: Tentang Tes Filsafat 1

Oleh Marsigit

Mahasiswa:
Maaf Pak saya ingin bertanya lagi perihal Pertanyaan-pertanyaan Bapak pada Tes Jawab Singkat.

Marsigit:
Silahkan

Mahasiswa:
Pertanyaan saya berasal dari pertanyaan Bapak. Jadi pertanyaan Bapak saya kembalikanke Bapak, untuk saya mohonkan jawaban Bapak.

Marsigit:
Silahkan

Mahasiswa:
Apa makna filsafat dari Lingkaran yang jari-jarinya tak terhingga?

Marsigit:
Jika Lingkaranjari-jarinya tak berhingga, maka Pusatnya ada di mana-mana. Itulah bahasa analog sebagai alat agar kita mampu memahami kekuasaanTuhan yang Tak Berhingga, sehingga Tuhan yang Esa, walaupun satu tetapi berada di mana-mana.

Mahasiswa:
Menurut Bapak, Filsafat menggunakan Bahasa Analog. Apakah Bahasa Analog itu pak?

Marsigit:
Bahasa Analog itu lebih dari sekedar Bahasa Kiasan. Kant mengatakan bahwa jika engkau ingin mengetahui Dunia, maka tengoklahke dalam pikiranmu, karena Dunia itu persis seperti apa yang engkau pikirkan. Artinya Kant menggunakan analogi Dunia sebagai Pikiran.

Mahasiswa:
Bagaimana cara mempelajari Filsafat secara cepat dan efektif pak?

Marsigit:
Tiadalah ada cara mempelajari Filsafat secara instan. Satu-satunya cara adalah baca..baca..dan bacalah..

Mahasiswa:
Apakah filsafat yang obyeknya di luar pikiran?

Marsigit:
Realisme

Mahasiswa:
Apakah filsafat yang obyeknya di dalam pikiran?

Marsigit:
Idealisme

Mahasiswa:
Apakah filsafat yang dibangun berdasarkan rasio?

Marsigit:
Rasionalisme

Mahasiswa:
Apakah filsafat yang dibangun di atas pengalaman?

Marsigit:
Empirisisme

Mahasiswa:
Apakah filsafat dimana nilai kebenarannya bersifat mutlak?

Marsigit:
Absolutisme

Mahasiswa:
Apakah filsafat dengan nilai kebenaran koheren?

Marsigit:
Koherentisme

Mahasiswa:
Apakah filsafat dengan obyek benda-benda alam?

Marsigit:
Filsafat alam atau Naturalisme

Mahasiswa:
Apakah filsafat yang berlandaskan keraguan?

Marsigit:
Skeptisisme

Mahasiswa:
Apakah filsafat yang mempelajari logika para Dewa?

Marsigit:
Transendentalisme

Mahasiswa:
Apakah filsafat dimana hakekatnya adalah materi?

Marsigit:
Materialisme

Mahasiswa:
Apakah filsafat yang mengatasi segala ramalan dan prakiraan?

Marsigit:
Teleologi

Mahasiswa
Apakah nama lain Filsafat Bahasa?

Marsigit:
Analitik

Mahasiswa:
Apakah filsafat pertama?

Marsigit:
Filsafat Alam

Mahasiswa:
Hidup adalah pilihan, apakah filsafatnya?

Marsigit:
Reduksionisme

Mahasiswa:
Apakah filsafat yang kebenarannya berdasar asas manfaat?

Marsigit:
Utilitarian

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya yang hanya mengejar kenikmatan dunia?

Marsigit:
Hedonism

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya yang dibangun berdasarkan asas Permodalan?

Marsigit:
Kapitalisme

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya yang berdasarkan criteria diri?

Marsigit:
Individualtisme

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya yang kebenarannya memerlukan konfirmasi orang lain?

Marsigit:
Obyektivisme

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya yang menggunakan permulaan?

Marsigit:
Foundationalisme

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya yang tidak menggunakan permulaan?

Marsigit:
Intuitionisme

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya yang tidak mau berhenti?

Marsigit:
Infinite regress

Mahasiswa:
Siapakah Kausa Prima itu?

Marsigit:
Tuhan

Mahasiswa:
Apakah filsafatnya dari khusus menuju umum

Marsigit:
Induktionisme

Mahasiswa:
Apakah filsafat yang berkaitan dengan ketiadaan?

Marsigit:
Nihilisme

Mahasiswa:
Apakah filsafat dimana yang ada adalah “satu”

Marsigit:
Monism

Mahasiswa:
Apakah filsafat dimana yang ada adalah “dua”

Marsigit:
Dualisme

Mahasiswaa:
Apakah filsafat dimana yang ada adalah “banyak”

Marsigit:
Pluralisme

Mahasiswa:
Terimakasih Pak

Marsigit:
Terimakasih kembali. Mohon dicatat, jawaban-jawabanku itu tidak untuk dihafalkan, tetapi untuk dimengerti. Tetapi dimengerti saja juga tidak cukup, melainkan dihayati. Tetapi dihayati saja juga tidak cukup melainkan juga diperbincangkan. Tetapi diperbincangkan juga tidak cukup melainkan dihidupkan.

Mahasiswa:
Lho kenapa Pak pakai dihidupkan segala?

Marsigit:
Karena filsafat tidak lain tidak bukan adalah dirimu.

Mahasiswa:
Maksudnya?

Marsigit:
Otoritarian, Demokratis, Absolutis, Relatif, Pluralis,…dst ..adalah dirimu dan diriku juga.

Mahasiswa:
Terimakasih pak.

Marsigit:
Terimakasih kembali. Semoga buahmu semakin banyak. Amin

Mahasiswa:
Lho buah yang mana Pak?

Marsigit:
Jawaban filsafatmu itulah buah filsafatmu, yaitu buah dari membaca.

Mahasiswa:
O begitu, terimakasih Pak.

Marsigit:
Amin.

Forum tanya Jawab 54: Dialog Filsafat ke dua

Oleh Marsigit

Mahasiswa:
Maaf Pak, masih banyak hal yang perlu kami tanyakan.

Marsigit:
Silahkan

Mahasiswa:
Lha, apakah yang disebut Filsafat Ilmu? Apa bedanya Filsafat Ilmu dengan Filsafat?

Marsigit:
Filsafat Ilmu mempelajari sumber-sumber ilmu, macam-macam ilmu dan pembenaran ilmu.
Filsafat Ilmu tidak lain tidak bukan adalah Epistemologi itu sendiri.

Mahasiswa:
Apa hubungan antara Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi?

Marsigit:
Ontologi mempelajari hakekat atau makna segala sesuatu. Epistemologi adalah metodenya. Sedangkan Aksiologi adalah normanya. Tiadalah metode berpikir tanpa obyek berpikir. Metode berpikir adalah epistemology, obyek berpikir adalah ontology, maka tiadalah dapat dipisahkan antara epistemology dan ontology.

Mahasiswa:
Apa hubungan antara Filsafat dengan Filsuf?

Marsigit:
Filsafat adalah pikiran para Filsuf. Maka mempelajari Filsafat adalah mempelajari Pikiran Para Filsuf. Adalah omong kosong jika engkau ingin mempelajari Filsafat tetapi tidak mempelajari Pikiran para Filsuf.

Mahasiswa:
Kalau begitu bagaimana aku bisa mempelajari pikiran para Filsuf dalam perkuliahan Bapak?

Marsigit:
Baca dan bacalah referensinya. Sumber Primer adalah Buku-buku karya Filsuf yang berisi pikiran mereka. Sumber Sekunder adalah buku-buku yang berisi Pikiran para Filsuf yang dituturkan oleh orang lain. Demikian ada sumber Tersier, Kuarter dst.

Mahasiswa:
Apa relevansi pikiran Pak Marsigit dalam perkuliahan Filsafat.

Marsigit:
Dalam perkuliahan Filsafat maka mahasiswa perlu mempelajari pikiran para Filsuf. Seorang Dosen Filsafat seperti saya berkewajiban menghadirkan pikiran para Filsuf dengan berbagai cara.

Mahasiswa:
Maksud saya, apakah pikiran Pak Marsigit mencerminkan Filsafat?

Marsigit:
Tidaklah mudah menerima amanah menjadi dosen Filsafat itu. Maka ujilah pikiran-pikiranku itu melalui tulisan-tulisanku dalam Elegi-elegi. Anda sendiri yang kemudian menentukan seberapa jauh pikirankumencerminkan Filsafat.

Mahasiswa:
Kenapa P Marsigit tidak menjelaskan Filsafat secara singkat, padat, gamblang sehingga mudah dipelajari? Kemudian, apakah dan bagaimanakah metode mengajar Filsafat yang diterapkan?

Marsigit:
Aku berusaha membelajarkan Filsafat dengan metode filsafat. Aku membiarkan murid-muridku membangun sendiri Filsafatnya. Aku hanya berusaha sekeras mungkin melayani kebutuhan muridku dalam membangun Filsafat. Maka tidaklah aku memberikan Filsafat itu kepada murid-muridku, kecuali anda semua mencari dan membangunnya sendiri.

Mahasiswa:
Mengapa Bapak membuat Blog dan Elegi-elegi?

Marsigit:
Blog adalah teknologi, sedangkan Elegi adalah pikiranku. Jikalau engkau ingin belajar Filsafat kepadaku maka pelajarilah Pikiranku. Pikiranku sudah aku sebarkan di dalam Elegi-elegi.

Mahasiswa:
Paradigma apa yang melatarbelakangi cara Bapak mendidik kami?

Marsigit:
Berdasarkan pengalaman saya, maka dengan ini aku proklamirkan bahwa aku telah menemukan dan mengembangkan Paradigma Belajar sebagai berikut: “Belajar adalah sintesis dari tesis-tesis dan anti-tesis anti tesis dari segala yang ada dan yang mungkin ada dari diriku maupun dari luar diriku yang merentang dalam ruang dan waktu, dengan cara menterjemahkan dan diterjemahkan, baik secara intensif maupun ekstensif”

Mahasiswa:
Wah saya agak bingung, karena kalimatnya telalu panjang. Singkatnya bagaimana Pak?

Marsigit:
Singkatnya, “Belajar itu kapanpun dan dimanapun secara kontinu”. Itulah relevansi penggunaan Blog, karena Blog akan menjamin dan menfasilitasi anda dapat belajar kapanpun dan di manapun.

Mahasiswa:
Kenapa Pak Marsigit pernah mengatakan bahwa pada akhir perkuliahan malah nantinya mahasiswa tidak bisa mendefinisikan Filsafat?

Marsigit:
Pada akhir kuliah anda akan tahu bahwa ada berbagai macam kebenaran. Jika kebenaran itu satu maka itu Monisme. Jika kebenaran itu mutlak maka itu Absolutisme. Jika kebanaran itu satu maka cukup mudah mendefinisikan Filsafat, yaitu cukup diambil dari sumbernya saja. Jika kebenaran itu banyak itu Pluralisme. Dalam Pluralisme, maka yang ada dan yang mungkin ada berhak mendefinisikan Filsafat. Jika demikian maka engkau tidak bisa hanya mengambil satu atau beberapa dari semuanya itu. Maka anda tak pernah mampu mendefinisikan Filsafat.

Mahasiswa:
Siapakah yang paling berhak mempelajari Filsafat? Apakah orang beragama? Apakah orang kafir boleh mempelajari Filsafat?

Marsigit:
Setiap orang bisa mempelajari Filsafat. Jika orang Islam berfilsafat maka semoga semakin baik ke Islamannya. Jika orang Majusi belajar filsafat maka semakin baik Majusinya. Jika orang Kafir berfilsafat maka mungin semakin Kafirlah dia.

Mahasiswa:
Kapan dan darimana kita mulai dan berhenti belajar Filsafat

Marsigit:
Anda dapat mempelajari Filsafat kapanpun dan dari manapun. Berhenti kapanpun dan di manapun.

Mahasiswa:
Siapakah orang yang paling bodhoh itu?

Marsigit:
Orang yang paling bodhoh adalah orang yang sudah merasa jelas.

Mahasiswa:
Siapakah orang yang paling pandai itu?

Marsigit:
Orang yang paling pandai bukanlah diriku.

Mahasiswa:
Siapakah orang yang paling seksi?

Marsigit:
Orang yang paling seksi adalah Barack Obama

Mahasiswa:
Siapa orang yang paling berbahaya?

Marsigit:
Orang yang paling berbahaya adalah diriku.

Mahasiswa:
Saya harus bagaimana Pak, karena kemarin tidak ikut ujian?

Marsigit:
Dunia adalah dirimu. Aku hanya menyaksikannya. Hidup ini berkomponen liner ke depan. Maka sabar, tawakal dan berdoalah secara ikhlas untuk menatap masa esokmu.

Mahasiswa:
Nilaiku Test Jawab singkat jelek Pak. Sedangkan Ujian tertulisnya sangat sulit. Terus bagaimana Pak, apakah saya terancam tidak lulus?

Marsigit:
Semua tes dan ujian bermanfaat untuk melihat diri dan introspeksi. Tes yang telah aku laksanakan menunjukkan lemahnya pikiran kita untuk mengetahui segala yang ada danyang mungkin ada di luar pikiranku. Jika demikian maka satu-satunya harapan adalah dengan cara membaca Elegi-elegi secara ikhlas.

Mahasiswa:
Apa yang dimaksud membaca Elegi secara Ikhlas?

Marsigit:
Pahamilah isinya. Bacalah komen-komennya. Sintesiskan pikiran yang lain dan hasilkanlah anti-tesis anti-tesisnya.

Mahasiswa:
Terimakasih Pak.

Marsigit:
Terimakasih kembali. Selamat berjuang. Semoga sukses. Amin.

Kamis, 29 Desember 2011

Forum Tanya Jawab 53: Dialog Filsafat

Oleh Marsigit

Orang tua berambut putih:
Wahai para elegi, berat rasanya aku ingin menyampaikan sesuatu kepadamu.

Para elegi:
Wahai orang tua berambut putih, janganlah engkau merasa ragu untuk menyampaikan sesuatu kepadaku. Berbicara lugaslah kepadaku, jangan sembunyikan identitasmu, dan jangan sembunyikan pula maksudmu.

Orang tua berambut putih:
Sudah saatnya aku menyampaikan bahwa saatnya kita berpisah itu juga sudah dekat. Mengapa? Jika aku terlalu lama dalam elegi maka bukankah engkau itu akan segera menjadi mitos-mitosku. Maka aku juga enggan untuk menyebut sebagai orang tua berambut putih. Aku juga ingin menanggalkan julukanku sebagai orang tua berambut putih. Bukankah jika engkau terlalu lama menyebutku sebagai orang tua berambut putih maka engkau juga akan segera termakan oleh mitos-mitosku. Ketahuilah bahwa orang tua berambut putih itu adalah pikiranku. Sedangkan pikiranku adalah diriku. Sedangkan diriku adalah Marsigit. Setujukah?

Para elegi:
Bagaimana kalau aku katakana bahwa Marsigit adalah pikirannya. Sedangkan pikirannya adalah ilmunya. Sedangkan ilmunya itu adalah orang tua berambut putih.

Marsigit:
Maafkan aku para elegi, bolehkah aku minta tolong kepadamu. Aku mempunyai banyak murid-murid. Apalagi mereka, sedangkan engkau pula akan segera aku tinggalkan. Maka murid-muridku juga akan segera aku tinggalkan. Mengapa aku akan segera meninggalkanmu dan meninggalkan murid-muridku? Itulah suratan takdir. Jika para muridku mengikuti jejakku maka dia melakukan perjalanan maju. Sedangkan jika aku tidak segera meninggalkan muridku maka aku aku akan menghalangi perjalanannya. Aku harus member jalan kepada murid-muridku untuk melenggangkan langkahnya menatap masa depannya.

Mahasiswa:
Maaf pak Marsigit. Saya masih ingin bertanya. Bagaimanakah menerapkan filsafat dalam kehidupan sehari-hari?

Marsigit:
Filsafat itu meliputi semuanya yang ada dan yang mungkin ada. Padahal dirimu itu termasuk yang ada. Maka dirimu itu adalah filsafat. Sedangkan kehidupan sehari-hari itu juga meliputi yang ada dan yang mungkin ada, maka kehidupan sehari-hari itu adalah filsafat. Sedangkan pertanyaanmu itu disamping telah terbukti ada, maka pertanyaan itu adalah awal dari ilmumu. Maka untuk menerapkan filsafat dalam kehidupan sehari-hari gunakanlah metode menterjemahkan dan diterjemahkan.

Mahasiswa Pendidikan Matematika:
Wahai Pak Marsigit, apakah sebenarnya filsafat pendidikan matematika itu? Dan apa bedanya dengan filsafat matematika? Dan apa pula bedanya dengan matematika?

Marsigit:
Pengertian matematika itu ada banyak sekali, sebanyak orang yang memikirkannya. Secara implicit, menurut Socrates matematika adalah pertanyaan, menurut Plato matematika adalah ide, menurut Arstoteles, matematika adalah pengalaman, menurut Descartes matematika adalah rasional, menurut Kant matematika adalah sintetik a priori, menurut Hegel matematika itu mensejarah, menurut Russell matematika adalah logika, menurut Wittgenstain matematika adalah bahasa, menurut Lakatos matematika adalah kesalahan, dan menurut Ernest matematika adalah pergaulan.

Mahasiswa Pendidikan Sain:
Maaf P Marsigit, saya ingin bertanya apakah perbedaan Sain, Filsafat Sain dan Filsafat Pendidikan Sain?

Marsigit:
Menurutku, pengertian Sain merentang pada dimensinya. Pada tataran Spiritual, Sain adalah Rakhmat dan Karunia Tuhan. Pada tataran Filsafat atau tataran Normatif, Sain adalah sumber-sumber ilmu, macam-macam ilmu dan pembenaran ilmu. Maka pada tataran Filsafat atau Normatif, Sain adalah Pikiran Para Filsuf; dia meliputi metode berpikir dan pembenarannya. Pada tataran Filsafat maka Sain itu tidak lain tidak bukan adalah Epistemologi itu sendiri. Pada tataran Formal, Sain adalah berbagai macam ilmu pengetahuan yang merupakan ilmu-ilmu bidang atau ilmu-ilmu cabang. Pada tataran Formal, umumnya Sain bersifat positive dengan metode utamanya adalah metode ilmiah. Sedangkan pada tataran Material, maka Sain merupakan teknologi (terapan) yang menghasilkan karya-karya atau produk yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia, termasuk kebutuhan melakukan eksplorasi alam semesta. Sedangkan Filsafat Sain berusaha merefleksikan kerja dan karya para ilmuwan (saintis); mengapa dan bagaimana mereka menemukan suatu temuan, menghasilkan suatu produk dan dampak-dampaknya. Filsafat Pendidikan Sain berusaha merefleksikan Pendidikan Sain dalam konteks Ruang danWaktunya. Obyek dari Filsafat Pendidikan Sain adalah semua yang ada dan yang mungkin ada dalam Pendidikan Sain. Jadi obyeknya bisa meliputi Guru Sain, Metode Mengajar sain, Siswa Belajar Sain, Evaluasi Pembelajaran sain, Sumber Belajar Sain, dst.

Mahasiswa:
Wahai Pak Marsigit, tetapi aku tidak pernah menemukan semua ungkapanmu itu dalam buku-buku referensi primer?

Marsigit:
Ungkapan-ungkapanku itu adalah kualitas kedua atau ketiga. Kualitas kedua atau ketiga itu merupakan hasil refleksi. Filsafat adalah refleksi. Jadi hanya dapat diketahui melalui kajian metafisik.

Mahasiswa:
Apa pula yang dimaksud metafisik?

Marsigit:
Metafisik adalah setelah yang fisik. Maksudnya adalah penjelasanmu tentang segala sesuatu. Jadi jika engkau sudah berusaha menjelaskan sesuatu walaupun sangat sederhana, maka engkau telah melakukan metafisik. Maka dirimu itulah metafisik.

Mahasiswa Pendidikan Matematika:
Lalu apa bedanya matematika dengan filsafat matematika?

Marsigit:
Untuk matematika 3+5 = 8 itu sangat jelas dan final, dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Mengapa karena matematika itu adalah meneliti. Jadi 3+5=8 itu dapat dipandang sebagai hasil penelitian matematika yang sangat sederhana dan terlalu sia-sia untuk mempersoalkan. Tetapi bagi filsafat kita berhak bertanya mengapa 3+5=8. Mengapa? Karena filsafat itu refleksi. Ketahuilah 3+5=8 itu, bagi filsafat, hanya betul jika kita mengabaikan ruang dan waktu. Tetapai selama kita masih memperhatika ruang dan waktu maka kita bias mempunyai 3 buku, 3 topi, 3 hari, dst…5 pensil, 5 pikiran, 5pertanyaan, dst…Maka kita tidak bisa mengatakan 3pensil +5 topi = 8 topi, misalnya.

Mahasiswa Pendidikan Matematika dan Mahasiswa Pendidikan Sain
Lalu apa relevansinya mempelajari filsafat dengan Pendidikan Matematika atau Pendidikan sain?

Marsigit:
Pendidikan itu dapat diibaratkan sebagai gerbong kereta api. Demikian juga pendidikan matematika atau pendidikan sain. Filsafat itu dapat diibaratkan sebagai helicopter pengawal gerbong KA. Para pendidik, atau guru atau praktisi kependidikan jika tidak pernah mempelajari filsafat pendidikan atau filsafat pendidikan matematika atau filsafat pendidikan sain, mereka itu ibarat penunmpang KA tersebut. Maka bagaimana mungkin penumpang KA bisa mengetahui semua aspek sudut-sudut gerbong KA dalam perjalanannya. Maka filsafat pendidikan matematika atau filsafat pendidikan sain itu ibarat seorang penumpang KA itu keluar dari gerbong KA, kemudian keluar naik helicopter untuk mengikuti dan memonitor laju perjalanan KA itu. Maka orang yang telah mempelajari filsafat pendidikan matematika atau filsafat pendidikan sain jauh lebih kritis dan lebih dapat melihat dan mampu mengetahui segala aspek pendidikan matematika atau pendidikan sain..

Mahasiswa:
Aku bingung dengan penjelasanmu itu. Bisakah engkau memberikan gambaran yang lebih jelas?

Marsigit:
Filsafat itu adalah refleksi. Maka filsafat pendidikan matematika adalah refleksi terhadap pendidikan matematika, meliputi refleksi terhadap semua yang ada dan yang mungkin ada dalam pendidikan matematika. Padahal pendidikan matematika itu meliputi guru, matematika, murid, ruang, kegiatan, alat dst..banyak sekali. Padahal guru itu mempunyai sifat yang banyak sekali. Jadi ada banyak sekali yang perlu direfleksikan. Maka dalam filsafat pendidikan matematika, tantanganmu adalah bagaimana engkau bisa memperbincangkan semua obyek-obyeknya. Maksud meperbincangkan adalah menjelaskan semua dari apa yang dimaksud dengan semua yang ada dan yang mungkin ada dalam pendidikan matematika. Jelaskanlah apa arti bilangan phi? Jelaskanlah apa hakekat siswa diskusi? Jelaskan apa hakekat LKS? Jelaskan apa hakekat media pembelajaran matematika? Itu semua merupakan pekerjaan filsafat pendidikan matematika? Maka bacalah elegi-elegi itu semua, maka niscaya engkau akan bertambah sensitive terhadap pendidikan matematika. Sensitivitasmu terhadap pendidikan matematika itu merupakan modal dasar bagi dirimu agar mampu merefleksikannya. Hal yang demikian tentu berlaku untuk Filsafat Pendidikan Sain.

Mahasiswa:
Apakah filsafat itu meliputi agama?

Marsigit:
Filsafat itu olah pikir. Sedangkan agama itu tidak hanya olah pikir tetapi meliputi juga olah hati. Pikiranku tidak dapat memikirkan semua hatika. Artinya filsafat tidak mampu menjelaskan semua keyakinanku.

Mahasiswa:
Apa yang engkau maksud dengan jebakan filsafat?

Marsigit:
Jebakan filsafat itu artinya tidak ikhlas, tidak sungguh-sungguh, palsu, menipu, pura-pura, dsb. Maka jika engkau mempelajari filsafat hanya untuk mengejar nilai, itu adalah jebakan filsafat. Jika para guru peserta pelatihan, kemudian enggan melaksanakan hasil-hasil pelatihan setelah selesai pelatihan, itu adalah jebakan filsafat. Jika engkau pura-pura disiplin maka itu jebakan filsafat. Maka bacalah lagi elegi jebakan filsafat.

Mahasiswa:
Apa pantangan belajar filsafat?

Marsigit:
Belajar filsafat itu tidak boleh sepotong-sepotong. Kalimat-kalimat filsafat juga tidak bisa diambil sepenggal-penggal. Karena jika demikian maka tentu akan diperoleh gambaran yang tidak lengkap. Pantangan yang lain adalah jangan gunakan filsafat itu tidak sesuai ruang dan waktunya. Jika engkau bicara dengan anak kecil perihal hakekat sesuatu maka engkau itu telah menggunakan filsafat tidak sesuai dengan ruang dan waktunya.

Mahasiswa:
Apa tujuan utama mempelajari filsafat?

Marsigit:
Tujuan mempelajari filsafat adalah untuk bisa menjadi saksi. Mempelajari filsafat pendidikan matematika untuk menjadi saksi tentang pendidikan matematika. Tidaklah mudah menjadi saksi itu. Jika ada seminar tentang pendidikan matematika, tetapi engkau tidak ikut padahal mestinya engkau bisa ikut, maka engkau telah gagal menjadi saksinya pendidikan matematika. Itu hanyalah satu contoh saja. Jika ada perubahan kurikulum tentang pendidikan matematika dan engkau tidak menyumbangkan pemikiranmu padahal engkau mestinya bisa, maka engkau telah kehilangan kesempatanmu menjadi saksi. Jika ada praktek-praktek pembelajaran matematika yang tidak sesuai dengan hakekat matematika dan engkau tidak menyumbangkan pemikiranmu maka engkau telah gagal menjadi saksi. Tentu hal yang demikian berlaku untuk Filsafat Pendidikan Sain.

Mahasiswa:
Wahai Pak Marsigit, kenapa engkau melakukan ujian-ujian untuk kuliah Filsafat Ilmu? Padahal aku sangat ketakutan dengan ujian-ujian.

Marsigit:
Ujian itu ada dan jika keberadaannnya tersebar sampai kemana-mana untuk berbagai kurun waktu maka mungkin ujian itu termasuk sunatullah. Maka aku mengadakan ujian itu juga dalam rangka menjalani suratan takdir. Padahal bagiku tidaklah mudah untuk mengujimu, karena akan sangat berat mempertangungjawabkannya.

Mahasiswa:
Kenapa bapak kelihatan berkemas-kemas mau meninggalkanku?

Marsigit:
Aku tidak bisa selamanya bersamamu. Paling tidak itu fisikku, tenagaku, energiku, ruangku dan waktuku. Tetapi ada hal yang tidak dapat dipisahkan antara aku dan engkau, yaitu ilmuku dan ilmumu. Diantara ilmuku dan ilmuku ada yang tetap, ada yang sama, ada yang. Tetapi komunikasi kita tidak hanya tentang hal yang sama. Kita bisa berkomunikasi tentang kontradiksi kita masing-masing dan kebenaran kita masing-masing.

Mahasiwa:
Apa bekalku untuk berjalan sendiri tanpa kehadiranmu?

Marsigit:
Ketahuilah bahwa akhir dari pertemuan kita dalam ruang dan waktu yang ini, adalah awal dari perjuangan kita masing-masing. Engkau semua akan memasukki hutan rimbanya kehidupan yang sebenarnya di masyarakat, khususnya masyarakat pendidikan matematika. Ketahuilah salah satu hasil yang engkau peroleh dari belajar filsafat adalah kemerdekaan berpikir, kemandirian, keterampilan dan daya kritis, serta keteguhan hati. Itulah bekal yang engkau miliki. Selalu berusaha tingkatkanlah dimensi pikiran dan hatimu, dengan cara menterjemahkan dan diterjemahkan.

Mahasiswa:
Bagaimana tentang elegi-elegimu itu?

Marsigit:
Bacalah elegi-elegi itu. Itu adalah karya-karyaku yang semata-mata aku berikan kepadamu. Tetapi bacalah elegi-elegi dengan daya kritismu, karena engkau telah paham bahwa setiap kata itu adalah puncaknya gunung es. Maka sebenar-benar ilmumu adalah penjelasanmu tentang kata-kata itu.

Mahasiswa:
Bagaimana dengan elegiku?

Marsigit:
Buatlah dan gunakan elegi itu sebagai latihan untuk memperbincangkan yang ada dan yang mungkin ada. Tetapi gunakan dia itu sesuai dengan ruang dan waktunya. Sebenar-benar tantanganmu itu bukanlah elegi, tetapi adalah kemampuanmu menjelaskan semua yang ada dan yang mungkin ada dari pendidikan matematika. Sedangkan tugasmu adalah bagaimana murid-muridmu juga mampu mengetahui dan menjelaskan yang ada dan yang mungkin ada dari matematika sekolah yang mereka pelajari. Jika engkau ingin mengetahui dunia, maka tengoklah pikiranmu. Maka dunia matematika itu adalah pikiran siswa. Jadi matematika itu adalah siswa itu sendiri. Motivasi adalah siswa itu sendiri. Apersepsi adalah siswa itu sendiri. Maka berhati-hatilah dan bijaksanalah dalam mengelola tugas-tugasmu. Tugas-tugasmu adalah kekuasaanmu. Maka godaan yang paling besar bagi orang yang berkuasa adalah menggunakan kekuasaanmu. Padahal sifat dari kekuasaanmu itu selalu menimpa dan tertuju kepada obyek kekuasaanmu. Siapakah obyek kekuasaanmu itu. Tidak lain tidak bukan adalah murid-muridmu. Tiadalah daya dan upaya bagi murid-muridmu itu dalam genggaman kekuasaanmu kecuali hanya bersaksi kepada rumput yang bergoyang. Tetapi ingatlah bahwa suara rumput itu suara Tuhan. Maka barang siapa menyalahgunakan kekuasaan, dia itulah tergolong orang-orang yang berbuat dholim. Maka renungkanlah.

Mahasiswa:
Terimakasih pak Marsigit.

Marsigit:
Maafkan jika selama ini terdapat kesalahan dan kekurangan. Pakailah yang baik dariku, dan campakkan yang buruk dariku. Semoga kecerdasan pikir dan kecerdasan hati senantiasa menyertaimu. Semoga kita semua selalu mendapat rakhmat dan hidayah dari Allah SWT. Amien. …Selamat berjuang.

Forum Tanya Jawab 52: Terungkapnya Misteri Gunung Super

Ass, untuk semuanya.

Berikut saya sampaikan bahwa dikarenakan Supervisi guru (saya) kepada aktivitas murid-miridnya, maka Terungkaplah Misteri Gunung Super yang persoalannya saya sembunyikan dalam Forum Tanya Jawab ini. Di dalam perkuliahan kemarin, setelah saya refleksikan bahwa semua jawaban atau tangapan dari murid-murid saya belum atau tidak ada yang bertemu dengan apa yang saya maksud sebagai Gunung Super, maka Bapak ANGGIT PRABOWO, salah seorang murid saya, kemudian berusaha mencari referensinya dan menemukannya sebagai berikut:

Anggit Prabowo:
Assl. Setelah perkuliahan tadi siang, saya temukan referensinya Pak.

Danau Toba adalah sebuah danau vulkanik dengan ukuran panjang 100 kilometer dan lebar 30 kilometer di Sumatera Utara, Sumatera, Indonesia. Di tengah danau ini terdapat sebuah pulau vulkanik bernama Pulau Samosir.

Danau Toba sejak lama menjadi daerah tujuan wisata penting di Sumatera Utara selain Bukit Lawang dan Nias, menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan supervolcano (gunung berapi super) yang paling baru.

Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University memperkirakan bahwa bahan-bahan vulkanik yang dimuntahkan gunung itu sebanyak 2800km3, dengan 800km3 batuan ignimbrit dan 2000km3 abu vulkanik yang diperkirakan tertiup angin ke barat selama 2 minggu.

Debu vulkanik yang ditiup angin telah menyebar ke separuh bumi, dari cina sampai ke afrika selatan. Letusannya terjadi selama 1 minggu dan lontaran debunya mencapai 10 KM diatas permukaan laut.

Kejadian ini menyebabkan kematian massal dan pada beberapa spesies juga diikuti kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA, letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia sampai sekitar 60% dari jumlah populasi manusia bumi saat itu yaitu sekitar 60 juta manusia.

Letusan itu juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun para ahli masih memperdebatkan soal itu.

Setelah letusan tersebut, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan menjadi yang sekarang dikenal sebagai Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir.

Forum Tanya Jawab 51: Permohonan Maaf Atas Kemarahan Filsafatku

Ass, untuk semuanya:

Sintesiskan tesis-tesis dan anti-tesis anti-tesisnya untuk memahami bahwa ternyata untuk yang kesekian kalinya saya harus minta maaf atas Kemarahan Filsafatku terhadap Kesombongan dirimu.

Filsafatku marah menyaksikan dirimu yang selalu berfilsafat di depan diriku; padahal aku menyaksikan dirimu berfilsafat dengan sombong di depan diriku.

Salah satu bentuk kesombongan dirimu adalah engkau mengklaim yang parsial sebagai komprehensif, yang relatif sebagai absolut, yang pilihan sebagai kewajiban.

Kesombongan yang lain dari dirimu adalah bahwa engkau mengakui pikiran orang lain sebagai hasil karya pikiranmu sendiri.

Maka dengan ini Filsafatku menyatakan kemarahannya kepadamu. Aku marah karena kesombongan berfilsafatmu akan menyebabkan engkau menjadi tidak sedang berfilsafat.

Tetapi saya menemukan bahwa jika saya melakukan hal yang demikian maka engkau pun akan marah juga.

Maka Filsafatku berusaha merubah marahnya menjadi permohonan maaf kepadamu semata-mata
dikarenakan kekuasaanmu.

Tetapi anehnya, ketika aku memohon maaf kepada dirimu, aku menemukan bahwa dirimu ternyata tidak ikhlas.

Sehingga akupun menjadi ragu atas permohonan maafku.

Tuliskan sintesis anda sebagai komen mengikuti posting ini.
Demikian selamat mencoba. Semoga bermanfaat. Amin

Forum Tanya Jawab 50: Permohonan Maaf Atas Kesombongan Filsafatku

Ass, untuk semuanya:

Sintesiskan tesis-tesis dan anti-tesis anti-tesisnya untuk memahami bahwa ternyata untuk yang kesekian kalinya saya harus minta maaf atas Kesombongan Filsafatku terhadap Subyek Penguasaku.

Salah satu bentuk Kesombongan Filsafatku adalah aku Selalu Merasa Berfilsafat ketika berhadapan denganmu; sementara aku mengetahui bahwa jika aku melakukan hal demikian maka Dirimu tidak merasa Nyaman.

Aku menyadari bahwa jikalau dikarenakan oleh Filsafatku engkau merasa kurang nyaman, maka aku kemudian juga menyadari bahwa ternyata aku belum Berfilsafat.

Tetapi anehnya, ketika aku mengetahui bahwa ketidaknyamanan dirimu tidak santun terhadap Ruang dan Waktu; maka semakin mantaplah aku Berfilsafat di depanmu.

Sehingga akupun menjadi ragu atas permohonan maafku.


Tuliskan sintesis anda sebagai komen mengikuti posting ini.
Demikian selamat mencoba. Semoga bermanfaat. Amin

Forum Tanya Jawab 49: Permohonan Maaf atas Kelancangan Filsafatku

Ass, untuk semuanya:

Sintesiskan tesis-tesis dan anti-tesis anti-tesisnya untuk memahami bahwa ternyata untuk yang kesekian kalinya saya harus minta maaf atas Kelancangan Filsafatku terhadap Subyek Penguasaku.

Salah satu bentuk Kelancangan Filsafatku adalah aku Selalu Berani Mengatakan Benar sebagai Benar dan Salah sebagai Salah di Hadapanmu; sementara aku mengetahui bahwa jika aku melakukan hal demikian maka Dirimu tidak merasa Nyaman.

Kelancanganku yang lainnya terhadapmu adalah bahwa aku berusaha melihat apa yang olehmu tidak boleh dilihat, berusaha mendengar apa yang olehmu tidak boleh didengar. Padahal aku tahu bahwa engkau adalah Subyek Penguasaku yang menentukan sebagian nasibku.


Tuliskan sintesis anda sebagai komen mengikuti posting ini.
Demikian selamat mencoba. Semoga bermanfaat. Amin

Forum Tanya Jawab 48: Permohonan Maaf Arogansi Filsafatku

Ass, untuk semuanya:

Sintesiskan tesis-tesis dan anti-tesis anti-tesisnya untuk memahami bahwa ternyata untuk ke dua kalinya saya harus minta maaf atas Filsafatku karena Sifat Arogansi Filsafatku.

Salah satu bentuk Arogansi Filsafatku antara lain aku kurang santun memanggil nama-nama para Filsuf.

Aku tidak pernah memanggil Almarhum Plato, atau Profesor Aristoteles, atau Doktor Rene Descartes, atau yang saya Hormati dan saya Berbakti Tuan David Hume, atau yang saya Patuhi Tuan Immanuel Kant.

Melainkan aku selalu saja cukup memanggilnya sebagai menurut Plato, atau pendapat Aristoteles, atau bantahan Rene Descartes, atau menurut David Hume atau Teori Immanuel Kant, begitu saja.

Maaf sekali maaf.Tetapi anehnya kebiasaanku itu telah menjadi lazim dalam perbincangan filsafatku.

Sehingga sekarang aku pun menjadi ragu akan permohonan maafku.

Tuliskan sintesis anda sebagai komen mengikuti posting ini.
Demikian selamat mencoba. Semoga bermanfaat. Amin